Perang Diskon Bisa Berefek Negatif

Kamis, 18 Desember 2014 – 07:52 WIB

jpnn.com - CIBEUNYING KIDUL – Menjelang akhir tahun, sejumlah pertokoan menggelar diskon besar-besaran kepada para konsumen. Pasalnya, pada momen ini biasanya para pedagang cuci gudang. Namun, ternyata perang diskon ini bisa berdampak buruk bagi warga.

Pakar Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Sangga Buana YPKP Dr H. Asep Effendi SE MSi mengatakan, diskon besar-besaran ini muncul akibat beberapa faktor. Misalnya, dari sudut pandang promosi hal itu memang dibutuhkan. Tujuannya, agar produknya bisa dilirik masyarakat.

BACA JUGA: Harga Saham BUMI Berpotensi Bersandar ke Rp 50

Selain itu, biasanya pada saat itu para pedagang merasa produknya tidak laku. Sehingga, harganya diturunkan. Sebab, jika pedagang yakin bahwa produknya bagus dan disukai, mereka tidak perlu memberikan diskon.

Menurut Asep, ada aspek manajerial dari sisi finance yang harus diperbaiki. Selain itu, boleh jadi produk yang ditawarkan diskon itu adalah barang yang sudah lama. Tata kelola ekonomi seperti ini sebenarnya tidak baik. Bahkan, dari sisi bisnis pun tidak bagus. Sebab, biasanya mereka hanya menunggu produknya laku. Kalau tidak laku tinggal diskon besar-besaran.

BACA JUGA: AirAsia Penetrasi Rute Domestik

’’Jadi, dilihat dari sisi komunikasi marketing-nya, kualitas produk, ketahanan produk dan sebagainya,’’ jelas Asep kepada Bandung Ekspres (Grup JPNN) di kantornya kemarin (17/12).

Dia menuturkan, para pengusaha atau pedagang yang produknya sudah kuat, jarang melakukan diskon. Sebab, mereka sudah punya keyakinan terhadap produknya. Misalnya, karena sudah punya brand dan tidak mengubah bentuk atau konsep dari produknya.

BACA JUGA: RI Perlu Reposisi Utang LN

Sehingga, dari tahun ke tahun produknya ini mudah diingat. ’’Kualitas pengusaha seperti inilah yang dibutuhkan di Indonesia. Tidak mudah menurunkan harga. Apalagi, jika kaitanya dengan event,’’ terang dia.

Asep menyatakan, pedagang yang sering memberikan diskon biasanya akan kesulitan menjadikan produknya sebagai unggulan. Bahkan, dari sisi finance mereka juga akan kesulitan menyeimbangkan diri. ’’Jadi, apalah untungnya diskon-diskon seperti itu,’’ tandasnya.

Menurut dia, diskon bisa dilakukan jika target dan tujuannya jelas. Misalnya, tidak apa-apa rugi dulu asal produk dan lokasi usahanya terkenal. Jika tujuannya sudah seperti itu, perlu dipikirkan juga metode dan produknya seperti apa.

’’Public image mengatakan, barang yang tidak diskon pasti dilipat rapi. Beda dengan barang diskon yang dibiarkan acak-acakan. Artinya, kualitas produk yang ditawarkan rendah,’’ tutur dia.

Dia juga menjelaskan, pengusaha boleh untung besar dengan diskon tersebut. Tapi, yang perlu diperhatikan adalah prospek ke depannya. Sebab, momen itu tidak mungkin dibuat permanen.

Pengusaha harus memikirkan bahwa ketika membuat satu atau dua momen promo, ke depan produknya harus shuttle.  Jadi, mindset produk dan keuntungan terpelihara. Selain itu, konsumen merasa yakin tidak bisa ganti produk lagi.

Mengenai sasaran diskon, Asep berkata, hal itu tergantung segmen. Misalnya, jika produknya untuk kalangan menengah ke bawah. Maka, pengusaha harus tembak semua konsumen dari kalangan tersebut. Atau, jika produknya rumahan. Maka, yang jadi sasaran adalah masyarakat menengah ke bawah. S

elain itu, bisa dengan cara pandang geografis. Contohnya, produk selimut tentu dipasarkannya di pegunungan. Tidak di pantai. ’’ Cara pandang marketing seperti ini yang harus dipertajam,’’ pungkasnya. (jar/tam)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BI-Polri Perketat Penukaran Valas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler