Perang Melawan Biawak di Gaza

Senin, 12 Januari 2009 – 12:18 WIB

WAHAI putri berwajah jelita bernama Syahrazad, betapa piawai engkau berkisah dan bertuturSyahdan, engkau menjinakkan keliaran angkara murka yang menghunjam di balik dada sang durjana, Raja Syahriar yang tega dan tegar membunuh calon permaisuri tak sampai berbilang hari dan pekan

BACA JUGA: Kapan Israel Tinggal Sejarah?

Engkau taklukkan hati Syahriar dengan jalinan riwayat yang engkau kisahkan beratus-ratus malam dari bibirmu yang merekah bagai buah delima.
Di malam terakhir, seperti cerita rakyat di Indonesia yang  menyebar dari mulut ke mulut, maka dalam “Kisah 1001 Malam”, engkau dan sang raja pun memadu kasih, dalam ritual syahdu dan bergairah untuk menitiskan generasi baru pelanjut garis turunanmu di mayapada ini.
Pukau yang dilantunkan Syahrazad mengalahkan raja nan zalim, tiada lain adalah kata sekuat mantra-mantra! Boleh jadi hanya tetes-tetes dari “Kun Payakun” puisi Gusti Alloh yang magis dan berkuasa penuh itu. 
Tetapi aduhai Tuan dan Puan menyesal seribu kali sesal, walaupun telah bermiliar-miliar kata telah terdengar bagai orkestra dari seluruh penjuru jagat, yang dipekikkan oleh masyarakat dunia yang anti perang, tapi Israel tiada peduli
Bom dan mortir tetap saja menghujani Gaza

BACA JUGA: Dieksekusi Cak Sakera di Hari Pemilu

Di hari ke 14 kemarin, jumlah korban tewas mencapai 785 orang sejak serbuan 27 Desember tahun silam, dua hari setelah peringatan Natal.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1860 Mengenai Situasi di Jalur Gaza yang menyerukan gencatan senjata dibalas Israel dengan “hujan” amunisi, rudal dan pelor yang tak punya mata kepala dan mata hati serta dibalas pasukan Hamas sebisanya, lalu menyergap kaum sipil yang tak berdosa
Beribu orang terluka, dirawat di rumah sakit dan terancam kelaparan di tenda-tenda pengungsi

BACA JUGA: Betapa Dahsyatnya Ekonomi Labbaik

Langit boleh runtuh tapi perang terus berkecamuk.
Padahal di negeri-negeri beradab, kata-kata masih berdayaKata yang tertuang dalam konstitusi, artikel hak asasi manusia, bahkan di kitab suci agama dan malah yang aplikatif macam resep masakan masih dipedomani manusiaKata-kata dalam iklan pulsa telpon genggam yang selalu fantastik juga didengar dan diikuti oleh publik
Mendadak sontak saya terkenang berderet-deret kata yang diajarkan oleh nakhoda kapal “Kandong Bandoeng” bernama J van Toch kepada segenap biawak di Teluk Hantu di Pulau Tanah Masa, konon di sebelah barat Sumatera, seperti pernah ditulis oleh budayawan Hasan Junus di Pekanbaru dalam sebuah buku kebudayaan.
Dikisahkan betapa mereka menguasai ilmu dan teknologi yang dikendalikan oleh  naluri, hasyrat dan libido hewani sehingga menjadi kekuasaan totaliter yang membahayakan kemanusiaan.
Celakanya, di masyarakat biawak tidak ada para seniman, budayawan atau rohaniawan yang berani mengkritik kebijaksanaan pemerintahan biawakPara pakar selalu cenderung mendukung Dinasti KebiawakanBahkan ada seorang filsuf yang menulis buku bertajuk “Runtuhnya Kemanusiaan.” Tak seperti pujangga Ronggowarsito yang berani mengecam kebijakan raja-raja di tanah Jawa.

Karel Capek
Kisah republik biawak ini memang hanya ada dalam novel berjudul War with the Newts atau Perang dengan Biawak karya Karel Capek (1890-1938), seorang pengarang Cekoslavia yang ditulisnya pada 1924Tapi, ah, siapa pula yang percaya kepada novel?
Anda pun silakan saja skeptis dan mengangkat bahu, walaupun terbukti kemudian Perang Dunia II meletus pada 1939, 15 tahun setelah novel itu ditulis, justru tragisnya Karel Capek wafat pada 1938Beberapa tahun kemudian kita tahu bom atom pun meluluh-lantakkan kemanusiaan di Nagasaki dan Hirosyima pada 1945.
Bangsa biawak amat dahsyatElan seksualitasnya super sehingga populasinya mengalahkan kelinci dan babiManusia, masih dalam kisah itu, tersentak juga sehingga membangkitkan gerakan anti biawakBertaburanlah komunitas anti biawak, mungkin seperti merebaknya berbagai anti Perang Israel-Gaza di seluruh dunia, termasuk oleh komunitas Yahudi di luar Israel.
Novel Karel Capek telah melukiskan barbarisme ekonomi, politik dan perang modern bagaikan takdir masa depan yang tak terelak“Biawakisme” yang ditulis Karel hampir 85 tahun yang lampau rasanya seperti bercerita tentang jerit tangis dan erang kematian anak-anak, perempuan tua, para pemuda dan lelaki-lelaki malang di Gaza.

Albert Einstein
Biawakisme tak hanya milik Jerman yang mengaum dalam Perang Dunia II, tetapi menyebar bak kuman dan mampir menyusup ke benak Bush senior dan junior yang mengobarkan Perang IrakJauh sebelumnya oleh Nixon dalam  Perang Viet Nam yang disetop kemudian oleh Kennedy si tampan yang tewas secara dramatis itu.
Teks novel Karel seakan-akan menjadi jebakan kepada siapa saja yang maniak perang, dan tak kuasa menolak takdir teks tersebutJangan-jangan perang macam ini selalu dilabeli dengan misi suci sebagai anti teroris walau dengan cara-cara yang lebih bengis dari cara-cara terorisPersis AS yang menginginkan demokrasi di Palestina dan menganjurkan Pemilu, tetapi tetap membenci Hamas yang keluar sebagai pemenang Pemilu.
Jangan lupa jika Albert Einsten juga adalah seorang Yahudi penemu rumus E-MC2, dalam segumpalan kecil materi terkandung energi maha dahsyat, embrional bom atomEinstein selalu berpihak kepada kemanusiaan dan ketika mengajar di Berlin pada 1915, ia menolak Manifesto 93 Cendekiawan Jerman yang hendak mendukung militerisme berbaju nasionalismeIa hengkang ke AS pada 1933 dan jadi warga AS sampai meninggal pada 1955.
Tapi Einsten keliru ketika ia menulis surat kepada Presiden  AS Franklin D Roosevelt pada 2 Agustus 1939 silam seraya merekomendasikan pembikinan bom atomIa tahu bahwa Jerman di bawah Hitler berancang-ancang membuat bom atom, dan tak mustahil memenangkan Perang Dunia IIIa berpihak kepada AS karena jika Jerman menang akan muncul rezim Nazi yang bengis tak berperikemanusiaan.
Tragisnya, Einstein salah hitungPresiden AS Truman menitahkan meledakkan bom atom di Nagasaki dan Hirosyima, dan beribu-ribu nyawa tak berdosa menjadi korbanPeristiwa itu membuat Einstein menangis“Jika tahu Jerman gagal membuat bom, saya tak akan berbuat apa apa untuk bom itu,” tulis Otto Nathan, teman dekat Einstein dalam sebuah buku.
Einstein bak menjalani takdirnya, seperti pemimpin Israel, dan mudah-mudahan Obama yang dilantik menjadi Presiden AS pada 20 Januari 2009 ini tak sudi turut sertaTampaknya, perang biawak hanya bisa dihentikan para biawak juga, ketika tak lagi sesakti Semar, dewa yang berobsesi menjadi manusiaTugas dunia adalah memanusiakan biawak, sehingga otaknya tercuci kembali steril laiknya manusiaTanpa itu, perang hanya diam beberapa waktu, dan berkobar di waktu yang lain**

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler