JAKARTA – Sejumlah tantangan menghadang bisnis telekomunikasi di Indonesia di masa mendatangPrediksi itu disampaikan VP Region XL Jabodetabek (PT XL Axiata Tbk) Dedi Sirath saat berkunjung ke kantor redaksi INDOPOS (JPNN Group) di Graha Pena Jakarta, Kamis (7/7)
BACA JUGA: Jelang Ramadhan, Pemerintah Mulai Operasi Pasar
Tantangan bisnis paling riil adalah perang tarif, antisipasi perkembangan teknologi, investasi, dan pembangunan infrastruktur (equipment)“Seputar wacana perang tarif antaroperator, misalnya, yang diuntungkan sebenarnya adalah pelanggan,” kata Dedi saat bertandang ke redaksi INDOPOS di Graha Pena Jakarta, Kamis (7/7)
BACA JUGA: Kenaikan Elpiji 50 Kg Ditunda
Dedi menjelaskan, operator saat ini sedang memberikan pelayanan lebih kepada pelanggannyaBACA JUGA: Pelni Seriusi Angkutan Kargo ke Intim
Saat ini XL, lanjut Dedi, berada pada posisi kedua di antara operator telekomunikasi lainnya di IndonesiaTarifnya berkisar Rp 25 per menitMenurut Dedi, meski tarif murah, perusahaan telekomunikasi harus meningkatkan kualitas jaringan, menambah infrastrukturnya seperti menara BTS, termasuk networking“Semakin tinggi pelanggan, semakin besar biaya operasionalnya,” katanyaBiaya operasional, kata Dedi, menghabiskan sedikitnya 2/3 dari capital expenditure perusahaan per tahun“Investasi untuk BTS minimal Rp 4-5 miliar,” ujar DediBeberapa operator telekomunikasi bahkan menyewakan menara BTS nya kepada operator lain
Dedi sempat meluruskan isu di masyarakat bahwa XL memonopoli pasar terkait aturan hard clusterisasi (peraturan yang membatasi pengisian pulsa digital/ elektrik yang ditetapkan XL sejak April 2011), penyedia server pulsa hanya bisa menjual di wilayah tempat mereka berada, tidak bisa di wilayah lain“Itu bertujuan bukan untuk monopoli tetapi agar tiap kluster bisa mengembangkan dirinya, justru aturan ini bisa mencegah monopoli dan mengembangkan dealer kecil,” tutupnya.
Dedi juga menambahkan, perusahaan telekomunikasi harus update teknologi meskipun tidak semua pelanggannya menggunakan teknologi terbaru tersebutSaat ini, misalnya, sudah dikembangkan teknologi 4G padahal tidak semua masyarakat Indonesia menggunakan teknologi 3G“Kita terus update padahal costnya sangat mahal, tetapi itulah risikonya untuk perusahaan telekomunikasi agar tetap eksis di pelataran bisnis tersebut,” katanya(vit)
BACA ARTIKEL LAINNYA... IHSG Efek Fluktuasi Regional
Redaktur : Tim Redaksi