Perang Urat Saraf Debat Capres Ketiga: Lebih Banyak Manuver Menyerang Personal Ketimbang Substansi

Oleh: Pangi Syarwi Chaniago - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting

Selasa, 09 Januari 2024 – 10:06 WIB
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Debat ketiga calon presiden di Pilpres 2024 membahas Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik.

Menurut saya, debat kali ini menunjukkan peningkatan baik dari segi format maupun substansi dibandingkan debat sebelumnya.

BACA JUGA: Hasil Riset Indonesia Indicator Ungkap Pemenang Debat Ketiga Capres Versi Netizen, Siapa?

Kini lebih mendekati esensi debat yang sesungguhnya dan mengurangi kesan debat rasa cerdas cermat.

Debat kemarin berlangsung dengan adu data, sindiran, dan ketegangan yang wajar dalam suasana debat sejati.

BACA JUGA: Pakar: Ganjar Cerdas dan Substantif dalam Debat Capres

Namun, kita harus ingat bahwa menyerang karakter pribadi calon presiden bukanlah bagian dari etika debat.

Meskipun perdebatan dapat sengit, perlu dihindari serangan personal. Contohnya, statement Prabowo mengkritik Anies terkait etika tidak seharusnya menyentuh karakter pribadi.

BACA JUGA: Duet Ganjar-Mahfud Janji Gelontorkan Subsidi Kuota Internet Bagi Pelajar

Publik menanti gagasan, pikiran, isu, program, kebijakan, dan ide dalam debat capres, bukan serangan personal.

Sayangnya, dalam debat terakhir, terlihat lebih banyak manuver penyerangan pribadi daripada fokus pada substansi debat.

Kritik Anies langsung ke jantung pertahanan, sindiran terhadap Prabowo konteks ketika terjadi pelanggaran etik dan termasuk jalan bareng berpasangan terhadap cawapres yang melanggar etika. Itu artinya ada kompromi terkait standar etika, dalam pidato mengolok-olok tentang tidak pentingnya etika, Anies yang tidak tega untuk mengulanginya.

Komentar Prabowo menarik soal Anies tidak pantas bicara etik, menyesatkan dan tidak berhak bicara etik, karena memberi contoh yang tidak baik soal etik.

Momen Pak Prabowo marah ketika bicara konteks etik. Anies sangat tajam mengkritik soal etika capres, soal ada orang dalam dalam pengadaan alutsista, adanya kompromi standar etika dan konflik kepentingan, dan politik saling sindir Anies soal pidato Capres Prabowo mengolok-ngolok tentang etika.

Tidak saling salaman pasca-debat antara Anies dan Prabowo menurut saya juga problem tersendiri, terlepas apakah itu aslinya Pak Prabowo dan Anies, kalau enggak nyaman, langsung memperlihatkan secara kasat mata tentang ketidaknyamananya ketimbang pura-pura.

Debat boleh keras, bantah data, saling menyerang, namun setelah debat seharusnya berangkulan kembali, seperti main bola, sekeras apapun kompetisi, habis saling tekel.

Namun, tetap berangkulan kembali, tukar jersey di akhir pertandingan sepak bola. Ini menjadi sangat krusial mempertontonkan dagelan panggung depan kepemimpinan yang tidak sportif, terlepas siapa yang bersalaman dan siapa yang menemui siapa, terlepas siapa yang lebih senior dan seterusnya, dan termasuk soal alasan Anies yang sudah mencari Prabowo. Namun, sudah tidak menemui Prabowo, bingung mau cari ke mana.

Prabowo mengatakan bahwa dia enggak datang ke saya. Saya lebih tua dari dia (Anies), lebih senior dan banyak lagi reason lainnya.

Saya berpikir habitus yang model begini sangat disayangkan terjadi, tidak fair dan tidak elok dipertontonkan dagelan politik semacam ini di panggung depan public. Tampak tidak berkelas sama sekali, mana contoh keteladanan dan kenegarawanan kepemimpinannya?

Prabowo seharusnya tidak perlu emosional, sampai terkesan perang urat saraf, terpancing, reaksioner. Di dalam debat fokus saja, yang ditanya itu yang dijawab, sehingga Prabowo tidak lelah sendiri karena terpancing emosional.

Diserang habis-habisan oleh paslon 01 Anies dan paslon 03 Ganjar, jangan-jangan ketika Prabowo merasa tersudutkan justru publik ramai-ramai empati karena seolah Prabowo terzalimi atau dalam pendekatan leksikon terminologi politik disebut “underdog effect”. Kita lihat saja nanti hasil surveinya.

Prabowo juga sangat rasional dan relatif terukur bicara konteks tantangan beliau selama menjabat sebagai Menhan, mulai dari tantangan persoalan keterbatasan anggaran pada plafon Kementerian Keuangan dan soal semua partai parlemen termasuk parpol yang mengusung Pak Anies Baswedan mendukung semua legacy yang dibuat.

Begitu juga jawaban Prabowo soal pertahanan keamanan yang tidak perlu ditutup-tutupi, kemudian Prabowo mengatakan justru soal pertahanan dan keamanan sarat dengan hal-hal rahasia.

Namun, Prabowo tidak cukup berhasil dalam waktu emas dan singkat memamerkan semua kinerja prestasinya selama menjabat Menteri Pertahanan agar approval ratingnya naik, tetapi terjebak juga kami “akan” melakukan ini dan itu. Padahal langsung saja saya “sudah” melakukan ini dan itu, bukan lagi “akan” tetapi “sudah”.

Ada suatu fenomena yang cukup menarik dalam debat ketiga capres, Grace Natalia yang mendatangi moderator ini juga dagelan politik yang tidak tepat dan tidak perlu terjadi.

Sangat disayangkan, tidak sesuai dengan tempatnya, meskipun hanya memprotes masa pendukung yang dianggap melakukan “gesture” yang mengganggu jalannya debat, harus ada sanksi dan teguran keras terhadap tim paslon 02.

Harus ada pembelajaran supaya yang model-model begini tidak terulang kembali terjadi di dalam debat-debat selanjutnya.

Saya mencermati, debat kali ini adalah panggung emas Ganjar dan Anies lebih dominan menguasai panggung, kemungkinan beliau akan mendapatkan sentimen yang lebih positif, sangat mahir dan piawai dalam penguasaan panggung.

Bagus dalam menyajikan dan adu data, bukan asumsi dan persepsi atau pikiran liar semata.

Berupaya konsisten untuk terus “men-downgrade” Prabowo Subianto, baik Ganjar maupun Anies sama mengkritik keras, memiliki kesamaan pandangan bahwa alutsista bekas sama membahayakan keselamatan prajurit itu sendiri.

Tampak sekali ikhtiar masing-masing capres berupaya memenangkan hati dan sentimen TNI dan Polri dengan memberikan harapan soal gaji, tunjangan dan perumahan dinas untuk prajurit. Politisi tentu harus mampu berupaya menghadirkan harapan.

Terkait dengan massa pendukung capres, saya rasa tidak ada urgensinya untuk dihadirkan di dalam forum debat, kehadiran mereka hanya membuat moderator dan penyelenggara sibuk dan menghabiskan waktu untuk menertibkan mereka yang justru menjadi “pengganggu” jalannya trayek debat.

Seharusnya untuk meningkatkan kualitas yang dihadirkan di dalam forum debat bukan pendukung dan tim sorak. Namun, para pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters) sehingga mereka bisa diyakinkan untuk memilih dengan menilai kualitas para kandidat dari hasil perdebatan atau jalan tengahnya dalam forum debat ke depan “tidak” perlu menghadirkan para pendukung masing-masing kandidat.

Sebab, di antara mereka ada yang terbukti mengeluarkan kata-kata diksi kotor seperti “bacot” dan seterusnya, sangat disayangkan kalau ini terus dibiarkan.

Menarik dalam debat kali ini, baik Ganjar dan Anies ramai-ramai memberikan penilaian terhadap kinerja Kementerian Pertahanan di bawah kepemimpinan Prabowo, Anies memberikan skor nilai 11 dari 100, sementara Ganjar memberikan skor 5 untuk Kinerja Menhan Prabowo berdasarkan fakta dan data yang mereka punya.

Sementara Prabowo juga membela diri tidak maksimal kinerja Menhan di bawah kepemimpinannya disebabkan karena ada peristiwa Covid-19 dan keterbatasan anggaran dari Kementerian Keuangan. Ini jawaban yang menurut saya sangat masuk commen sense dan fear.

Kelihatan Prabowo babak-belur dikeroyok Anies dan Ganjar. Pak Prabowo yang seharusnya menguasai dan paham soal pertahanan ternyata kesulitan untuk melawan argumen Ganjar dan Anies. Prabowo hanya bisa melakukan formulasi bertahan, hanya berkomentar bahwa data Anies-Ganjar salah.

Data yang dipegang keliru, dan tidak objektif dan bagaimana supaya debat cepat selesai dan berakhir tanpa memaparkan data pembanding untuk mengoreksi kesalahan yang beliau maksudkan.

Namun, tampaknya Pak Prabowo terpancing emosi dan kelihatan cenderung untuk menghindar. Ganjar dan Anies sangat berani untuk mengkritik, blak-blakan adu data, sehingga membuat Prabowo kehilangan pesona “gemoynya”.

Dengan demikian, izin kalau mau mengasih rapor nilai debat ketiga capres kali ini, Anies memperoleh poin 8, Ganjar 7 dan Prabowo poin 5 dari aspek gagasan, kompetensi, kapasitas, personaliti, kontekstual, studi kasus dan penguasaan serta wawasan kecerdasan berpikir masing-masing capres.(***)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler