Peraturan Pajak E-Commerce Segera Rampung

Kamis, 05 Oktober 2017 – 09:33 WIB
Ilustrasi pajak. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Penyelesaian peraturan menteri keuangan (PMK) tentang pengenaan pajak untuk bisnis ekonomi digital atau e-commerce terus dikebut.

Ketetapan pajak bagi e-commerce rencananya masih disesuaikan dengan payung hukum saat ini.

BACA JUGA: Pajak Baru 60 Persen, Menkeu Tetap Optimistis Capai Target

Yakni, Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Namun, hingga kini pemerintah belum bersedia mengungkapkan skema pajak e-commerce yang nanti diberlakukan.

BACA JUGA: E-Commerce Jadi Tulang Punggung Ekonomi Digital

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi hanya mengungkapkan, beleid tersebut akan mengatur cara pembayaran hingga objek yang akan dipungut.

Aturan tersebut dijanjikan rampung pekan depan.

BACA JUGA: Penetrasi Perdagangan Online Dinilai Masih Rendah

’’Dipungutnya berapa, rate-nya berapa, itu ada semua. Mudah-mudahan minggu depan kalau bisa,’’ ujar Ken di Gedung DPR, Rabu (4/10).

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, bisnis e-commerce merupakan fenomena yang cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis serta perekonomian Indonesia.

Karena itu, pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan agar memberikan kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen.

’’Negara memiliki hak. Salah satunya, pajak yang terutang dari aktivitas bisnis e-commerce. Maka, sektor ini perlu diatur agar tercipta keadilan (membayar pajak sebagaimana perdagangan konvensional) dan pasti (didasarkan pada aturan yang jelas dan fair),’’ paparnya.

Karena itu, direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tersebut menuturkan, upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce layak diapresiasi.

Lebih dari itu, aturan tersebut diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif.

’’Maka, rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, serta memberikan insentif yang tepat sangat dibutuhkan,’’ jelasnya.

Prastowo juga mengingatkan bahwa e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh. Pemerintah sebaiknya lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku.

Karena itu, perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada.

’’Pelaku start-up seyogianya mendapatkan perlakuan yang berbeda (insentif) agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak bisa berkontribusi maksimal bagi negara,’’ tuturnya.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia Aulia Ersyah Marinto menuturkan, pengusaha e-commerce ingin pemerintah mengadakan dialog lebih lanjut mengenai penerapan pajak untuk e-commerce.

’’Ini bukan soal kami keberatan. Bukan kami tidak propajak. Tapi, soal substansinya. Sebab, tata kelola hanya menyebut nama marketplace. Padahal, medianya kan banyak, termasuk medsos,’’ ujarnya.

Aulia menjelaskan, pihaknya mendengar bahwa skema penarikan pajak mengambil pajak dari seller-seller di dalam marketplace dan e-commerce.

Skema seperti itu dikhawatirkan membuat e-commerce mati.

’’Kalau caranya begitu, seller akan berpikir mending pindah ke medsos saja yang tidak terjangkau oleh aturan itu. Lantas, investasi kami yang sudah besar bagaimana, katanya e-commerce sebagai penggerak ekonomi digital?’’ papar CEO Blanja.com tersebut. (ken/agf/c15/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BI Janjikan Penerbitan Izin Uang Elektronik Maksimal 35 Hari


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler