Perbankan Dihantui Rasio Kredit Bermasalah

Senin, 10 April 2017 – 11:24 WIB
Bank Indonesia. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Perbankan masih dihantui bayang-bayang rasio kredit bermasalah alias nonperforming loan (NPL) yang masih tinggi.

Sepanjang Maret 2017 lalu, NPL berada di angka 3,16 persen.

BACA JUGA: Investor Asing Borong Saham Rp 3 Triliun

Angka tersebut naik dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu yang masih 2,93 persen.

Naiknya NPL tersebut disebabkan lambatnya pertumbuhan bisnis pada awal tahun sehingga berdampak pada kualitas kredit.

BACA JUGA: Perbankan Nasional Lebih Tahan Krisis

”Itu memang pola kuartal pertama yang selalu (pertumbuhan bisnis) lebih rendah. Biasanya kegiatan ekonomi baru mulai kelihatan pada kuartal kedua dan seterusnya,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara di Jakarta akhir pekan lalu.

Menurut dia, naiknya NPL masih dibarengi dengan permodalan perbankan yang cukup kuat.

BACA JUGA: Capital Inflow Sepanjang 2017 Tembus Rp 79,1 Triliun

Rata-rata rasio kecukupan modal bank saat ini lebih dari 20 persen.

Pencadangan yang dilakukan perbankan mencakup 102–104 persen dari NPL. ”Permodalan masih baik,” lanjut Mirza.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon menjelaskan, kondisi perbankan saat ini cukup baik.

Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) per Februari 2017 sebesar 23,18 persen.

Sedangkan return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) juga masih di batas dua persen.

Net interest margin (NIM) masih berada di 5,28 persen alias paling tinggi di Asia Tenggara.

Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) juga membaik dari 83,94 menjadi 81,69 persen.

”Sementara itu, loan to deposit ratio (LDR) masih kurang dari 92 persen, yaitu 89,12 persen,” ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan, pertumbuhan kredit setelah kuartal pertama bisa lebih tinggi.

Secara year to date (ytd) sejak Januari hingga Maret, laju pertumbuhan kredit minus 0,7 persen.

 ”Semester kedua bisa lebih baik. Bisa di atas double digit,” ujar Muliaman.

Ekonom BCA David Sumual mengatakan, penurunan penyaluran kredit pada kuartal pertama tahun ini juga disebabkan lemahnya kepercayaan dunia bisnis.

”Kepercayaan dunia bisnis masih lemah karena belanja pemerintah yang juga lesu,” ujarnya kepada Jawa Pos. (rin/dee/c25/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perbankan Diminta Genjot Kredit Lunak untuk UMKM


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler