Capital Inflow Sepanjang 2017 Tembus Rp 79,1 Triliun

Sabtu, 08 April 2017 – 16:30 WIB
Ilustrasi. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Surat berharga negara (SBN) mendominasi aliran modal masuk atau capital inflow sepanjang tahun ini.

Total capital inflow mencapai Rp 79,1 triliun secara year to date (ytd) mulai Januari hingga 5 April 2017.

BACA JUGA: Bareskrim Didesak Usut Kasus Penggelapan Saham Bank...

Dana yang masuk lewat SBN atau surat utang Rp 62,1 triliun, saham (Rp 9,7 triliun), dan sisanya melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Menurut Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, Indonesia masih menjadi pilihan menarik bagi para pemilik dana.

BACA JUGA: Kontribusi Dana Pensiun Terhadap Infrastruktur Rendah

”Ini menunjukkan bahwa optimisme kepada emerging market, termasuk Indonesia, masih baik,” katanya di Jakarta, Jumat (7/4).

Cadangan devisa yang masih mencukupi, inflasi yang terkendali, serta pertumbuhan ekonomi yang masih terbilang tinggi di antara negara-negara berkembang membuat Indonesia masih dilirik.

BACA JUGA: Pembiayaan Bank Syariah Tumbuh 13,87 Persen

Di sisi lain, kata Mirza, banyak negara emerging market yang belum memiliki prospek dan kondisi ekonomi sebaik Indonesia.

Misalnya, Afrika Selatan, Turki, dan Meksiko. Pasar keuangan di negara-negara tersebut berkembang negatif karena berbagai hal.

Salah satunya masalah krisis keamanan dan inflasi yang kurang terkendali.

”Meksiko saja sudah menaikkan suku bunga acuannya lima kali,” ujar Mirza.

Dia menambahkan, jika Indonesia memiliki target ekonomi yang positif, sejumlah kemudahan harus diberikan.

Salah satunya dalam berinvestasi di sektor riil.

Mirza berharap pemerintah bisa lebih memangkas aturan-aturan investasi yang menghambat agar dana yang masuk ke sektor riil bisa terus tumbuh seperti dana yang masuk ke pasar keuangan.

”Asalkan kita terus deregulasi dan jaga inflasi dengan baik, anggaran bisa tetap sehat, defisit terkendali misalnya di 2,5 persen dari PDB (produk domestik bruto), maka tekanan domestik akan membaik,” tuturnya.

Dengan begitu, peringkat ease of doing business (EODB) akan naik dan pertumbuhan ekonomi akan lebih baik.

Cadangan devisa Indonesia pada Maret 2017 tercatat USD 121,8 miliar.

Jumlah tersebut lebih tinggi dibanding posisi cadangan devisa akhir Februari 2017 USD 119,9 miliar.

Peningkatan cadangan devisa tersebut terutama dipengaruhi penerimaan devisa dari berbagai sumber.

Yakni, penerimaan pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah, penerbitan global bonds pemerintah, serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas.

Penerimaan devisa itu melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara menyatakan, cadangan devisa per akhir Maret 2017 cukup untuk membiayai berbagai keperluan.

Di antaranya, selama 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Cadangan devisa itu juga berada di atas standar kecukupan internasional, yakni sekitar tiga bulan impor.

”Cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” ujarnya. (rin/c21/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kartin1 Gabungkan Data KTP, SIM, dan ATM


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler