Perbankan Masih Sulit Tingkatkan Kualitas Kredit

Kamis, 10 November 2016 – 09:15 WIB
BI. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah harus bekerja keras merealisasi anggaran belanja bila menargetkan pertumbuhan ekonomi bertahan di level lima persen pada akhir tahun.

Alasannya, pemotongan anggaran belanja pemerintah Rp 137 triliun terbukti melambatkan pertumbuhan ekonomi di angka 5,02 persen pada kuartal III lalu.

BACA JUGA: Akhir Bulan, Harga Gas Industri Turun

Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menyatakan, pemangkasan anggaran tidak hanya menghambat ekonomi nasional, tetapi juga pertumbuhan ekonomi di daerah.

’’Biasanya pemerintah bisa menghabiskan Rp 100 triliun sebulan. Mungkin bisa lebih sedikit, Rp 150–300 triliun. Tapi kalau sampai Rp 700 triliun sih nggak bisa,’’ katanya kemarin (9/11).

BACA JUGA: Perbankan Makin Agresif Garap Kredit Segmen Menengah

Lana menilai, Indonesia cukup beruntung dengan capaian pertumbuhan ekonomi 5,02 persen pada kuartal III 2016.

Pada akhir tahun, ekonom Samuel Aset Manajemen itu menyarankan tidak mengandalkan konsumsi rumah tangga.

BACA JUGA: Pembangunan Infrastruktur Butuh Rp 5.500 Triliun

Sebab, efek momen liburan akhir tahun tidak sebesar liburan Lebaran pada pertengahan tahun lalu. Tingkat konsumsi rumah tangga akan naik meski tidak terlalu besar.

Di sisi lain, konsumsi lembaga nonprofit dari momentum pilkada juga tidak cukup menjadi booster.

Banyak calon yang akan memanfaatkan media sosial karena dianggap lebih murah. Karena itu, Lana mengimbau pemerintah mengonsumsi seefektif mungkin untuk mendorong peran swasta.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini bahwa perekonomian Indonesia bisa menyentuh 5,1 persen pada akhir tahun.

Sebab, kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia masih bagus.

Terutama didorong program amnesti pajak yang terus berlangsung hingga Maret 2017.

’’Kami memperkirakan dana repatriasi bisa mencapai Rp 100 triliun hingga Desember 2016,’’ katanya.

Chief Economist Bank Mandiri Anton Gunawan menilai Indonesia masih harus mewaspadai permintaan.

Sebab, ekonomi Indonesia lebih didorong penurunan impor daripada peningkatan ekspor.

Di sisi lain, BI tidak bisa hanya mengandalkan intervensi suku bunga.

Sekalipun 7-days reverse repo rate telah diturunkan menjadi 4,75 persen, perbankan masih sulit meningkatkan kualitas kredit dengan angka kredit macet di atas tiga persen.

Hal itu membuat penyaluran kredit kurang maksimal, ditambah sisi permintaan kredit yang tergolong rendah.

’’Saya sih melihat ini belum benar-benar fundamental yang baik. Konsumsi rumah tangga dan investasi kita masih rendah. Meski kalau dibandingkan dengan negara-negara emerging market yang lain, kita masih mendingan,’’ tuturnya (gen/c5/rin/c18/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Pastikan Ekonomi Masih Aman Setelah Demo 4 November


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler