Perekat Nusantara: KPK Jangan Mengintimidasi Profesi Advokat Termasuk Kuasa Hukum Lukas Enembe

Sabtu, 01 Oktober 2022 – 15:52 WIB
Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara Petrus Selestinus (tengah) sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) Petrus Selestinus menilai KPK sudah sering melontarkan ancaman terhadap Advokat ketika menjalankan profesinya atau pada saat Advokat bersikap opisi terhadap komisi antirasuah itu seperti menunda atau menolak pemeriksaan kliennya disertai alasan tertentu yang dimungkinkan oleh KUHAP dan UU Tipikor.

“Dalam kasus dugaan korupsi, yang disangkakan KPK kepada Lukas Enembe, Gubernur Provinsi Papua, KPK mengancam akan menindak Advokat Roy Rening dkk. Pasalnya, kuasa Hukum Lukas Enembe dinilai menghalangi, merintangi atau ingin menggagalkan penyidikan yang dilakukan oleh KPK, dengan dalil Pasal 21 UU Tipikor,” kata Petrus Selestinus dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (1/10).

BACA JUGA: Lukas Enembe Diminta Tiru Sikap Barnabas Suebu yang Patuh Hukum

Dalam banyak kasus, menurut Petrus, KPK sudah sering mengeluarkan ancaman bahkan mengintimidasi tidak saja terhadap Advokat, akan tetapi juga terhadap Saksi-Saksi.

Beberapa waktu lalu, kata Petrus, Advokat Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana sebagai Kuasa Hukum tersangka Mardani H Maming juga menghadapi ancaman KPK akan dikenakan Pasal 21 UU Tipikor.

BACA JUGA: Pemuka Agama di Papua Minta Lukas Enembe Jujur kepada KPK

Padahal, menurut Petrus, apa yang dilakukan oleh Advokat dalam menjalankan profesi di KPK, Polri maupun Kejaksaan, tidak lain adalah demi melindungi kepentingan Hukum dan HAM bagi klien yang dijamin oleh KUHAP, UU Tipikor, UU Tentang KPK dan UU HAM.

Sebab, sikap oposan Advokat terhadap KPK, Polri dan Kejaksaan tak terhindarkan dan itu dibenarkan oleh UU Advokat.

BACA JUGA: Syarifuddin Sebut OTT KPK Jadi Momentum Memperbaiki Performa Lembaga Peradilan

Mitra Kerja yang Oposan

Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mengatakan dalam KUHAP, UU Tipikor, UU KPK maupun di dalam  UU HAM menekankan tugas Penyelidik dan Penyidik senantiasa wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dalam arti yang luas.

Frasa tentang "tindakan lain" menurut hukum yang bertanggung jawab di dalam KUHAP, menurut Petrus, diartikan sebagai tindakan yang tidak bertentangan dengan aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum.

“Harus patut dan masuk akal serta berdasarkan pertimbangan yang layak serta menjunjung tinggi HAM,” ujar Petrus.

Pada titik inilah, menurut Petrus, KUHAP dan UU Advokat memberikan otoritas kepada Advokat atau Penasihat Hukum mengotorisasi kekuasaannya untuk beroposisi terhadap Penegak Hukum lainnya pada setiap tingkat pemeriksaan sesuai dengan KUHAP.

“Artinya tindakan Advokat Roy Rening dkk yang dipandang KPK sebagai memenuhi unsur Pasal 21 UU Tipikor, di mata Advokat hal itu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh KPK.

Padahal KPK memiliki kewenangan lebih besar untuk melakukan upaya paksa yang ekstrim tanpa bisa dihalang-halangi secara ekstrem oleh organ lain di luar KPK, tanpa harus mengancam profesi Advokat.

Oleh karena itu, Petrus menegakan tidak pada tempatnya KPK mengintimidasi Advokat Roy Rening dkk, kecuali hal itu hanya boleh terjadi sebatas cara pandang atau perspektif yang berbeda antara Advokat dan KPK.

“Tidak boleh sampai kepada memberlakukan Pasal 21 UU Tipikor terhadap Advokat Roy Rening dkk yang sedang menjalankan tugasnya,” tegas Petrus.

Oleh karena itu, KPK jangan menggunakan kacamata kuda dalam melihat profesi Advokat di satu sisi dan kewenangan KPK berdasarkan Pasal 21 UU Tipikor pada sisi yang lain, ketika Advokat selalu oposan terhadap Penegak Hukum yang lain.

“UU Advokat memberikan hak imunitas kepada seorang Advokat,” ucap Petrus.

Kultur Masyarakat Papua

Petrus menjelaskan sikap oposisi Advokat Roy Rening dkk terhadap kebijakan KPK melakukan upaya paksa terhadap Lukas Enembe adalah konstitusional.

Sebab, banyak aspek yang perlu dipertimbangkan terutama aspek psikologis, sosiologis dan terutama kultur masyarakat Papua yang melihat Lukas Enembe tidak saja sebagai Gubernur akan tetapi juga sebagai Kepala Suku dan itu budaya yang harus dihargai.

“Sikap mengulur waktu pemeriksaan, di samping terdapat fakta bahwa Lukas Enembe dalam kondisi tidak sehat, juga untuk membangun pemahaman kepada warga simpatisanya menerima upaya paksa KPK, sehingga diperlukan waktu dengan cara menunda pemeriksaan. Toh, tidak salah karena masih ada hari esok yang lebih baik,” ujar Petrus.

Oleh karena itu, Petrus meminta KPK menghentikan ebiasaan mengancam dan mengintimidasi Advokat, Saksi dan Tersangka ketika hendak diperiksa.

Petrus juga meminta KPK untuk menghargail kultur masyarakat setempat yang pada daerah tertentu karena alasan budaya menempatkan kepala pemerintahannya sebagai raja kecil yang tanpa dosa dan harus dihormati.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler