Sejumlah perempuan Aborigin dari Alice Springs, Kawasan Australia Utara telah melakukan perjalanan ke ibukota Australia, Canberra untuk menyampaikan pesan kuat soal kekhawatiran terhadap serangan perempuan di komunitas mereka. Mereka membutuhkan lebih banyak dukungan untuk bisa menghentikan masalah ini. Kekerasan Terhadap Perempuan Aborigin AustraliaSejumlah perempuan dari suku asli benua Australia yang tergabung dalam Tangentyere Women's Family Safety Group akan menggelar aksi duduk di Gedung Parlemen, CanberraBeberapa dari anggota kelompok tersebut pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pasangan dan keluarganya sendiriJumlah perempuan Aborigin yang meninggal akibat kekerasan domestik dua kali lipat dibanding perempuan Australia lainnya
BACA JUGA: Dosen Senior UQ Mundur Karena Tuduhan Pelecehan Seksual
"Pada dasarnya kita semua sudah muak. Kami ke sini untuk menyerukan pada pembuat keputusan, kita sebenarnya ingin agar suara kami didengar," kata Shirleen Campbell, penduduk Kamp Hoppy, satu dari 18 komunitas kota di pinggiran kawasan Alice Springs. .
"Kami adalah orang-orang yang berada di akar rumput, dan kami tahu yang terbaik untuk warga kami, jadi datang ke Canberra adalah sebuah permulaan."
BACA JUGA: 10 Ton Kotoran Burung Merpati Diatas Kubah Stasiun Flinders Street
Kelompok Keselamatan Keluarga Perempuan Tangentyere, adalah aliansi pendidikan dan dukungan bagi korban kekerasan dalam keluarga di Australia. Mereka akan duduk di Parlemen, hari Selasa (27/03), untuk mengenang para perempuan yang telah terbunuh atau terluka oleh pasangan dan anggota keluarga mereka. Photo: Banyak diantara perempuan ini pernah menjadi korban kekerasan oleh keluarganya sendiri. (ABC News: Adam Kennedy)
BACA JUGA: Bayi Lahir Caesar Lebih Rentan Komplikasi Kesehatan
Dua dari tante Shirleen dibunuh oleh pasangan mereka sendiri pada tahun 2014 dan 2015. Sebelum meninggal, keduanya sudah menagalami pelecehan selama beberapa tahun.
"Saya melakukan ini untuk putriku, dan aku melakukannya juga untuk nenekku, ibuku, tanteku, dan aku juga akan mengenang dua tanteku yang tidak ada di sini hari ini, dan aku melakukannya untuk menghormati keduanya," katanya.
Anggota lain dari kelompok tersebut yang juga hadir sudah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Jumlah perempuan dari suku Aborigin dan Torres Strait Islander yang dibunuh oleh pasangan mereka sendiri dua kali lipat lebih banyak dari jumlah perempuan Australia lain yang menjadi korban. Angka ini didapat dari sebuah penelitian yang dikeluarkan oleh Institut Kesehatan dan Kesejahteraan Australia bulan Februari lalu.
Para perempuan ini memulai pawai dengan melewati pusat Alice Springs tahun lalu. Mereka mendesak lebih banyak perhatian media dan pemerintah soal kematian dan serangan serius terhadap wanita Pribumi di Australia Tengah. Photo: Kelompk perempuan Tangentyere ingin agar perempuan yang jadi korban kekerasan diperhatikan. (ABC News: Bridget Brennan)
'Kami ingin Pemerintah mendengar'
Senator untuk Kawasan Australia Utara dari Partai Buruh, Malarndirri McCarthy memuji para perempuan tersebut karena keberanian mereka. Ia mengatakan masing-masing memiliki "cerita pribadi soal kekerasan yang dialaminya:.
"Mereka telah melalui banyak hal. Secara emosional mereka telah menanamkan pandangan soal apa yang ingin mereka lihat untuk mereka sendiri dan anak-anak serta cucu-cucu mereka," katanya.
"Ini sekelompok orang yang datang dari sebuah pemukiman d Alice Springs, mengalami insiden kekerasan keluarga yang paling mengerikan sehari-hari, dan mereka mau melakukan sesuatu untuk masalah ini."
"Ada sejumlah perempuan First Nations [sebutan resmi suku Aborigin Australia] yang selalu berbicara satu sama lain tentang dampak [kekerasan]. Kadang-kadang suara-suara itu bisa keras dan kuat, dan di lain waktu mereka masih membutuhkan dorongan," tambah Senator Malarndirri. Photo: Malarndirri McCarthy memuji aksi yang dilakukan oleh sejumlah perempuan Aborigin. (ABC News: Bridget Brennan)
Perempuan Tangentyere mendidik warga pemukiman soal intervensi awal dan pencegahan kekerasa. Tetapi Shirleen mengatakan kelompoknya juga mencari dana jangka panjang dari pemerintah untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
"Kami ingin memberitahu pemerintah untuk mendengarkan kami, berdiri bersama kami dan mendukung kami," katanya.
"Kami bekerja keras dan kami ingin membangun kolaborasi itu dengan Pemerintah berbagi suara, kami ingin program kami dijalankan untuk generasi berikutnya."
Shirleen sendiri adalah seorang ibu lima anak. Menurutnya untuk berbicara dan berupaya membuat perubahan di komunitas kecil mereka pernah jadi hal sulit bagi banyak perempuan di kawasan Tangentyere.
"Empat, lima tahun yang lalu benar-benar menakutkan, benar-benar memilukan. Butuh beberapa waktu bagi saya untuk bisa seperti sekarang dan memiliki perasaan seperti sekarang," katanya.
"Saya merasa sangat kuat dan percaya diri. Kita berharap program ini bisa berjalan untuk generasi mendatang."
"Sebuah kehormatan juga bisa datang ke Canberra, karena saya ingin membagikan pesan soal masalah yang terlihat ini."
Simak laporannya dalam Bahasa Inggris disini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Enam Kasus Campak Baru di Melbourne