jpnn.com - JAUH dari pengawasan keluarga, bebas dari intervensi. Itu gambaran pergaulan yang bakal didapat anak muda jika memilih tinggal di indekos. Ada baiknya, ada pula buruknya.
Satu yang menggoda adalah pergaulan bebas. Bahkan saat keenakan, bisa terjerumus dan berujung hamil di luar nikah. Bahkan beberapa di antara mereka terpaksa memilih melakukan aborsi demi menutup aib pada keluarga dan menghindari ancaman putus dari sang kekasih.
BACA JUGA: Berbadan Dua, Kekasih Tak Percaya...Bertengkar, Ditikam
Ya, sebuah penelusuran Kendari Pos beberapa waktu lalu terkait maraknya kasus aborsi di Kota Kendari, menunjukkan 90 persen pelaku aborsi dilakoni oleh mahasiswi. Sebanyak 5 persen ibu rumah tangga, 3 persen pelajar dan 2 persen tidak diketahui latar belakangnya. Hasil tersebut diketahui dari hasil wawancara sejumlah bidan yang melayani aborsi di Kota Kendari. Bidan ini biasa melayani permintaan menggugurkan 5-7 orang per bulan.
Seperti yang dialami RN, salah seorang mahasiswi pada perguruan tinggi di Kota Kendari. Ia mengaku masa depannya rusak semasa mengenyam pendidikan di bangku kuliah. RN bercerita, hubungannya dengan mantan kekasih saat itu bermula dari saling bantu dalam mengerjakan tugas kuliah. Memiliki kemampuan yang berimbang dalam seluruh mata kuliah keduanya merasa cocok dan memutuskan untuk menjadi pasangan kekasih.
BACA JUGA: Pajajaran Diserang Ribuan Ulat Bulu
Merasa selalu diperlakukan oleh sang kekasih, RN begitu yakin jika si pria adalah sosok yang tepat untuk menjadi suaminya. Tak heran jika kebutuhan pribadi pun menjadi tak lagi rahasia di antara mereka. Mulai dari makan dan minum, keuangan dan pakaian sudah ditangani bersama layaknya suami istri. RN pun tak berpikir dua kali lagi untuk menyerahkan semuanya pada pujaan hatinya. Alhasil, baru memasuki semester empat, RN mengandung buah cintanya dengan sang pria idamannya itu.
Kondisi keduanya yang sama-sama masih menjalani proses perkuliahan membuat si pria enggan bertanggung jawab. RN didesak untuk menggugurkan kandungannya, bahkan diancam akan ditinggal pergi. Dilema bagi RN, selain karena takut dihukum orang tuanya, dia juga tak kuasa kehilangan kekasihnya.
BACA JUGA: Pekanbaru Diteror Bom Molotov
"Saya terpaksa gugurkan. Saya malu dan takut sama ayah dan ibuku. Tidak sanggup aibku terbongkar, jadi saya gugurkan. Pacarku juga dia bantu waktu itu. Tapi setelah itu, dia mulai berubah dan akhirnya putus. Menyesal aku," ungkap RN.
RN mengaku pernah tinggal di indekos di Lorong Kusuma Kelurahan Lalolara Kecamatan Kambu. Di tempat yang dihuninya selama empat tahun ini memang tidak ada aturan tegas yang mengikat penghuni kos. "Masih bebas. Bukan hanya saya yang tinggal satu kamar, hampir semua kamar penghuninya laki-laki sama perempuan. Ada juga ibu kos tapi dia tidak urus begituan. Yang penting kita membayar tepat waktu," katanya.
Nasi sudah jadi bubur kata RN, namun setidaknya dia sangat berharap pengalaman buruk itu tidak terjadi pada junior-juniornya di kampus. Seharusnya, kata RN, razia indekos atau melarang adanya kos-kosan yang menerima pria dan wanita dalam satu asrama, lebih ditingkatkan lagi.
"Sudah ada yang seperti itu tapi baru sedikit. Maunya itu ada aturan tegasnya dari pemerintah, di Jogja kan begitu. Putra sama putra dan putri sama putri. Setiap kos-kosan ada ruang tamunya," terang wanita yang tengah menempuh studi strata dua itu. (*/b/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TERLALU! Urus Surat di PN Dipungli Rp 600 Ribu
Redaktur : Tim Redaksi