Perih sang Ibunda Dituduh Maling Ayam, Kini jadi Pengusaha Sukses

Kamis, 10 September 2015 – 16:32 WIB
Haji Doni. Foto: Mesya Muhammad/JPNN.com

DENDAM ‎bisa menjadi pelecut untuk meraih sukses, seperti yang dialami Haji Doni, pengusaha sapi, showroom mobil, dan properti dengan omzet ratusan miliar rupiah per bulan. Bagaimana kisah bapak tiga anak ini?
-------------------
Mesya Muhammad-JPNN
-----------------
Kamis (10/9),‎ Haji Doni benar-benar padat acara. Datang ke Mal Sapinya, Haji Doni tidak tampak seperti pengusaha kelas besar. Hanya mengenakan levis, sepatu agar tampak sporty, kemeja putih, dan memakai tas selempang.

Tiba di showroom yang sejak medio Agustus diubah menjadi tempat jualan sapi, pria berusia 50 tahun ini dengan ramahnya menyapa beberapa wartawan TV dan online yang sudah menunggunya sejak pagi.

BACA JUGA: Tuhan Keliling Kampung Berburu Ayam

"Maaf ya saya terlambat. Ini teman-teman media sabar ya," ujar Doni yang minta waktu ganti kemeja kotak-kotak, Kamis (10/9).

Doni mengaku, selain sibuk melayani customer dari berbagai kalangan seperti artis, pejabat, ulama,‎ pengusaha, dan perorangan lainnya, hampir tiap hari didatangi wartawan. Meski sibuk Doni tetap memberikan waktu ke setiap media yang ingin mendapatkan tentang bisnisnya.

BACA JUGA: Kok Nama Anak Cuman Satu Huruf? Ini Kata Ayahnya

"Semuanya saya layani, tak perlu janjian saya pasti siap sedia. Cuma ada jamnya, kayak ini nanti saya mau ketemu sama Julia Perez dan personil Smash‎, mereka mau lihat sapi untuk kurban," tuturnya saat berbincang-bincang dengan JPNN, Kamis (10/9), di tempat jualan sapi, di Jalan Akses Universitas Indonesia Nomor 28C, Kelapa Dua, Depok.

Ketertarikan Doni yang asli Betawi ini karena dendam akan kemiskinan. Sejak kecil, Doni hidup prihatin. Untuk makan sehari-hari, sudah beruntung Doni bisa makan nasi. Sebab ortunya tidak punya uang untuk beli lauk.

BACA JUGA: Kambing Dianggap Keramat, Makan Dagingnya bisa Bikin Celaka

Doni bisa merasakan nikmatnya lauk tempe tahu di saat lebaran Idul Fitri saja. Ketika orang-orang makan ketupat lengkap dengan semur atau rendang, opor ayam, keluarga Doni kecil hanya makan lauk tempe tahu.

Pernah suatu ketika, dari hasil usaha ibunya yang kerja serabutan, bisa membeli seekor ayam. Ayam itu rencananya mau diternakkan agar bisa diambil telurnya sebagian untuk dimakan, sebagian lagi dipelihara. Tapi apa dilacur, ibunya Doni dituduh maling ayam.

"Sakit hati saya saat itu, ibu yang saya sangat hormati dituduh mengambil ayam orang. Padahal ibu saya itu orang yang sangat jujur dan meski miskin tidak pernah mengemis. Malah meski miskin, ibu selalu memberikan sedekah ke orang yang lebih melarat lagi," ujarnya.

Penghinaan serta kemiskinan ini membuat Doni dendam. Di hati Doni, terucap janji akan menjadi pedagang daging agar bisa makan daging setiap hari. Dan benar saja, lulus SD, Doni yang tidak bisa melanjutkan sekolah memilih bekerja sebagai kuli. Dari hasil kuli itu, Doni menyisihkan rupiah demi rupiah hingga terkumpul Rp 250.

Dari modal itu, Doni mulai menjual daging sapi. Pagi dinihari, pengusaha yang memiliki empat o‎utlet sapi di Depok dan peternakan sapi di Lampung ini sudah berburu ke Pasar Buncit. Saat itu Doni hanya membeli beberapa kilo daging saja.

Agar dagingnya awet, Doni sengaja membungkusnya dengan daun dan menjajakannya di Pasar Cisalak. Melihat Doni kecil jualan daging, banyak pembeli yang iba dan dagangan Doni setiap harinya habis terjual.

Doni tidak lupa akan janjinya, di hari pertama jualan daging, Doni menyisihkan setengah kilo daging sapi untuk diberikan kepada ibunya. Sebenarnya daging itu akan dibeli orang, namun Doni sengaja tidak menjualnya karena ingat akan sumpahnya. Itu kali pertama Doni bisa merasakan nikmatnya daging sapi.

"Saya baru bisa makan daging sapi nanti usia 14 tahun. Itu sangat membekas di hati saya. Ingat wajah ibu waktu saya kasi daging setengah kilo untuk dimasak," katanya dengan mata menerawang.

Setahun jualan daging sapi, Doni bisa mengumpulkan modal cukup banyak. Dia bisa membeli empat ekor sapi per hari. Sapinya kemudian disembelih sendiri dan dipasok ke Pasar Cisalak. Doni kecil pun berubah menjadi bos daging di usia 14 tahun.

Berkat keuletannya itu Doni kini memiliki ribuan sapi dan puluhan ribu sapi yang diternakkan di Lampung. Doni juga memiliki showroom mobil dan properti. Satu yang membuat Doni sukses, sedekah tidak pernah dia lupakan.

"Kalau mau sukses, harus minta doa orangtua dan rajin sedekah. Sedekah tidak nanti kita mampu. Saat kita miskin, harus tetap bersedekah," tuturnya.

Kecintaan Doni akan sapi kini menurun kepada putri pertamanya, Salsa. Sejak kecil, Salsa sudah senang memelihara sapi. Melihat hobi putrinya itu, Doni memberikan anaknya sapi lokal jenis‎ sherollis. Sapi berwarna putih itupun diberi nama Bully.

‎Bully dirawat keluarga Doni sejak lahir. Yang unik, Bully tidak hanya makan jerami saja. Makanan manusia seperti pidza, burger, tempe, gorengan, soft drink dikonsumsi Bully. Bully juga dirawat layaknya anak sendiri. Setiap bulan, Bully diperiksa oleh dokter hewan khusus yang tarifnya sekali periksa Rp 300 ribu.

Pada 2007, tepat di enam tahun usia Bully, datanglah seorang kyai dari Cirebon. Sang kyai meminta Doni menjual sapinya. Namun Doni menolak, karena Bully tidak akan pernah dijual karena sudah dianggap seperti keluarga sendiri.

Namun, sang kyai tetap ngotot dan akhirnya bisa mengubah pendirian Doni. Tanpa tawar menawar, Bully yang beratnya sekitar satu ton itu akhirnya dilepas dengan harga Rp 125 juta. Putri Doni, Salsa sampai mer‎aung-raung karena tidak rela sapi kesayangannya dijual.

"Saya juga nangis waktu itu, semuanya menangis karena sangat kehilangan. Tapi saya ingat kata kyai, daripada mati dimakan usia mendingan dijual dan bisa dimakan fakir miskin," bebernya.

Saking cintanya ke Bully, Doni mengaku tidak mau memegang uang Rp 125 juta tersebut. Atas persetujuan putrinya Salsa, uang itu digunakan untuk menghajikan tiga orang kaum mustahiq. Salah satu yang dihajikan Doni adalah karyawannya yang sudah puluhan tahun ikut keluarganya.

"Karyawan saya itu cuma tukang arit. Dia biasanya ambil jerami untuk sapi. Kebetulan cita-citanya ingin ke Baitullah, makanya saya hajikan. Sekarang ketiga orang yang saya hajikan dengan uang penjualan Bully sudah almarhum. Namun saya bahagia, karena Bully itu tiga orang fakir miskin bisa menjadi tamu Allah," tutup Doni. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Trump Bilang 10 Menit Lagi, Eh...Kursi Ketua DPR Malah Bergoyang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler