jpnn.com, JAKARTA - Memasuki tahun 2022, sebagian besar dari kita, masyarakat Indonesia, tentu berharap menjadi tahun kebangkitan dan momentum pemulihan diri dari kehancuran ekonomi akibat tercabik-cabik pandemi Covid-19.
Namun, belum juga beranjak, kita sudah dihadapkan dengan beragam persoalan. Salah satunya kenaikan harga dan kelangkaan bahan pokok seperti minyak goreng dan kedelai yang menjadi bahan baku tahu dan tempe.
BACA JUGA: Perusahaan Haji Isam Diduga Terlibat Kasus Suap Pajak, Waketum PRIMA Alif Kamal Merespons
"Beberapa bahan pokok lainnya juga berpotensi mengalami kenaikan harga. Hal ini tentu saja menjadi pukulan berat bagi kita," kata Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Agus menilai perekonomian masyarakat masih tertatih-tatih, tidak ada kenaikan upah secara signifikan untuk para pekerja, petani masih dihadapkan ketidakstabilan harga panen dan pelaku UMKM masih terseok-seok, kenaikan harga bahan pokok tidak bisa dibendung oleh pemerintah.
BACA JUGA: Perihal Jaminan Hari Tua, Ketum PRIMA: Jangan Korbankan Rakyat Demi Satu Ambisi
Menurut Agus, kelangkaan dan ketidakstabilan harga bahan pokok memang selalu menjadi masalah reguler setiap tahun, khususnya beberapa tahun belakangan ini.
Bahkan, setiap hari selalu ada saja bahan pokok yang harganya naik turun dan pasokannya langka di pasaran. Pemerintah terbukti tidak mampu mengendalikannya.
BACA JUGA: Memperkuat Jati Diri Bangsa dengan Bersatu Padu Hadapi Pandemi
Dia mengatakan persoalan yang belum terselesaikan, meski kepemimpinan nasional sudah berulang kali mengalami pergantian.
“Menurut saya, permasalahan utamanya memang bukan hanya soal kepemimpinan saja, tetapi juga sistem yang berlaku di Indonesia,” ujar Agus.
Menurut Agus, untuk pemenuhan kebutuhan bahan pokok dan kebutuhan dasar seperti kedelai, kita masih bergantung pada impor dan industri yang dikendalikan oleh swasta.
Padahal, untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok masyarakat, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk mengendalikan prosuksi, pasokan dan aksesnya. Kita sudah tidak bisa berharap lagi pada swasta.
“Sudah saatnya konsep ekonomi dan industri nasional kita berubah arah, khususnya yang menyangkut kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok,” tegas Agus.
Agus menegaskan tujuan utama pembangunan industri nasional adalah demi terwujudnya kemandirian ekonomi nasional dalam hal ini adalah bangsa dan rakyat, bukan swasta dan segelintir orang.
Dia menyebut pembangunan industri nasional untuk kemandirian ekonomi inilah yang menjadi pijakan dan semangat Bung Karno dalam membangun pelbagai industri dasar di antaranya, industri baja (baja Trikora), industri perkebunan (PT Perkebunan Nusantara), industri minyak bumi (PT Pertamina), industri semen (Semen Gresik), industri sandang, industri pupuk, pabrik kertas dan petrokimia.
Dalam Deklarasi Ekonomi Tahun 1963, Bung Karno menekankan bahwa dalam penentuan aktivitas ekonomi secara mutlak harus dipegang oleh pemerintah. Kalau pun harus melibatkan swasta, kendali utama harus tetap dipegang oleh pemerintah.
Tujuannya agar aktivitas dan pertumbuhan ekonomi tidak hanya dikuasai dan mengalir kepada segelintir orang, tetapi pada keadilan dan kemakmuran rakyat.
“Berangkat dari hal itu, saya mengajak kepada seluruh komponen untuk kembali pada jati diri bangsa Indonesia, khususnya menyangkut pembangunan ekonomi dan industri nasional,” kata Agus.
Menurut Agus, kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok rakyat harus diatur penuh oleh negara. Hal ini penting agar tidak seperti sekarang ini, negara dan rakyat Indonesia dipermainkan oleh swasta, segelintir orang memonopoli komoditas bahan pokok dan mengendalikan kehidupan rakyat biasa.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich