Peringati Hari Bhayangkara, KontraS: Perbaikan Palsu Institusi Polri

Kamis, 30 Juni 2022 – 21:47 WIB
Koordinator KontraS Fatia Mualidiyanti. Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menerbitkan catatan kinerja Polri periode Juli 2021 hingga Juni 2022, dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara.

Catatan itu khususnya menyoroti penanganan di sektor Hak Asasi Manusia (HAM).

BACA JUGA: KontraS akan Melapor ke Ombudsman Soal Penunjukan Pj Kepala Daerah, Kemendagri Bereaksi

KontraS menilai semboyan Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) Polri masih menjadi jargon yang sloganistik tanpa diikuti perbaikan riil di lapangan.

Kepolisian dinilai belum serius menghilangkan gambaran yang tidak jelas dan kultur buruk tatanan struktural kepolisian.

BACA JUGA: RUU DOB di Papua Disahkan, Polri Bakal Bentuk 3 Polda Baru

Untuk itu, KontraS mengangkat tema 'Perbaikan Palsu Institusi Polri' yang dianalisis ke dalam instrumen hak asasi manusia internasional.

Koordinator Badan Pekerja KontraS Fatia Maulidiyanti mengatakan argumentasi perbaikan palsu institusi Polri disusun atas dasar fakta di lapangan yang dinilai masih menunjukkan upaya perbaikan yang hanya fokus pada citra, bukan kinerja.

BACA JUGA: Seusai Menghabisi Seorang Pengusaha, Ica dan Kekasihnya Lakukan Ini, Sontoloyo

"Kritik masyarakat yang sangat masif terjadi di satu tahun belakangan hanya disikapi dengan ucapan lip service."

"Berbagai temuan KontraS menunjukkan bahwa praktik kekerasan, kesewenang-wenangan, arogansi, tindakan berlebihan hingga tak manusiawi masih dilakukan oleh Kepolisian."

"Sayangnya, Kepolisian kerap berlindung di balik terminologi ‘oknum’ ketika ada kasus pelanggaran," kata Fatia dalam keterangannya, Kamis (30/6).

Hal itu, lanjut dia, kontraproduktif dengan fungsi kepolisian yang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.

Fatia mnegatakan kepolisian kerap mengabaikan prinsip-prinsip dasar yang mutlak harus dipenuhi seperti nesesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, dan masuk akal.

Akibatnya, kata Fatia, praktik penggunaan senjata api tak terukur, penyiksaan, dan bentuk kekerasan lainnya tak dapat terhindarkan yang bersifat paradoksal dengan semangat mewujudkan anggota kepolisian agar lebih humanis.

"Dalam periode Juli 2021 – Juni 2022, kami mencatat setidaknya telah terjadi 677 peristiwa kekerasan oleh pihak kepolisian. Sejumlah kekerasan itu telah menimbulkan 928 jiwa luka-luka, dan 59 jiwa tewas dan 1240 ditangkap."

"Pelanggaran didominasi oleh penggunaan senjata api sebanyak 456 kasus. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kekuatan yang cenderung berlebihan dan tak terukur, ruang penggunaan diskresi yang terlalu luas oleh aparat, dan enggannya petugas di lapangan untuk tunduk pada Perkap No. 1 Tahun 2008," tutur Fatia.

Kepolisian juga dinilai kerap memusatkan kekuatannya untuk berhadap-hadapan dengan aksi penyampaian ekspresi masyarakat dalam satu tahun terakhir.

Cara-cara represif tercatat paling sering ditemukan dalam penanganan demonstrasi dan kriminalisasi terhadap pembela HAM.

Selain itu, kepolisian juga dinilai antikritik dengan penghapusan mural, penangkapan pembentang poster, dan pengejaran pembuat konten.

"Hal ini pada akhirnya menguatkan fenomena penyempitan ruang sipil dengan Polisi sebagai aktor pendorong utama. Sayangnya, tindakan dan langkah tegas nampak tak terlihat ketika Kepolisian berhadap-hadapan dengan pelanggar hak minoritas."

"Kepolisian begitu abai dan nampak tak berkutik dalam menghadirkan hak atas rasa aman bagi kelompok marginal. Sikap populisme Kepolisian yang berakibat tebang pilih di lapangan dalam memberikan perlindungan juga menjadi penyebab utama," jelas Fatia.

Kemudian, dia juga mengatakan kepolisian berperan membangun kedekatan dengan para investor.

Instruksi Presiden dan Kapolri dinilai berimplikasi pada naiknya eskalasi kekerasan di lapangan antara aparat dengan masyarakat.

"Alih-alih menangani konflik di masyarakat dengan berkeadilan, Kepolisian malah bertindak sewenang-wenangan terhadap masyarakat, melakukan tebang pilih penegakan hukum, dan memihak pada kepentingan perusahaan," tambah Fatia.

KontraS juga menyoroti komitmen perbaikan pendekatan di Papua yang disebutkan oleh Kapolri dalam wujud operasi Damai Cartenz.

Namun, KontraS menganggap komitmen tersebut tidak berimplikasi pada deeskalasi kekerasan dan perubahan situasi di Papua.

"Pendekatan kekerasan masih kerap dilakukan oleh kepolisian utamanya terhadap aksi penyampaian ekspresi di Papua. Hal ini sekaligus mempertontonkan bahwa negara tak handal dalam menanggapi kritik publik dan diskriminatif terhadap aspirasi OAP. Cara pandang stigmatisasi dan sekuritisasi pada akhirnya hanya membuat korban berjatuhan," kata Fatia.

Rangkaian masalah yang berkaitan dengan Kepolisian juga menjadi sorotan masyarakat.

Hal tersebut tercermin dari viralnya tagar #PercumaLaporPolisi, #1Day1Oknum, dan #ViralForJustice.

Fenomena ini ramai di media sosial karena banyak kasus-kasus yang tidak ditindaklanjuti atau ditolak Kepolisian dengan berbagai alasan.

"Hal ini jelas semakin menjauhkan Kepolisian sebagai institusi yang dapat diandalkan dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Begitupun dalam hal perspektif gender, pengarusutamaan belum maksimal dilakukan," ujar Fatia.

Masalah yang melibatkan Kepolisian lainnya berkaitan dengan ketidakseriusan institusi dalam menjatuhkan hukuman pada pelanggar disiplin, etik maupun pidana.

"Rentetan permasalahan tersebut sudah cukup memberi desakan agar Korps Bhayangkara dapat melakukan evaluasi secara serius dan mendalam."

"Perbaikan harus ditujukan pada kinerja, bukan hanya citra. Sejumlah langkah konkret harus dilakukan segera guna mewujudkan institusi Kepolisian yang lebih transparan, akuntabel dan profesional," pungkas Fatia Maulidiyanti. (mcr9/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesawat Lion Air Berpenumpang 103 Orang Gagal Mendarat, BMKG Sebut Status Waspada


Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Dea Hardianingsih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler