jpnn.com - MATANYA kemerahan bergulat dengan kepulan asap tungku. Sesekali, tangannya mengusap keringat yang menetes di dahi.
FERIAL AYU, Mataram
BACA JUGA: Kisah si Yatim Ikut Olimpiade Matematika di Jakarta, Berharap Jumpa Ibunya
Perlahan tangannya mengambil gelas kecil yang ada didepannya.
Ia membuka tutup toples besar berisikan adonan tepung beras, lalu mengambilnya.
BACA JUGA: Sensasi Menginap di Hutan, Sajian Makan Malam Plus-plus
Masih dengan wajah sedikit letih ia kemudian meletakkan adonan dalam loyang bundar seperti cetakan permainan congklak.
Loyang pun terisi penuh. Ia kembali menggerakkan tangannya menuju dua toples yang lebih kecil dari sebelumnya.
BACA JUGA: Misteri Pesona Tersembunyi, Dijaga Buaya Kuning
Toples tersebut berisi santan murni dan santan gula merah.
Ia lalu menuangkan di atas adonan loyang tadi.
Seperti inilah setiap harinya Fauziah membuat serabi lak-lak.
Wanita asal Pengadang Lombok Tengah, NTB, ini berjualan serabi untuk bertahan hidup.
Setiap hari pukul 17.00 Wita ia mulai membuka jualannya di samping jalan kecil di Lingkungan Pejarakan, Ampenan.
Ia dibantu berjualan oleh putra sulung dan putri bungsunya.
Ibu empat anak tersebut berjualan serabi untuk membiayai sekolah anaknya.
Mencari peruntungan di daerah orang, membuatnya harus berjuang keras.
Meski hanya dengan keuntungan tak lebih dari seratus ribu per hari, ia kini berhasil menyekolahkan putra sulungnya hingga perguruan tinggi.
Serabi yang dijual Fauziah termasuk langka di Mataram. Serabi ini hanya bisa ditemukan di Lombok Timur.
"Pernah ada yang buat di Rembiga tapi rasanya beda," ujarnya sambil membalik serabi di atas tungku.
Serabi tersebut banyak diburu pembeli. Tak hanya warga sekitar namun juga warga kelurahan lainnya.
Hal ini dikarenakan rasa khasnya yang berbeda dengan serabi lainnya.
Serabi ini lebih menonjolkan rasa gurih santan dan manisnya gula aren.
Fauziah mulai berjualan sejak setahun yang lalu. Sebiji serabi lak-lak dihargai Rp 1.000.
Dalam sehari ia menghasilkan uang hingga 300 ribu, dengan keuntungan bersih dalam kisaran Rp 100 ribu.
Ia menuturkan, tak mudah membuat serabi agar sama dengan rasa originalnya.
Perlu belajar hingga berbulan-bulan untuk menghasilkan rasanya yang pas dengan lidah. "Namun saya tidak menyerah," akunya.
Untuk menghasilkan serabi berkualitas, harus menggunakan bahan terbaik.
Tepung beras pun harus diarem dan diaduk lebih lama. Santannya juga merupakan santan perasan pertama.
Peralatannya serta cara masaknya pun secara tradisional.
Serabi tersebut dibuat dengan menggunakan tungku dan kayu bakar. Ini dapat mempertahankan rasa alami serabi.
Sebelum menjual serabi, Fauziah pernah berjualan sayur bayam.
Namun, lahan untuk menanam bayam tersebut terbatas. Akhirnya ia pun memutuskan untuk berjualan serabi.
Dengan berjualan serabi, wanita 30 tahun ini juga bisa membantu perekonomian keluarga.
Selain itu, serabi lak-lak merupakan jajanan tradisional yang harus dilestarikan.
"Jangan sampai punah digantikan jajanan lain," tandasnya. (*/r5/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indahnya…Bromo Masih Pamer Kecantikan Kala Siaga
Redaktur : Tim Redaksi