jpnn.com, JAKARTA - Sidang lanjutan perkara pidana dugaan pelanggaran Pasal 372 KUHP dengan terdakwa berinisial TY kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (2/10). Sidang yang mengagendakan pembacaan putusan itu dibuka oleh Hakim Ketua Saifuddin Zuhri.
Majelis Hakim Saifudin Zuhri dalam amar putusan menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
BACA JUGA: Seminggu Diburu Polisi, Putri Mantan Ketua Partai Itu Akhirnya Ditangkap di Jakarta
Kendati telah terbukti, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan hukum serta martabatnya.
Pertimbangan majelis hakim, antara lain disebabkan adanya Perjanjian Distributor Eklusif antara PT. Matsuzawa Pelita Furniture Indonesia dengan PT. RTI sejak 2011 yang kemudian pada tahun 2014, perjanjian tersebut dialihkan antara PT. MPFI dengan PT. RP.
BACA JUGA: Wali Kota Medan Kena OTT KPK, Edy Rahmayadi Beri Komentar Begini
Dalam persidangan juga terungkap beberapa fakta yang sebenarnya sudah disampaikan terdakwa baik pada saat penyidikan maupun pada saat pemeriksaan tambahan oleh JPU.
Yaitu Naoki Wada dan Saksi Ariza Raenaldi tidak memiliki legal standing dan bahkan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah atas jabatannya.
BACA JUGA: Istri Terpaksa Berbuat Terlarang di Rumahnya Lantaran Suami Tak Sanggup Lagi
Serta rekayasa seluruh barang bukti yang dimana pihak pelapor maupun JPU tidak mampu menunjukkan satu pun dokumen bukti asli, berbeda dengan ratusan bukti asli yang dihadirkan oleh terdakwa TY dalam persidangan.
Perlu diketahui bahwa lebih dari setengah bukti meringankan yang diberikan oleh terdakwa kepada Penyidik Polres Jakarta Pusat maupun kepada JPU, secara sengaja ataupun tidak sengaja, tidak dimasukkan oleh mereka ke dalam berkas perkara terdakwa.
Usai persidangan kepada rekan wartawan, TY mengatakan, “Apreasiasi tinggi saya sampaikan kepada majelis Hakim, yang dapat berdiri secara profesional dan tidak terpengaruh oleh upaya kriminalisasi oleh JPU sehingga dapat melihat hingga memutuskan secara adil perkara ini."
Ditanya langkah yang bakal diambil, TY menjawab "Kami rasa menunggu inkrah dulu, lalu kami pertimbangkan langkah-langkah selanjutnya."
Tim Kuasa Hukum TY, Harry Syahputra menambahkan, apabila dari pandangan tim kuasa hukum, terhadap langkah hukum baik itu banding atau kasasi merupakan hak JPU, namun pada intinya kita apresiasi keadilan dengan hasil putusan tingkat yang pertama ini.
"Namun kita harapkan juga perkara ini sudah selesai maksudnya JPU tidak menggunakan hak nya melaksanakan upaya hukum," tandasnya.
Kasus utang-piutang ini bermula dari PT. Matsuzawa Pelita Furniture Indonesia (MPFI) yang tidak memenuhi kewajibannya pada kontrak kerja sama, karena mengirimkan barang-barang tidak sesuai spesifikasi, kepada perusahaan terdakwa. Hal itu menyebabkan terdakwa TY mengalami kerugian atas barang-barang tersebut.
Pelapor Naoki Wada adalah merupakan oknum direksi penyebab kerugian tersebut dan telah dipecat oleh MPFI, namun Naoki malah melaporkan terdakwa TY ke Polres Jakarta Pusat.
Kasus tersebut akhirnya ditetapkan P21 meski terdakwa TY dapat menunjukkan ratusan bukti kepada penyidik, khususnya perihal legal standing Naoki Wada yang tidak berhak untuk bertindak atas nama PT. MPFI.
Bahkan direksi dan komisaris yang sah PT. MPFI sendiri sudah hadir di Polres Jakarta Pusat untuk menyatakan laporan polisi tersebut palsu, namun penyidik Jakarta Pusat tidak mau menemui mereka dan bersikukuh dengan keterangan Naoki Wada.
Sejak semula kasus ini memang sudah dibantah melalui kuasa hukum terdakwa, Harry Syahputra bahwa kasus yang diperkarakan adalah perdata.
Yang ironisnya adalah perkara perdata yang mana pelapor lah yang memiliki kewajiban utang terhadap terdakwa, namun kemudian diatur sedemikian rupa agar terdakwa yang malah didakwa menggelapkan uang.
BACA JUGA: Biduan Organ Tunggal Tewas Dikeroyok dan Dilempari Batu, Tragis!
Kasus yang menurut banyak ahli Hukum Pidana tidak layak untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mulai dari penyidik Polres Jakarta Pusat sampai diterima P21 oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut sudah terkesan dipaksakan sejak awal.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Budi