jpnn.com - JAKARTA - SETARA Institute berupaya memotret kinerja 10 tahun Mahkamah Konstitusi (MK) lewat sebuah survei persepsi. Survei yang digelar pada 7-15 Oktober 2013 itu melibatkan 200 orang responden yang terdiri dari para ahli tata negara.
Survei SETARA Institute menunjukkan bahwa MK dinilai cukup baik dalam menjalankan wewenangnya menguji materi undang-undang terhadap UUD '45 alias judicial review. Namun, terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), kinerja MK dianggap jeblok.
BACA JUGA: Politisi PD Sebut Pengritik Takut Kharisma SBY
"79,5% ahli menilai MK telah menjalankan kewenangannya dengan baik dalam hal pengujian undang-undang. Kebalikannya, 79,5% ahli menilai penanganan perkara PHPU justru dianggap mengikis martabat MK," ujar Ketua SETARA Institute, Hendardi dalam jumpa pers pemaparan hasil survei di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (11/11).
Menurutnya, hasil survei menunjukkan bahwa kewenangan untuk menyidangkan perkara PHPU seharusnya tidak lagi dipegang MK. Perlu ada terobosan strategis untuk memastikan MK tetap pada fungsi utamanya sebagai pengawal dan penafsir konstitusi.
BACA JUGA: Beli Alutsista, DPR Bakal Lebih Selektif
Namun, lanjut Hendardi, sekitar 69,2% responden juga tidak setuju jika kewenangan mengadili PHPU dikembalikan ke Mahkamah Agung. Hanya 30,8% responden yang menilai perkara PHPU sebaiknya ditangani MA.
"Responden yang tidak setuju menyarankan agar dibentuk pengadilan khusus pemilu yang bersifat ad hoc sebagaimana lazim di beberapa negara," papar Hendardi.
BACA JUGA: Tidak Ditanya soal Penerimaan Uang Andi Mallarangeng
Sebanyak 82,1% responden mendorong agar MK juga diberi kewenangan melakukan uji materi terhadap peraturan yang tingkatnya di bawah undang-undang. Hal ini untuk mengatasi kekosongan mekanisme penanganan peraturan daerah yang diskriminatif dan bertentangan dengan konstitusi RI.
"Dengan demikian, upaya menjaga konsistensi peraturan perundang-undangan dari jenjang yang paling rendah hingga yang paling tinggi dapat terjaga," ujar Hendardi.
Sebagai solusi, Hendardi menyarankan agar dilakukan amandemen terhadap UUD'45. Bisa juga dengan melakukan terobosan hukum atau konvensi ketatanegaraan.
Survei ini menggunakan metode purposive sampling untuk menetapkan sample survei. SETARA Institure menetapkan secara cermat 200 ahli yang memiliki ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu sehingga relevan dengan penelitian.
Untuk pengumpulan data menggunakan metode web based survei dimana setiap responden mengisi kuisioner di website khusus milik SETARA Institute. Masing-masing responden diberi akun khusus untuk masuk ke website tersebut dan hanya bisa berpartisipasi satu kali.
"Survei ini bertujuan mengetahui persepsi 200 ahli tata negara tentang kinerja MK termasuk langkah-langkah penguatan MK," tandas Hendardi. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Heru Diduga Mengalir ke Wabup Wonosobo
Redaktur : Tim Redaksi