jpnn.com - Kakek 83 tahun yang lahir di Parigi, Sulawesi Utara, 24 Agustus 1931 itu masih tampak sehat, tatapan matanya tajam dan penuh energi. Genggam jabatan tangannya juga terasa kuat, bertenaga. Daya ingatnya, wow, jangan ditanya. Pak Ci –sapaan Ir Ciputra—boleh dibilang sukses menjaga kebugaran tubuh dan kesegaran jiwanya.
BACA JUGA: Reformasi Birokrasi, Taruhannya Nasib Bangsa
Seperti biasa, suami Dian Sumeler yang mengenakan batik cokelat-merah itu langsung mengajak keliling menyaksikan koleksi pribadi, patung-patung yang dia persembahkan buat publik. Siapa saja boleh melihat, bahkan memotret pun tidak dilarang. Patung warna-warni itu, ditanam di taman, depan dan belakang rumahnya, di Bukit Utama Golf , Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Jangan kaget, patung itu dibuat warna-warni mencolok. Merah, kuning, biru, hijau, ungu, hitam dan kombinasi dengan warna lukisannya. Patung itu adalah bentuk karya tiga dimensi, kreasi Ciputra yang berbasis pada coretan kanvas pelukis legendaris, Hendra Gunawan. Koleksi lukisan yang paling menyentuh Ciputra, dia buat tiga dimensi menjadi seni patung.
“Saya menangkap ada vision dari lukisan-lukisan Hendra Gunawan ini. Kalau lahir di Eropa, karya Hendra mungkin sudah mengalahkan Vincent Willem Van Gogh, pelukis pasca-impresionis Belanda yang buah coretannya termasuk kategori karya seni terbaik, paling terkenal, dan paling mahal di dunia,” kenang Ciputra sambil berjalan menyusuri taman rindang yang terlindung oleh batang, cabang dan ranting Sawo Kecik, pohon yang tertanam di Keraton Surakarta dan Jogjakarta.
Apa filosofi pohon langka “sawo kecik” itu? Kalau orang Jawa, kata-katanya itu memiliki jarwo desok, punya makna, yakni “sarwo becik” alias “serba baik.” Karena itu pogon itu layak dibesarkan di pekarangan rumah, agar pemiliknya diberkahi Tuhan dengan bergelimang “kebaikan.”
Semua kolom tiang teras pergola menuju pintu utama kediaman Pak Ci juga beralas patung kura-kura. Di bawah tiang, ada patung batok kura-kura dari baru. Mengapa berdesain kura-kura? “Kura-kura itu hidup panjang usia, bisa sampai 150 tahun,” jawab ayah Rina Ciputra, Junita Ciputra, Cakra Ciputra, dan Candra Ciputra itu.
Dulu, patung-patung –tiga dimensi lukisan Hendra Gunawan—itu dibuat putih dan coretan-coretan seperti gambar aslinya. Tetapi, coretan-coretan yang mirip lukisan asli itu gradasinya selalu menurun setiap tahun, karena out door, terbakar panas matahari dan dibasuh hujan. Karena itu arsitek jebolan ITB Bandung yang memiliki nama lahir Tjie Tjin Hoan itu berimprovisasi dengan warna-warna berani, warna solid, warna cerah, cenderung ngejreng.
Ketika ada art, atau seni. Lalu bertemu dengan entrepreneur, semangat berwirausaha. Lalu memantapkan diri dengan vision, maka akan lahirlah artpreneurship. “Itu salah yang kami bangun, kami kembangkan. Bahwa karya seni itu harus punya visi jangka panjang, menginspirasi orang di masa depan, dan hebat,” cerita Ciputra berapi-api.
Kini seluruh propertinya, Jaya Group, Metropolitan Group, Ciputra Group sampai di kampus Universitas Ciputra, selalu ada sentuhan art-nya. Patung-patung itu menjadi ikon Ciputra dalam menancapkan image-nya sebagai tokoh pengusaha, seorang filantropis, seorang guru besar, dan lebih pantas disebut “Bapak Entrepreneur Indonesia.” Dia meyakini, bahwa apa yang dilakukan, keputusan yang diambil, dan sesuatu yang diperjuangkan selama ini benar-benar sejalan dengan arah yang ditunjukkan Tuhan.
Misalnya saat membangun Jalan Salib atau Via Dolorosa, yang dibangun menuju atas bukit yang terdapat Patung Yesus Memberkati di Citraland Manado, The City of Blessings, Sulawesi Utara. Jalurnya berundak-undak, 187 tangga, 33 meter tingginya, 164 panjang, berkelok-kelok untuk memberi kesempatan pengunjung untuk beristirahat sejenak. Sambil menikmati plakat dari marmer yang diukir mesin dengan bantuan komputer. Saat membangun, ada dua pekerjaan besar, yakni landscape anak tangga yang berkelok-kelok naik ke perbukitan. Kedua, pekerjaan membuat plakat di 14 titik pemberhentian itu.
Harus sesuai, antara lukisan di plakat dengan arah dari anak tangga berikutnya, ke kiri atau ke kanan. Kedua perancang landscape dan pelukis plakat tidak saling connect, tidak saling kordinasi. Mereka bekerja sendiri-sendiri, karena berada di kota yang berjauhan. Panah nya hendak belok ke kiri atau ke kanan? Peluang keliru, sangat besar. Kalau dihitung probabilitas kesalahannya 1:512, dengan kemungkinan cocok semua 2 banding 1000.
Apa yang terjadi? “Tidak ada yang salah! Ini mujuzat. Seluruh lukisan dan konstruksi anak tangga cocok. Kami semakin yakin, bahwa kami dituntun, ditunjukkan jalan. Termasuk juga dalam membangun dan menyuarakan spirit entrepreneurship atau kewirausahaan kreatif untuk bangsa, yang sangat gencar dalam sepuluh tahun terakhir,” ungkap Ciputra yang saat remaja dulu bersekolah di SMP dan SMA Frater Don Bosco di Manado itu.
Kisah yang sangat mirip juga terjadi saat membeli empat patung ukir dari batu granit yang sangat langka. Pengukir patung batu itu pernah menawarkan karya seninya ke Ciputra. Tapi kala itu tokoh yang pernah dinobatkan sebagai Entrepreneur of The Year 2007 versi Ernst & Young itu belum terlalu tertarik. Tawaran pematung batu itu pun ditolak.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba Ciputra mencari lagi si penjual empat patung batu itu. Setelah menemukan, lalu dibeli dan dipasang di bawah replica patung Yesus Memberkati yang dipasang di rumahnya, yang berlatar belakang Pondok Indah Golf itu. Setelah dipasang, dirasakan, dilihat lagi, baru disadari, bahwa patung itu amat bermakna buat Ciputra. Patung pertama, berdesain tentara Jepang. Patung kedua, orang tua dan pohon kelapa. Patung ketiga, ibu dan anak kecil. “Ternyata itu gambaran masa lalu saya. Pada zaman Jepang 1942-1945, tentara Jepang datang, ayah saya Tjie Siem Poe yang saat itu pengusaha kelapa ditangkap, lalu ibu dan anak kecil itu adalah saya,” kenang Ciputra.
Dua peristiwa itu betul-betul diyakini, bahwa apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan maksud Tuhan. Tentu, juga menaikkan level jiwa kewirausahaan bangsa ini, yang harus dijalani secara konsisten sepanjang masa. Dia rela menjadi penyebar virus entrepreneur, membangun Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), mengirim dosen ke Kauffman Foundation di Kansas City, AS, untuk menaikkan kapasitas pengajar kita.(bersambung/Don)
BACA JUGA: Muhasabah Olah Sampah
BACA JUGA: Potensi Penggunaan Panas Matahari untuk Pendingin
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menyiasati Kompleksnya Persoalan Daya Saing Kehutanan Menghadapi Asean Economic Community 2015?
Redaktur : Tim Redaksi