jpnn.com - MAKKAH - Kasus jamaah haji melahirkan di Tanah Suci mendapat perhatian lebih serius dari tim Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Untuk musim haji mendatang, petugas medis Kemenkes akan melakukan pemeriksaan kesehatan lebih ketat. Terutama di embarkasi yang menjadi pintu terakhir calon jamaah.
"Kita sudah berusaha. Proses pemeriksaan sudah dilakukan. Tetapi, skenario Tuhan berkata lain. Yang sudah terjadi mau diapain. Yang pasti, di balik ini ada hikmahnya buat kita," kata Fidiansjah, kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, kemarin (28/10).
BACA JUGA: Jika Terpilih, Marzuki Janji Asingkan Koruptor di Pulau Terpencil
Kini tim medis fokus menjaga dan menyehatkan kondisi bayi dan jamaah bersangkutan. Selain itu, menyiapkan ibu dan anaknya untuk bisa segera kembali ke tanah air. "Ke depan kita lebih tertib lagi," tegas dokter spesialis penyakit kejiwaan itu.
Perbaikan pada masa mendatang, antara lain, menyangkut standar pemeriksaan. Ada atau tidak ada keluhan, dari ujung kepala sampai ujung kaki harus dilakukan pemeriksaan sebelum calon jamaah berhaji. "Kami mungkin tidak mudah percaya seratus persen pada setiap data yang disampaikan jamaah. Harus saling kroscek. Tidak sekadar yang disampaikan secara lisan, lalu kita percaya begitu saja," ujarnya.
BACA JUGA: Istri Timan Sah Mengajukan PK
Menurut Fidiansjah, proses screening terhadap para calon jamaah haji sebenarnya ketat. Buktinya, keberangkatan 91 jamaah ditunda saat pemeriksaan di embarkasi. Tujuh di antara mereka gagal berangkat karena alasan kehamilan. "Secara medis, jamaah hamil boleh berhaji. Tetapi, ada ketentuannya. Ibu hamil boleh berangkat kalau usia kehamilan 14"26 minggu," jelasnya.
Pekan lalu tim kesehatan kebobolan kasus jamaah haji hamil. Jamaah yang melahirkan di Tanah Suci adalah Ika binti Abdul Razak asal Bogor, Jawa Barat. Ika melahirkan di pemondokan sektor 6 kawasan Misfalah, Makkah. Bayi tersebut berjenis kelamin perempuan dengan berat 2,2 kilogram dan diberi nama Makiyyah Marwah Jaman.
BACA JUGA: KY Ikuti Putusan MA Terkait Hakim Lobi Toilet
Kelahiran Makiyyah terbilang dramatis. Posisi bayi sungsang. Dia lahir tanpa bantuan tim medis. Kebetulan saat itu ada dukun bayi yang juga jamaah satu sektor. Bayi tersebut lahir dalam keadaan selamat dan sehat. ""
Kasus kelahiran bayi Makiyyah itu mendapat perhatian luas dan menjadi bahan pembicaraan para jamaah. Kini sang ibu dan bayi dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Makkah. Ika yang berusia 43 tahun berangkat haji bersama Jaman bin Mismin, sang suami. Mereka dijadwalkan pulang ke tanah air bareng anggota kloter 14 Jakarta pada Sabtu malam (26/10). Namun, karena kelahiran itu, kepulangannya mundur.
"Kami sedang proses untuk menyelesaikan SPLP (surat pengganti laksana paspor) untuk bayinya. Semoga saja dalam sepekan ke depan sudah bisa pulang ke tanah air," kata Arsyad Hidayat, kepala Daerah Kerja Makkah PPIH Arab Saudi.
Saat ditemui tim Media Center Haji (MCH) Indonesia di BPHI, pasutri Jaman-Ika tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Sejauh ini bayinya dalam keadaan sehat. "Alhamudillah, baik-baik," kata Jaman.
Jaman mengakui, istrinya memang menyembunyikan kehamilan mulai saat pemeriksaan kesehatan di tanah air hingga di Saudi. Itu dilakukan lantaran niat yang kuat ingin menunaikan ibadah haji. Terlebih, mereka sudah menabung bertahun-tahun. "Kami terpaksa tidak jujur karena sudah antre mau haji tiga tahun," ungkapnya.
Soal nama bayi yang dipilih, Ika menyatakan sejak awal memiliki gambaran, kalau perempuan, anaknya akan diberi nama Marwah. Sebab, nama itu menjadi bentuk kenangan saat bisa berhaji. Marwah merupakan nama salah satu bukit yang dilewati jamaah haji saat melaksanakan prosesi sai. "Kemudian, ada usul dari teman-teman ditambahi Makiyyah saja karena lahir di Makkah," ujarnya.
Mereka tidak menyangka bayinya akan lahir di tanah haram. Sebab, perkiraannya, bayi akan lahir pada awal Desember. Rupanya, kandungan berusia tujuh bulan sudah lahir. "Mungkin karena kelelahan," ujar Ika.
Setelah kelahiran bayi Makiyyah, Ika mengaku tidak berencana memiliki anak lagi. Sebab, usianya sudah terbilang tua. Ibu tiga anak itu juga sudah punya satu cucu. "Sudah, ingin istirahat. Kami juga terima kasih dan mohon maaf kepada semuanya karena ikut repot. Kami ingin bisa segera pulang ke Indonesia," katanya.
Sementara itu, gelombang kepulangan jamaah dari Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, ke tanah air terus mengalir. Demikian pula jamaah gelombang kedua yang bergerak dari Makkah ke Madinah. Sampai pukul 11.00 kemarin jamaah yang sudah berangkat ke Jeddah sudah 111 kloter atau sekitar 45.404 jamaah. Dari jumlah itu, 90 persen sudah tiba di tanah air.
Adapun jamaah yang sudah bergerak dari Makkah ke Madinah sudah 45 kloter atau 18.107 jamaah. Dengan begitu, jumlah jamaah yang masih berada di Makkah masih 60 persen dari total 160 ribu jamaah. Pergerakan terakhir jamaah dari Makkah akan dilakukan pada 8 November. Saat itulah jamaah Indonesia sudah kosong di Makkah.
Sampai hari ke-48 sejak diberangkatkan dari tanah air pada 10 September lalu, jamaah meninggal di Saudi mencapai 181 orang. Paling banyak wafat di Makkah (147 orang). Angka itu jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan periode yang sama pada musim haji tahun lalu yang mencapai 250 jamaah.
Lima tahun terakhir, jamaah wafat selama masa periode haji masing-masing 517 jamaah (2011), 451 jamaah (2010), 312 jamaah (2009), dan 461 jamaah (2008). Namun, penyakit penyebab meninggalnya jamaah tetap didominasi oleh gangguan sistem sirkulasi, gangguan sistem pernapasan, infeksi dan parasit, serta masalah nutrisi."Mayoritas jamaah yang meninggal berasal dari embarkasi Solo, Surabaya, dan Bekasi. Usia jamaah wafat rata-rata lebih dari 60 tahun.
Kasi Pengamanan Daker Makkah Asep Abdullah mengatakan, jamaah haji Indonesia yang wafat di Makkah dimakamkan di Makam Sharaya. Lokasinya sekitar 9 km dari pusat Kota Makkah. Area Makam Sharaya cukup luas. Tata cara pemakaman jamaah terbilang sederhana. Setelah disalatkan di Masjidilharam, jenazah dibawa dengan ambulans.
Liang lahad di Sharaya sudah dipersiapkan. Bentuknya tanah lubang bertutup beton. Jenazah tidak ditimbun, melainkan ditidurkan. Lalu, liang lahad ditutup dengan bantalan beton tersebut. Di atasnya diberi timbunan pasir sekadarnya. Tidak ada batu nisan. Cuma ada tanda batu kecil. "Susah kalau kita mau berziarah ke keluarga yang meninggal di sini. Kita hanya tahu ancar-ancarnya saja," jelasnya. (*/c10/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima TNI: Tak Ada Pemimpin Besar Tanpa Tempaan Waktu
Redaktur : Tim Redaksi