Perlindungan dan Upah Layak Harus Diperjuangkan

Rabu, 10 Maret 2010 – 15:29 WIB
JAKARTA - Pemerintah Indonesia harus memperjuangkan upah minimum yang layak bagi buruh migran, serta menjamin perlindungan terhadap mereka semasa menjadi buruh migran di negara lainNisha Varia, peneliti senior hak-hak wanita dari Human Rights Watch (HRW), Rabu (10/3), mengatakan bahwa upah yang luar biasa rendah dan berbagai kondisi kerja yang memilukan, semakin mempertegas perlunya campur tangan pemerintah.

"Malaysia menerapkan pola pendekatan yang terlalu bebas terhadap pekerja rumah tangga, tanpa memperhatikan ketimpangan yang sangat besar antara daya tawar seorang perempuan yang tengah berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pengangguran di Indonesia, dengan majikannya di Malaysia," katanya.

Nisha pun mengharapkan, Malaysia dan Indonesia segera menyelesaikan perjanjian mengenai status pekerja rumah tangga yang mencakup pemberian perlindungan dasar

BACA JUGA: Aksi Kamerad, Minta Usut Pengemplang Pajak

Revisi proposal atas Memorandum of Understanding (MoU) tahun 2009 antara kedua negara katanya, masih belum mencakup jaminan atas upah minimum, meski TKI mempunyai kebebasan untuk meninggalkan tempat kerja pada hari libur mingguan, serta memegang paspor sendiri.

Kedua negara, kata Nisha pula, masih belum mencapai kesepakatan atas tuntutan Indonesia, agar upah minimum ditetapkan sebesar 800 ringgit (Rp 2.198.000)
Begitu pula dalam masalah opsi yang dimiliki majikan untuk mengganti waktu libur dengan uang, yang pada dasarnya akan mudah sekali dilanggar.

HRW mencatat, setidaknya terdapat kurang lebih 300 ribu pekerja rumah tangga Indonesia yang bekerja di Malaysia

BACA JUGA: Penembakan Teroris Ditengarai untuk Tutupi Kasus Century

Banyak di antara mereka yang harus bekerja hingga 18 jam perhari, tujuh hari seminggu, dengan gaji antara 400-600 ringgit (Rp 1 sampai 1,6 juta) per bulan
Pada umumnya, para buruh migran tersebut juga merelakan pemotongan upah kerja enam bulan atau tujuh bulan pertama, untuk membayar biaya perekrutan yang sangat mahal.

"Tak hanya itu, banyak juga yang harus menanggung pelecehan fisik dan seksual dari majikan mereka

BACA JUGA: Jaksa KPK: Dakwaan Kami Terbukti

Sementara, undang-Undang Perburuhan di Malaysia tidak memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga seperti layaknya jaminan dasar terhadap pekerja sektor lain dalam hal hak libur mingguan, pembatasan waktu kerja, serta kompensasi pekerja dan cuti," tambahnya.

HRW pun menyatakan bahwa dari hasil negosiasi yang dicapai hingga saat ini, nampaknya hal-hal yang berhubungan dengan kebebasan berserikat dan pembatasan waktu kerja, juga tidak akan dicantumkan dalam perjanjian tersebut(lev/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perlakuan Densus 88 Dinilai Tak Manusiawi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler