"Malaysia menerapkan pola pendekatan yang terlalu bebas terhadap pekerja rumah tangga, tanpa memperhatikan ketimpangan yang sangat besar antara daya tawar seorang perempuan yang tengah berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pengangguran di Indonesia, dengan majikannya di Malaysia," katanya.
Nisha pun mengharapkan, Malaysia dan Indonesia segera menyelesaikan perjanjian mengenai status pekerja rumah tangga yang mencakup pemberian perlindungan dasar
BACA JUGA: Aksi Kamerad, Minta Usut Pengemplang Pajak
Revisi proposal atas Memorandum of Understanding (MoU) tahun 2009 antara kedua negara katanya, masih belum mencakup jaminan atas upah minimum, meski TKI mempunyai kebebasan untuk meninggalkan tempat kerja pada hari libur mingguan, serta memegang paspor sendiri.Kedua negara, kata Nisha pula, masih belum mencapai kesepakatan atas tuntutan Indonesia, agar upah minimum ditetapkan sebesar 800 ringgit (Rp 2.198.000)
HRW mencatat, setidaknya terdapat kurang lebih 300 ribu pekerja rumah tangga Indonesia yang bekerja di Malaysia
BACA JUGA: Penembakan Teroris Ditengarai untuk Tutupi Kasus Century
Banyak di antara mereka yang harus bekerja hingga 18 jam perhari, tujuh hari seminggu, dengan gaji antara 400-600 ringgit (Rp 1 sampai 1,6 juta) per bulan"Tak hanya itu, banyak juga yang harus menanggung pelecehan fisik dan seksual dari majikan mereka
BACA JUGA: Jaksa KPK: Dakwaan Kami Terbukti
Sementara, undang-Undang Perburuhan di Malaysia tidak memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga seperti layaknya jaminan dasar terhadap pekerja sektor lain dalam hal hak libur mingguan, pembatasan waktu kerja, serta kompensasi pekerja dan cuti," tambahnya.HRW pun menyatakan bahwa dari hasil negosiasi yang dicapai hingga saat ini, nampaknya hal-hal yang berhubungan dengan kebebasan berserikat dan pembatasan waktu kerja, juga tidak akan dicantumkan dalam perjanjian tersebut(lev/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perlakuan Densus 88 Dinilai Tak Manusiawi
Redaktur : Tim Redaksi