jpnn.com - JAKARTA -- Penataan pita frekuensi 850 MHz oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) kini tengah dalam proses. Rencananya penataan pita frekuensi yang semula dimanfaatkan oleh operator berbasis teknologi Code Division Multiple Accsess (CDMA) akan ditata ulang.
Namun relokasi yang akan menempatkan teknologi CDMA dan GSM dalam satu blok ini memunculkan masalah baru terkait interferensi. Sebab gangguan sinyal atau interferensi mungkin sekali terjadi jika tidak disediakan Guard Band.
BACA JUGA: Ini BUMN yang Berprestasi versi Dahlan Iskan
Mengingat interferensi yang pernah terjadi pada blok 1900 MHz (3GPP2 = badan standar Eropa dalam lingkup proyek ITU yang membuat spesifikasi sistem GSM ) dan blok 2100 MHz (3GPP = badan standar Amerika Utara (bersama Jepang, China, Korea Selatan) dalam lingkup proyek ITU yang membuat spesifikasi sistem CDMA).
Pengamat Telekomunikasi Heru Sutadi menilai pemerintah perlu menyediakan fasilitas tersebut untuk kenyamanan operator. “Pemerintah harus menyediakan guard band di antara dua teknologi ini,” tegasnya.
BACA JUGA: RI Belum Merdeka di Bidang Pangan dan Energi
Untuk diketahui, Guard Band adalah bidang frekuensi yang berfungsi sebagai penyekat, untuk menghindari terjadinya interferensi. Wacana yang berkembang, Kemenkominfo akan melakukan lelang pada alokasi yang seharusnya menjadi guard band, jika nantinya diperlukan guard band, operator diminta melakukan koordinasi sendiri.
Isu tersebut sontak mendapat banyak kritik. Heru sendiri menilai seharusnya regulator berperan sebagai fasilitator dan tidak mencari keuntungan dalam penataan blok ini. “Cenderung untuk mendapatkan pendapatan tambahan bagi negara tapi akhirnya merusak lingkungan frekuensi khususnya yang GSM,” tutur Heru.
BACA JUGA: Garuda Indonesia Wisuda 20 Pilot Baru
Terpisah, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Nonot Harsono mengatakan bahwa Guard Band adalah tanggung jawab pemerintah.
Alumni ITS Surabaya ini berpendapat bahwa regulator memang bertugas melayani dan menjadi wasit telekomunikasi sehingga seluruh operator mendapatkan jaminan alokasi frekuensi yng diperolehnya telah bebas dari interferensi.
Nonot menjelaskan, dalam penataan ini nantinya ada dua teknologi yang berbeda namun berdampingan, maka sangat diperlukan Guard Band yang harus disediakan pemerintah sebagai pemisah.
“Maka sungguh tidak logis bila guardband dilelang, apalagi bila hanya untuk mendapatkan tambahan PNBP,” tegas Nonot ketika dihubungi, Minggu (17/8).
Sekedar informasi, Blok 850 MHz saat ini dimanfaatkan oleh empat operator telekomunikasi untuk melayani kebutuhan pengguna: Bakrie Telecom (Esia), Telkom (Flexi), Smartfren, serta Indosat (Star One). Dan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang semakin pesat, pemerintah menata kembali penggunaan pita frekuensi 850 MHz.
Dalam rangka merealisasikan penataan pita frekuensi 850MHz, maka Kemenkominfo menempatkan Telkom dan Indosat di alokasikan pada frekuensi 882,5-890 MHz (uplink 3GPP) sedangkan BTel dan Smartfren dialokasikan pada frekuensi 870-880 MHz (downlink 3GPP2).
Pengaturan tersebut menurut Nonot adalah mekanisme koordinasi pemerintah terkait perubahan rencana bisnis operator CDMA. “Indosat dan Telkom akan mengakhiri CDMA mereka, sementara BTel dan Smartfren masih akan bertahan dengan CDMA hingga 3-5 thn ke depan,” ujarnya.
Lebih lanjut Nonot menegaskan bahwa penataan pita frekuensi 850 Mhz tidak mengarah pada pembentukan netral teknologi. Pengaturan ini menurut Nonot murni realokasi pita frekuensi menjadi dua bagian.
“Band A (Btel & Smartfren) tetap sebagai pita CDMA dan Band B (Indosat & Telkom) digabung ke pita 900 GSM/UMTS, sehingga bukan netral teknologi yang dibahas, tetapi co-existence CDMA dan GSM yang wajib disediakan guardband," pungkasnya. (rl/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Targetkan Grundbreaking Tol Trans Sumatera Sebelum SBY Lengser
Redaktur : Tim Redaksi