Perludem Soroti Ketiadaan Aturan Hukum Pilkada di Masa Bencana

Sabtu, 13 Juni 2020 – 13:48 WIB
Ilustrasi. Foto: perludem

jpnn.com, JAKARTA - Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mempertanyakan alasan pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan DPR bersikeras melaksanakan pilkada serentak 2020 pada Desember nanti.

Sebab, kata dia, syarat untuk melaksanakan Pilkada serentak pada Desember 2020 belum terpenuhi.

BACA JUGA: Perlu Anggaran Khusus Perlindungan Kesehatan Bagi Penyelenggara Pilkada 2020

Terutama yang berkaitan tahapan Pilkada serentak.

"Ada kesan seolah yang ditentukan hari pemungutan suara, padahal untuk menuju hari pemungutan suara itu ada rangkaian tahapan yang harus dilaksanakan," ucap dia dalam diskusi virtual, Sabtu (13/6).

BACA JUGA: Penting! Pernyataan Bu Sri Mulyani soal Pilkada 2020

Misalnya, kata dia, soal sisi keselamatan. Hingga saat ini, pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) di Indonesia belum selesai.

Di sisi lain, kata dia, terdapat tahapan dalam Pilkada serentak yang bisa saja dimulai pada Juni 2020.

BACA JUGA: Doni Monardo: 40 Daerah yang Gelar Pilkada Serentak Berisiko Menyebarkan Corona

Segala tahapan itu, berpotensi besar melanggar ketentuan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.

"Pertanyaan sekarang, semua tahu bahwa kondisi pandemi ini makin mengkhawatirkan. Hari terakhir ini peningkatan korban terinfeksi makin tinggi secara nasional. Sementara itu, ada persiapan untuk tahapan pilkada yang kemudian banyak sekali dan irisan kegiatan bertentangan dengan protokol COVID-19," ucap dia.

Lebih lanjut, ujar dia, Alat Pelindung Diri (APD) bagi penyelenggara Pilkada tingkat bawah belum tersedia.

Seharusnya ini menjadi dasar bagi KPU dan pemerintah tidak memaksakan pilkada serentak pada Desember 2020.

"Itu yang seharusnya menjadi positioning teman KPU dan Bawaslu. Kalau kemudian protokol kesehatan tidak bisa dilaksanakan sebelum tahapan dimulai, sebaiknya jangan dipaksakan tahapan dijalankan," ujar dia.

Selain kesehatan, Fadli menyoroti aturan yang belum tuntas agar Pilkada serentak bisa diselenggarakan pada Desember 2020.

Hingga saat ini, tidak terdapat kerangka hukum melaksanakan Pilkada pada masa bencana. Landasan hukum yang ada, hanya berupa Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Namun, ujar dia, Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tidak mengatur mekanisme dan penyelenggaraan pilkada pada masa bencana.

Menurut Fadli, Perppu Nomor 2 Tahun 2020 hanya berbicara soal situasi yang memungkinkan untuk menunda Pilkada.

Kemudian Perppu itu juga berbicara soal kewenangan bagi KPU untuk menunda tahapan Pilkada secara nasional. Selanjutnya Perppu membahas pergeseran waktu penyelenggaraan Pilkada jika bencana belum berakhir.

"Tiga hal itu saja yang diatur Perppu. Makanya, jadi pertanyaan juga kalau DPR bersama pemerintah ingin melaksanakan Pilkada dengan protokol kesehatan. Pertanyaan saya, kenapa tidak diatur detail dalam Perppu. Nah, ini yang jadi pertanyaan sebetulnya. Ini soal kerangka hukum," beber dia.

Selanjutnya, ujar dia, infrastruktur melaksanakan tahapan pilkada belum juga terpenuhi. Terutama, berkaitan dengan pelantikan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) secara daring demi mencegah penularan COVID-19.

Fadli meragukan ketersediaan perangkat elektronik agar pelantikan daring bisa terlaksana.

"Kemudian yang penting apakah cukup waktu bagi KPU dan Bawaslu untuk mengecek kembali penyelenggara ad hoc tingkat kecamatan dan kelurahan yang sudah mereka bentuk itu, masihkah bersedia menjadi penyelenggara ad hoc di tengah penyelenggaraan Pilkada pada masa pandemi. Sementara tahapan sudah mau dimulai," pungkas dia. (mg10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler