jpnn.com, SURABAYA - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 Tahun 2018 mendapat respons bagus dari para pelaku industri baja.
Regulasi tentang ketentuan impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya itu diharapkan bisa menyetop baja impor yang selama ini mendominasi pasar.
BACA JUGA: Fluktuasi Harga Pengaruhi Kinerja Industri Baja
Presiden Direktur PT Sunrise Steel Henry Setiawan menjelaskan, baja impor menjadi penyebab utama terpuruknya industri baja dalam negeri.
Jenis baja impor yang paling banyak beredar di pasaran adalah baja paduan dengan bea masuk nol persen.
BACA JUGA: Kebutuhan Baja Naik 3 Persen di Tahun 2019
Karena itu, harga baja impor jenis tersebut sama atau bahkan lebih murah daripada baja produksi dalam negeri.
”Nah, lewat Permendag 110 ini, industri baja tanah air dapat bernapas lega. Sebab, impor baja akan diawasi dan ditekan,” tutur Henry, Kamis (7/2).
BACA JUGA: Potensi Pasar Baja di Indonesia Timur Masih Besar
Tahun ini, Sunrise Steel menargetkan pertumbuhan sampai 100 persen dibanding tahun lalu.
Optimisme tersebut muncul lantaran pasar baja lapis yang menjadi produk andalan perusahaan tersebut masih sangat potensial.
Baja lapis biasanya digunakan sebagai rangka atap dan juga atap rumah yang siap pasang.
”Masih banyak rumah dan bangunan yang membutuhkan baja lapis. Kami yakin tahun ini target kami tercapai,” ucap Henry.
Alasan lain Sunrise Steel menargetkan growth yang tinggi adalah perusahaan telah mengoperasikan lini produksi baja lapis kedua mereka bulan lalu.
Kapasitas produksi lini baru tersebut mencapai 140 ribu ton per tahun. Itu akan menambah kapasitas perusahaan yang sebelumnya berkisar 260 ribu ton tiap tahun.
”Kini, kami sanggup memproduksi baja lapis hingga 400 ribu ton dalam setahun,” terang Henry.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor, Sunrise Steel akan membangun proyek baru di sisi hulu. Yakni, fasilitas produksi bahan baku baja canai dingin di Mojokerto.
”Tahun ini kami akan memulai groundbreaking pabrik baja canai dingin. Agar bisnis kami bisa terintegrasi dari hulu sampai ke hilir,” kata Henry.
Pembangunan pabrik itu dijadwalkan selesai dalam waktu dua tahun. (car/c17/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Defisit Produk Baja Indonesia Timur Tembus 400 Ribu Ton
Redaktur : Tim Redaksi