jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan, transformasi prostitusi dari offline ke dunia online yang melibatkan anak membutuhkan penanganan serius dari pemerintah.
Ketua KPAI, Susanto mengatakan mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi dan menjatuhkan sanksi terhadap penyedia platform digital yang terindikasi melakukan kegiatan prostitusi melibatkan anak-anak.
BACA JUGA: Prostitusi di Pembatuan, Digusur sejak 1980-an, Hingga Kini Masih Bertahan
"KPAI sudah meminta Kementerian Kominfo untuk melakukan langkah kuratif menertibkan berbagai aplikasi media digital yang acapkali digunakan dan longgar dalam melakukan perlindungan konsumen, hingga sangat mudah disalahgunakan, termasuk kepada anak," kata Susanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (21/3).
Menurut dia, dunia usaha seharusnya mendukung penyelenggaraan perlindungan anak sebagaimana mandat UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak, bahwa dunia usaha merupakan pilar perlindungan anak dalam membangun kebijakan (aturan/SOP perusahaan) yang berperspektif perlindungan anak.
BACA JUGA: Ternyata Sebegini Tarif Prostitusi Online di Hotel Cynthiara Alona
Misalnya, lanjut dia, dilarang mempekerjakan anak, terutama dalam pekerjaan terburuk anak (yang merusak kesehatan, keselamatan dan moral anak). Kemudian, produk yang dihasilkan aman dan nyaman untuk anak, serta dunia usaha memiliki tanggung jawab sosial pada terselenggaranya perlindungan anak.
Susanto menyebutkan, untuk kesekian kalinya Polda Metro Jaya (PMJ) mengungkap adanya praktik eksploitasi seksual pada anak dalam kegiatan prostitusi di berbagai hotel di Jakarta.
BACA JUGA: Chyntiara Alona jadi Tersangka Terkait Prostitusi Online
Pada 18 Maret Polisi mengamankan sedikitnya 15 anak korban prostitusi di sebuah hotel milik CCA seorang publik figur, yang namanya turut terseret dalam kasus ini.
"KPAI melihat kasus ini sebagai kejahatan terstruktur yang mengandung unsur perekrutan anak di bawah umur dalam iklan aplikasi online oleh mucikari, kemudian pemindahan, penempatan, penampungan, dan penerimaan di hotel dengan cara memanfaatkan anak-anak yang rentan secara ekonomi untuk tujuan eksploitasi seksual," sebut dia.
Dia juga menambahkan pola itu merupakan petunjuk atas terjadinya human trafficking yang terkoneksi dengan hotel sebagai perusahaan yang menerima manfaat.
Dalam kasus ini, KPAI juga mendorong Kemenparekraf turut proaktif dalam efektivitas Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No PM.53/HM.001/MPEK/2013 tentang Standar Usaha Hotel untuk memiliki perspektif perlindungan anak dan menerapkan Children Right Of Business Principle (CRBP) yang mengatur tanggung jawab dunia usaha terhadap perlindungan anak. (antara/jppn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia