Prostitusi di Pembatuan, Digusur sejak 1980-an, Hingga Kini Masih Bertahan

Minggu, 21 Agustus 2016 – 00:08 WIB
Warga Pembatuan di Jalan Kenanga, Kelurahan Landasan Ulin Timur, Banjarbaru bersuka cita merayakan HUT Republik Indonesia ke-71 dengan cara menggelar berbagai perlombaan, Sabtu (20/8) kemarin. Foto: Sutrisno/Radar Banjarmasin/JPNN.com

jpnn.com - PEMBATUAN merupakan kawasan prostitusi di Banjarbaru, Kalsel, yang masih bertahan hingga kini. Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani belum mampu menutup meski sudah mengiming-imingi uang saku untuk para PSK agar pulang.  

Sabtu (20/8) kemarin, suasana Komplek Pembatuan terlihat meriah. Sebagian warga, di Jalan Kenanga, Kelurahan Landasan Ulin Timur, Banjarbaru tersebut sedang bersuka cita merayakan HUT Republik Indonesia ke-71 dengan cara menggelar berbagai perlombaan.

BACA JUGA: Mengharukan, Mereka Tetap Setia pada Merah Putih

Puluhan warga ikut serta dalam perlombaan tersebut, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa tak terkecuali para PSK yang ada di sana. Sebab, panitia lomba mewajibkan agar setiap rumah memiliki perwakilan untuk ikut lomba.

Seluruh peserta lomba, serta warga yang menonton sesekali tertawa lepas, kala ada kejadian menarik saat perlombaan berjalan. Seperti halnya, ada peserta jatuh ketika berlari. Serta kejadian lucu lainnya. Warga terlihat melupakan sejenak tentang kondisi pelik yang ada di Pembatuan.

BACA JUGA: Kini Jonan Bisa Tidur Siang, Jalan-jalan Keliling Dunia

Saat ini, Pemko Banjarbaru dengan kepemimpinan Walikota Nadjmi Adhani memang sudah cukup serius berupaya menghilangkan praktik prostitusi di daerah tersebut. Penutupan Pembatuan merupakan salah satu yang dijanjikan Nadjmi sebelum terpilih menjadi walikota.

Caranya? Pemkot mengerahkan satpol PP yang gencar melakukan razia. Mereka juga memasang baliho larangan prostitusi. Hanya melakukan dua cara ini, Nadjmi Adhani mengklaim bahwa gebrakan yang dilakukan pemerintah terbukti manjur. 

BACA JUGA: Ternyata Di Sini Para Dukun Membeli Benda-benda Eksklusif Termasuk Hantu Jenglot

"Dengan adanya pengawasan dan pemasangan baliho, tidak ada lagi pelanggan yang berani ke sana," katanya kepada Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group).

Ia mengungkapkan, dengan minimnya tamu yang datang, maka pendapatan PSK sekarang sangat jauh berkurang. Hal itu akan membuat PSK hengkang dari Pembatuan. 

"Semua sudah direncanakan, seperti halnya pemasangan baliho. Sengaja kami pasang ketika para PSK mudik Lebaran, agar mereka tidak datang lagi," ungkapnya.

Upaya penutupan Pembatuan bukanlah yang pertama kali. Sekadar diketahui, usaha penghapusan esek-esek di sana sebenarnya sudah dilakukan oleh para pemimpin terdahulu. Akan tetapi bisnis haram tersebut masih saja menggeliat. 

"Sejak PSK-nya masih sedikit sampai sekarang, pemerintah selalu ingin menutup Pembatuan. Tapi sampai sekarang tidak bisa, karena apa? Karena pemerintah hanya bisa berupaya menutup tanpa ada solusi,” ungkap Paimin, 64, tokoh warga di Pembatuan.

Mantan Ketua RT 06 Kelurahan Landasan Timur periode tahun 2000 hingga 2013 tersebut mengungkapkan, pemerintah pertama kali melakukan penggusuran sekitar tahun 1980. Kala itu praktik prostitusi di Jalan Kenanga baru berkembang selama beberapa bulan. 

"Dulu hanya ada delapan rumah bordil, lalu digusur oleh pemerintah dengan menggunakan alat berat," ungkapnya.

Usai digusur, ternyata praktik prostitusi di Pembatuan malah semakin berkembang. Ratusan PSK datang dalam kurun satu tahun, sehingga bukan hanya pekerja jauh dari istri saja yang datang ke sana. 

"Siang, malam. Banyak orang datang untuk menyalurkan hasrat biologis mereka. Kalau malam seperti pasar," kata Paimin.

Paimin mengungkapkan, setelah bertahun-tahun praktik prostitusi dibiarkan. Kemudian pada tahun 2002, Pemko Banjarbaru di bawah kepemimpinan Rudy Resnawan melakukan gebrakan dengan cara menutup Lokalisasi Pembatuan.

"Saat itu diterbitkan juga Perda larangan melakukan praktik prostitusi, sejak saat itulah daerah ini menjadi eks Lokalisasi," ungkapnya.

Namun, penutupan tersebut mendapatkan kecaman dari warga sekitar. Sebagian besar warga menolak Pembatuan ditutup, hingga beberapa kali melakukan demo. 

"Warga menolak, karena pemerintah hanya bisa menutup tanpa ada solusi," ujar bapak tiga anak ini.

Lebih lanjut Paimin mengatakan, guna meredakan gejolak masyarakat. Pemerintah selanjutnya mengajak warga sekitar bersama-sama mencari solusi terbaik dengan cara membentuk Tim Penanggulangan Dampak Penutupan Eks Lokalisasi. "Ternyata tim ini hanya sia-sia, sampai sekarang solusinya belum ada," katanya.

Ia berharap, di pemerintahan sekarang di bawah kepeimpinan Walikota Nadjmi Adhani tidak seperti pemerintahan terdahulu. Yakni hanya bisa melakukan penutupan tanpa ada solusi untuk para PSK di Pembatuan. 

"Kalau bisa jangan hanya sekadar memberi uang saku ke PSK, cobalah beri pelatihan-pelatihan supaya mereka bisa mandiri," harapnya. (ris/ij/ran/sam/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gloria Natapradja, Pagi Menangis Melihat Arjuna, Akhirnya Senyum


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler