jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengembangan pangan lokal bernilai ekonomi tinggi, salah satunya ialah seperti tempe koro.
Hal itu dilakukan untuk mendongkrak kesejahteraan masyarakat dan perekonomian nasional.
BACA JUGA: Kementan: 2 Varietas Khas Klaten Raih Hak PVT
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan pengembangan pangan lokal sejalan dengan strategi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) yang dikemas melalui cara 2 (CB 2) terkait diversifikasi produksi seperti koro benguk, jagung, ubi jalar, ketela, singkong, talas, sagu, dan lainnya diolah sedemikian rupa sebagai pangan pokok.
Strategi itu dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi.
BACA JUGA: Selamat, Kementan Raih Penghargaan Digital Inovation Award 2022
Apalagi dalam memenangkan tantangan global seperti perubahan iklim ekstrim dan pendemi covid 19 yang saat ini masih dikhawatirkan.
“Kementerian Pertanian saat ini masif menggelorakan Gerakan Ketahanan Pangan guna memperkuat perekonomian masyarakat hingga nasional sebagai langkah nyata untuk terhindar dari dampak pandemi covid 19," kata Suwandi dalam Bimbingan Teknis & Sosialisasi (BTS) Propaktani secara daring Episode 399 pada 31 Maret 2022 melalui virtual, Jumat (1/4).
BACA JUGA: Jelang Ramadan, Kementan Sebut Ketersediaan Daging Sapi, Ayam, dan Telur di Jatim Aman
Dia menambahkan sesuai arahan Mentan SYL upaya penyediaan pangan khususnya pangan lokal bernilai ekonomi tinggi harus diperkuat dengan cara baru atau modern.
Dia mengatakan harus lebih maju dengan lompatan hasil yang dicapai lebih besar agar ketersediaan pangan tangguh yang diikuti upaya hilirisasi dan kepastian pasar untuk meningkatkan kesejahteraan petani bahkan bisa ekspor.
“Kami selalu sinergi dan kolaborasi dengan stakeholder dan menggerakkan teknologi untuk mendorong dan menaikkan kelas pangan lokal kita," kata dia.
"Kunci dari pangan lokal adalah market driven, bagaimana menjadikan pangan lokal sebagai lifestyle bahkan idola generasi millenial," sambungnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian periode 2004–2009, Anton Apriyantono mengatakan dengan kandungan protein mencapai 27,4 persen, koro pedang dapat diolah menjadi tahu, tempe, maupun pakan ternak.
Komoditas itupun bisa diolah menjadi makanan ringan yang selama ini sangat bergantung pada kedelai.
"Pengembangan koro pedang mempunyai peluang cukup besar untuk mengatasi keresahan perajin tahu, tempe dan pakan ternak akibat kekurangan kedelai," katanya.
Anton menyebutkan devisa yang dikeluarkan untuk impor kedelai selama ini begitu tinggi.
Karena itu, jika koro pedang semakin berkembang dibudidayakan petani maka ke depan mampu menggantikan kedelai yang sebagian besar masih didatangkan dari luar.
Dengan demikian, tambahnya, akan menghemat devisa negara yang dipergunakan untuk mengimpor komoditas tersebut.
“Tempe benguk merupakan olahan asal biji koro benguk yang paling banyak ditemukan," jelasnya.
"Bahkan, ada penjual yang menjual biji koro benguk yang telah setengah matang dan dibungkus pembungkus plastik, hal inipun sudah siap untuk dimasak dengan aneka sayuran," imbuh Anton.
Penyebutan tempe benguk beragam antar daerah. Di Malang Selatan sering disebutnya sebagai tempe bedog, yang dijual dengan harga Rp 3.000/bungkus.
Dia mengatakan harganya mirip dengan yang dijual di Pasar Gemaharjo.
Di Pacitan, dijulukinya sebagai tempe pondasi, karena penyajiannya setelah dilapisi tepung dan digoreng mirip pondasi bangunan.
"Turunan olahan tempe benguk sudah sangat beragam, misalnya sudah ada yang membuatnya menjadi nugget tempe koro benguk," ujar Anton.
Direktur Pengembangan Agribisnis, Paskomnas Indonesia, Soekam Parwadi mengatakan koro benguk yang merupakan sumber protein saat ini masih dianggap sebagai produk inferior dibandingkan produk daging, ikan, telur, dan kacang-kacangan.
Padahal koro benguk tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang rumit, mampu hidup pada kondisi kekeringan, lahan masam dan salin dan juga berpotensi sebagai bahan obat-obatan.
"Koro benguk merupakan tanaman cover crop yang dapat tumbuh di lahan bekas penambangan batubara, dapat menaikkan pH tanah, meningkatkan ketersediaan N dalam tanah, dan juga sebagai tanaman konservasi yang dapat mengurangi erosi tanah," papar Soekam. (mrk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Bakal Terapkan Sistem Resi Gudang, Ini Manfaatnya
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian