Pernikahan Mubarakah: Detik-detik Arifin Cium Kening Karima

Selasa, 13 November 2018 – 05:41 WIB
Pernikahan Mubarakah: Muhammad Arifin Saddoen (kiri) pertama kalinya melihat wajah istirinya, Nur Aisyah Karima (gaun putih). Foto: FUAD MUHAMMAD/KALTIM POST/JPNN.com

jpnn.com - Pondok Pesantren Hidayatullah sukses menyelenggarakan pernikahan mubarakah, Minggu (11/11). Menjodohkan dua insan tanpa pernah ada pertemuan sebelumnya bukan perkara mudah. Apalagi bukan satu dua pasangan. Total ada 43 pasang pengantin.

M RIDHUAN, Balikpapan

BACA JUGA: Tony Togar Mengalami Titik Balik saat di Penjara Mako Brimob

MINIBUS putih mengaspal. Meninggalkan gerbang merah Ponpes Hidayatullah di Gunung Tembak, Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, selepas salat Zuhur. Di dalamnya ada Muhammad Arifin Saddoen. Duduk di samping pamannya yang sedang mengemudi.

Minggu pagi, pukul 08.19 Wita, pria bergelar magister pendidikan itu telah menanggalkan status jomlo yang diembannya. Pria 27 tahun ini sudah sah menikah. “Ayo,” ajak Arifin kepada awak Kaltim Post (Jawa Pos Group) yang sudah menunggu di seberang gerbang ponpes.

BACA JUGA: Cerita Stenly Hanyut di Lautan Lepas, Masuk Mikronesia

Meluncur mulus di Jalan Mulawarman, hanya perlu dua menit mobil melaju. Kemudian berbelok kiri ke jalan tanah belum bernama di RT 27, Teritip. Di bawah, ada tenda bargaris emas putih sudah terpasang. Lengkap dengan hidangan coto makassar dan rawon di dalamnya.

Namun, bukan makan tujuan Arifin. Dia sedang degdegan. Setelah mengucapkan akad, penasarannya bertemu dengan istri, Nur Aisyah Karima memuncak.

BACA JUGA: Menegangkan, Detik Demi Detik Kedatangan Pasukan Sekutu (2)

“Ingat jangan main seruduk aee kayak banteng,” kelakar kakak ke-15 Arifin, Hidayatullah, saat menemani sang adik menunggu di luar rumah.

Arifin tersenyum. Namun, kegugupannya tampak di balik lensa kacamatanya. Apalagi ketika mertuanya beberapa kali keluar masuk rumah. Mengabarkan bahwa mempelai perempuan belum selesai melakukan persiapan. Bertambah tegang sikap Arifin yang sudah melangkahkan kaki. Namun, harus ditarik lagi karena tuan rumah belum mengizinkan.

“Tidak apa-apa tegang. Memang harus. Kalau enggak, ya enggak jadi,” goda Hidayatullah kembali kepada adiknya.

Hampir 15 menit berlalu. Ketika mertua datang dengan kabar gembira. Arifin dan rombongan dipersilakan masuk. Salam diucapkan sang kakak. Lantang untuk mendiamkan bisik-bisik dari dalam. Di ruang tamu berderet pria paruh baya menyambut. Bersalaman dan pelukan satu per satu sebelum memasuki ruang berikutnya. Tempat sang istri menunggu.

“Sebelumnya berpantun dulu. Karena kami orang Melayu. Ikan sepat, ikan gabus. Lebih cepat lebih bagus,” ucap Hidayatullah disambut gelak tawa bagi yang mendengarnya.

Tirai yang memisahkan ruang dibuka. Nur Aisyah Karima duduk bersimpuh. Belasan perempuan, kebanyakan paruh baya mengapitnya. Dengan aba-aba sang kakak, Arifin langsung masuk dan ikut bersimpuh di depan istrinya. Keduanya lantas berpegangan. Membuat ruangan langsung ramai dengan canda dan tawa. Makin ramai ketika Arifin mencium kening Karima.

Karima yang tampak anggun dengan balutan gaun putih berjilbab langsung tersipu. Beberapa kali jemari lentiknya digunakan untuk menutupi wajah. Dengan mata yang sesekali melirik pria berbaju koko putih di depannya. “Mahar. Mana maharnya?” tanya keluarga yang hadir.

Seketika sekotak biru berisi perlengkapan salat dan Alquran diberikan. Dari tangan Arifin ke istrinya. Keduanya kembali saling memegang tangan. Ruangan kembali riuh. Namun sebelum mendapatkan kesempatan berkenalan dengan keluarga perempuan, Arifin diminta mengajak Karima ke kamar.

“Salat dulu. Jadi imam untuk istrimu,” pinta Karimusa E Nasution, ayah mertua Arifin.

Meski sudah kali ketiga bertemu Arifin, Karimusa menyebut belum berkurang suka citanya. Putri pertamanya dipersunting lelaki pilihan Hidayatullah. Yang disebutnya baik secara agama.

Berparas tampan dan berpendidikan tinggi. Membuatnya dengan senang hati melepas putri kesayangan. “Malah anak saya yang minder,” tutur Karimusa.

Dia bercerita, pertama kali mengenal Arifin melalui selembar biodata yang disertai foto. Disodorkan panitia acara pernikahan mubarakah. Setelah bertemu langsung, Jumat (80/11) lalu, keyakinan Karimusa meningkat. Menjadikan pemuda asal Kepulauan Bangka Belitung itu sebagai menantu.

“Namun tetap saya serahkan kepada anak saya. Yang jelas pesan saya satu. Jangan sampai menyesal karena menolak. Karena saya yakin, dia (Arifin) agamanya bagus. Itu yang utama mencari pasangan hidup,” kata pria 52 tahun itu.

Akhirnya Karima menerima. Membuat hati Karimusa selaku orangtua gembira. Persiapan pun dilakukan. Undangan diumumkan sehari sebelum pelaksanaan akad. Karena panitia acara baru mengumumkan resmi masing-masing pasangan satu hari sebelum pernikahan.

Namum tenda sudah didirikan. Sesuai tradisi, meski sudah berstatus suami istri, Arifin dan Karima duduk di pelaminan sendiri-sendiri.

“Alhamdulillah sesuai ekspektasi. Ganteng,” ucap Karima ditemui ketika duduk di pelaminannya dengan pipi merona.

Lewat steering commite-lah, pasangan pengantin seperti Arifin dan Karima bisa disatukan. Bukan perkara mudah untuk menyatukan dua insan yang tak saling mengenal itu. Ada cara dan sistem yang telah dibangun para pendiri dan perintis Hidayatullah selama 41 tahun tradisi pernikahan mubarakah eksis.

“Kami buat grade (kelas) dulu,” sebut Amin Mahmud, salah satu steering commite.

Grade ini menentukan klasifikasi calon mempelai. Disusun sejak enam bulan lalu, ketika pelamar pertama kali mendaftarkan diri. Pertama dari sisi fisik. Akan di-ranking dari yang paling ganteng hingga yang wajahnya pas-pasan. Dari yang paling cantik hingga yang kurang menarik. Dari yang bertubuh ideal hingga yang tampak malas berolahraga.

“Tidak bisa dinafikan. Fisik merupakan faktor penting untuk mencari pasangan ideal,” kata pria 66 tahun itu.

Kemudian usia. Setiap pasangan diusahakan memiliki jarak usia yang menurut mereka pas. Misal dalam kasus Arifin dan Karima. Arifin berusia 27 tahun. Sementara Karima berusia 21 tahun. Bukan jarak yang dekat atau jauh menurut mereka.

Karena usia bisa memengaruhi mental kepatuhan istri kepada suami. Masing-masing pasangan lantas disesuaikan dengan tingkat pendidikannya. Ini berlaku sebagai bentuk cara berpikir masing-masing mempelai.

“Tentu ditunjang dengan karakter calon. Makanya kami banyak melakukan sesi wawancara. Mengetahui betul bagaimana keilmuan, cara berpikir dan psikologis mereka,” terang Amin.

Selama lima kali dipercaya sebagai steering commite, Amin menyebut pihaknya tak menutup ruang bagi pasangan jika memang punya permintaan khusus. Misalnya, si perempuan minta suami dari suku tertentu atau menghindari suku lainnya. Tentu disertai dengan dasar yang logis. Jika memang tidak bisa memberikan keinginan tersebut, pihaknya akan memberi tahu si perempuan.

“Ada yang minta dicarikan suami yang murah senyum. Kebetulan ada,” sebutnya.

Sementara kebanyakan calon pengantin pria ingin punya istri yang cantik dan putih. Namun, pihaknya jarang mengabulkan permintaan yang satu ini. Begitu pula dengan duda yang ingin sekali menikahi gadis perawan. Bisa diusahakan. Namun jika ada penolakan dari pihak perempuan, hal itu tak bisa dipaksakan.

“Kalau mau putih, baju saya putih. Apakah cukup dengan itu. Ujung-ujungnya yang dicari perempuan yang saleha. Karena dengan kesalehan itu bisa menutupi kekurangan lainnya,” tutur kakek 26 cucu itu.

Setiap nama pasangan yang sudah ditetapkan, akan disodorkan kepada pimpinan pondok pesantren. Tak lupa dilakukan salat istikharah untuk meminta petunjuk agar tak ragu menentukan pasangan. Sebab, baginya ini adalah tanggung jawab yang besar menentukan masa depan rumah tangga calon mempelai.

“Alhamdulillah kasus perceraian hasil nikah mubarakah ini kecil sekali. Karena sejak awal kami betul-betul menentukan pasangan ini,” sebut Amin.

Meski begitu, tak dimungkirinya ada pasangan yang akhirnya bercerai. Pernah ada kasus di mana sang istri akhirnya mengadu kepada panitia. Karena suami yang dipilih steering commite tak mampu melayani kebutuhan biologisnya. Akhirnya dilakukan pendekatan dan musyarawah untuk memperbaiki kondisi tersebut.

“Pemeriksaan kesehatan juga diperketat. Jadi ketahuan penyakitnya apa saja,” ucapnya. (far/k16)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menegangkan, Detik Demi Detik Kedatangan Pasukan Sekutu (1)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler