jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) mendesak pemerintah menghentikan langkah mendatangkan tenaga kerja asing (TKA).
Desakan dikemukakan menyusul beredar kabar pemerintah berencana mengambil kebijakan akan mendatangkan sejumlah TKA untuk beberapa proyek strategis nasional yang masih berlangsung.
BACA JUGA: Perkembangan Menyedihkan dari Ponpes Temboro Magetan
Salah satu daerah yang disebut bakal kedatangan 500 TKA dari China, yaitu Sulawesi Tenggara.
"Kami menilai itu (mendatangkan TKA) tidak bijak, apalagi masyarakat sedang dihadapkan pada situasi menghadapi pandemi COVID-19 yang memporak-porandakan kehidupan, baik sosial maupun ekonomi," ujar salah seorang aktivis yang tergabung dalam GIAD, Jeirry Sumampow, dalam pesan tertulis, Jumat (1/5).
BACA JUGA: Satu per Satu Perampok Bengis Tersungkur, Terima Kasih, Pak Polisi
Pandangan senada juga dikemukakan aktivis lainnya, Ray Rangkuti. Menurut Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) ini, rencana mendatangkan TKA dari China semata karena alasan investasi, sangat sulit diterima.
"Sangat berpotensi menambah kerumitan dalam pencegahan COVID-19. Selain itu juga memberi sinyal seolah aturan yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah, berlaku tidak konsisten," ucapnya.
BACA JUGA: Anak-Anak Sudah Bosan, Mas Nadiem Harus Segera Bikin Terobosan
Ray lebih lanjut mengatakan, di satu sisi pemerintah terus menerus meminta warga patuh dan sigap melaksanakan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Di sisi lain malah terus membuat kebijakan yang mengundang protes publik dan menimbulkan keraguan.
Sementara itu, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, 56 persen angkatan kerja di sektor informal saat ini rentan kehilangan pekerjaan sebagai dampak COVID-19.
Angka tersebut berpotensi menambah jumlah pengangguran terbuka sebanyak 3,5 juta hingga 8,5 juta orang di 2020.
"Sungguh tidak bijak jika pemerintah masih mengeluarkan izin mendatangkan tenaga kerja asing masuk Indonesia," katanya.
Untuk itu, GIAD mendesak pemerintah menghentikan izin rencana mendatangkan TKA, sejalan dengan kebijakan penutupan masuknya WNA ke Indonesia, sebagai wujud konsistensi komitmen pemerintah memotong rantai covid-19.
Pemerintah diminta memperioritaskan penanganan pengangguran dan kemiskinan di dalam Negeri.
"Pemerintah sebaiknya fokus pada penanganan dampak COVID-19, baik dampak Kesehatan, sosial, utamanya dampak Ekonomi," kata aktivis penggagas GIAD lainnya, Yusfitriadi.
Pemerintah juga diharapkan tidak membebani pikiran dan perasaan masyarakat ke arah yang negatif, terutama dalam kondisi di mana penanganan pandemi Covid-19 belum berjalan optimal.
Berbagai kebijakan yang dilakukan dinilai berpotensi menambah beban pikiran masyarakat.
"Sebut saja tentang pembahasan RUU Omnibus Law, kebijakan pendanaan kursus prakerja yang menghabiskan dana negara Rp 6.5 triliun yang beraroma 'rent seeking' dan sekarang kebijakan memberi izin masuknya TKA dalam kondisi covid-19," kata Yus.
GIAD merupakan sekumpulan aktivis kemanusiaan yang aktif mengawal kebijakan pemerintah agar sepenuhnya diarahkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Mereka yang tergabung dalam GIAD masing-masing Ray Rangkuti, Kaka Suminta, Badiul Hadi, Arif Susanto, Jeirry Sumampow, Lucius Karus, Alwan Riantobi, Arif Nur Alam, dan Yusfitriadi. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang