jpnn.com, JAKARTA - Dua tokoh sekaligus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.(BPIP), Ahmad Syafii Maarif dan Sudhamek AWS tampil sepanggung dalam webinar 'Merajut Kebinekaan Untuk Ketahanan Bangsa'.
Keduanya menjadi pembicara utama pada webinar dalam rangka hari raya Waisak 2565 tersebut.
BACA JUGA: Sultan Sambut Positif Ide Menag Gus Yaqut Jadikan Borobudur Rumah Ibadah Umat Buddha
Dalam paparannya, Sudhamek mengemukakan, salah satu solusi dari perspektif ekonomi dan bisnis dalam memaknai Bhinneka Tunggal Ika bisa melalui demokrasi ekonomi yang inklusif.
"Ini untuk mewujudkan kedaulatan, kesejahteraan dan keadilan. Inilah esensi ekonomi Pancasila," kata Sudhamek dalam webinar besutan Sekolah Tinggi Agama Buddha (STIAB) Smaratungga, Sabtu (29/5).
BACA JUGA: Buya Syafii: Mendewakan yang Mengaku Keturunan Nabi adalah Perbudakan Spiritual
Dia mengatakan strategi operasional ekonomi Pancasila secara makro dikatakan inklusif karena dilakukan dengan strategi pemberdayaan UMKM, kemitraaan dan pendekatan jaringan lintas Iman berbasis riset dan inovasi.
Sedangkan solusi paling tepat pada tataran mikro (bisnis), menurut pandangan Sudhamek adalah membangun bisnis berlandaskan mindfulness.
BACA JUGA: Nadiem Makarim Ingin Hapus UN, Buya Syafii: Jangan Serampangan, Ini Bukan GoJek
"Bukan hal mudah mengelola bangsa yang sedemikian binekanya," ujarnya.
Menurutnya, dibutuhkan pemahaman dan pandangan yang benar terhadap hakikat kebinekaan dalam suku, agama, ras, golongan dari masyarakat dengan latar belakang ekonomi, sosial budaya yang berbeda.
Konflik suku, agama dan ras (SARA) di Indonesia, kata Sudhamek, akan memecah belah dan merusak tatanan ketahanan nasional.
"Jika ditelisik lebih dalam terdapat berbagai pencetus konflik SARA, di antaranya sentimen etnis, radikalisme, kesenjangan ekonomi, perbedaan sudut pandang sosial budaya masyarakat.
Sementara Syafii Maarif mengulas sejarah panjang kebinnekaan dalam pembentukan negara Indonesia. Syafii mengatakan Indonesia merupakan bangsa besar sehingga rakyatnya harus menanamkan sikap toleransi dalam diri dengan terus memelihara persatuan, persaudaraan dan kerukunan antarsesama.
"Bhineka Tunggal Ika merupakan nilai bangsa yang harus terus dijaga," tegasnya.
Dia melanjutkan suatu perbedaan itu dipahami dan dibiarkan dalam rangka mewujudkan persatuan kesatuan bangsa. Dengan kata lain keanekaragaman bangsa dihormati dalam wadah kesatuan bangsa Indonesia.
Hal ini juga selaras dengan semboyan yang menggambarkan secara jelas prinsip penghormatan keanekaragaman dalam wadah persatuan, yakni Bhineka Tunggal Ika.
"Kebinekaan harus dipahami sebagai sebuah kekuatan pemersatu bangsa. Menerima perbedaan sebagai sebuah kekuatan, bukan ancaman ataupun gangguan," tegas pria yang akrab disapa Buya Syafii itu.
Dia menyebutka semua budaya, agama dan suku yang ada tetap pada bentuknya masing-masing. Hal yang mempersatukan semua itu adalah rasa nasionalisme dan kebanggaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika, tambahnya, tidak bisa dianggap sekadar semboyan, melainkan harus dihayati, disimpan pada sanubari dan dilaksanakan oleh setiap warga negara Indonesia.
Pada kesempatan sama, Ketua Yayasan Buddhayana, Nyanasuryanadi Mahathera berharap agar webinar ini menjadi bekal bagi para peserta dalam menjaga toleransi, kerukunan dan persaudaraan yang dilandasi cinta kasih di Indonesia sehingga semua mampu menahan diri dari pandangan maupun sikap-sikap yang mendiskreditkan perbedaan primordial apa pun.
"Kita harus mulai mengubah pola pikir untuk saling menerima dan menghormati segala perbedaan yang ada. Melihat hidup ini dari persamaan bukan perbedaan," pungkasnya. (esy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad