jpnn.com, JEMBER - Pakar kebijakan publik Universitas Jember (Unej) Hermanto Rohman menilai perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) tidak akan menjamin keberhasilan membangun desa.
Hal itu disampaikan Hermanto merespons tuntutan kades yang meminta perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun melalui revisi UU Desa.
BACA JUGA: PAPDESI Siap Kawal Usulan Revisi UU Desa Tentang Masa Jabatan Kades
"Alasan stabilitas dan keberlanjutan pembangunan, serta politik di desa dengan biaya politik yang lebih efisien dalam memperpanjang jabatan kepala desa 9 tahun, itu sama saja tidak akan memiliki makna," ujar Hermanto di Jember, Kamis (19/1).
Menurut dia, keberhasilan, kestabilan, dan kesuksesan pembangunan desa bukan hanya masalah waktu, melainkan tergantung dari kemampuan kepala desa menyusun perencanaan yang matang dan gagasan terobosan inovasi membangun desa.
BACA JUGA: Begini Alasan Mahasiswa Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Kades Jadi 9 Tahun
"Kades dinilai berhasil karena perencanaan yang matang dan gagasan terobosan inovasi dari sosok kepala desa yang kemudian diimplementasikan dengan ketaatan dan eksekusi yang matang. Selama ini, hal itu belum maksimal," tutur Hermanto.
Dia menyebut pemerintahan desa saat ini masih di bawah kendali sosok kepala desa yang kuat, dan parahnya juga tidak sebanding dengan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang mampu menjadi penyeimbang dan kontrol bagi pembangunan desa.
BACA JUGA: Revisi UU Desa, Masa Jabatan Kades Bakal Jadi 9 Tahun
Jika desa menemukan sosok kades yang kinerjanya baik dari sisi perencanaan, implementasi bahkan pertanggungjawaban kades yang bagus dan inovatif, serta diimbangi peran BPD yang maksimal, maka waktu 9 tahun akan memberi garansi terhadap pembangunan desa yang baik.
"Jika sebaliknya maka masyarakat akan makin lama menunggu tidak adanya perubahan dan perbaikan di desa," ujar dosen administrasi negara FISIP Unej itu.
Hermanto mengatakan alasan mengajukan perpanjangan masa jabatan jadi 9 tahun juga harus dipotret apakah demokratisasi desa sudah berjalan dengan baik atau tidak.
Hal itu menurutnya bisa dilihat dari berfungsinya peran BPD sebagai kontrol pembangunan. Kemudian pola transparansi dan akuntabilitas pembangunan desa apakah sudah berjalan baik atau belum.
"Jika belum, itu akan menjadi masalah baru karena perpanjangan masa jabatan justru menjadi celah penghambat pembangunan desa dan melahirkan semangat membangun kekuasaan semata dengan biaya politik tinggi, tetapi lemah dalam pengawasan," tuturnya.
Hermanto menilai sah-sah saja jika tuntutan kades dan dukungan pemerintah menjadi alasan melakukan revisi UU Desa, tetapi sebaiknya yang dipikirkan juga bukan semata mengakomodasi dari 6 tahun menjadi 9 tahun saja.
"Perlu juga menguatkan kontrol BPD, masyarakat, dan juga kewajiban transparan akuntabilitas pembangunan desa justru menjadi penting diperhatikan karena waktu sembilan tahun itu lama bagi masyarakat," kata Hermanto.(antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sahroni Sebut Erick Thohir Calon Terbaik untuk Ketum PSSI
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam