jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah benar-benar memikirkan hal detail tentang pemberian kewenangan kepada aparat perpajakan untuk memiliki akses ke rekening nasabah perbankan. Menurutnya, jangan sampai aparat perpajakan malah terbebani tugas yang payung hukumnya kurang kuat.
Misbakhun menyatakan hal itu pada rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Jakarta, Senin (17/7) untuk membahas rencana penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Menurut Misbakhun, pemerintah dalam hal ini Menkeu harus mencari jalan keluar tentang persoalan dalam perppu yang memberi wewenang ke aparat pajak punya akses ke rekening nasabah perbankan itu.
BACA JUGA: Target Penerimaan Pajak Naik Rp 20 Triliun
“Bu Menteri Sri Mulyani perlu mengetahui ada beberapa hal yang menjadi permasalahan substansial terhadap perppu itu, dan bu Menteri harus mencarikan jalan keluar. Sehingga, dukungan ini juga tidak kemudian menadi melemah karena konten,” ujarnya.
Misbakhun lantas mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 9 Perppu Nomor 1 Tahun 2017. Dalam ketentuan itu ada frasa ‘dapat menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)’ yang menurut Misbakhun sangat rentan dipersoalkan.
BACA JUGA: Alumni STAN Mau Undang Denny Indrayana, Misbakhun Sampaikan Protes
“Kalau kita baca UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Perundang Undangan, maka PMK tidak boleh mengatur di luar isi dari perppu ini ketika menjadi UU,” sebutnya.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu itu menjelaskan, terdapat lima UU yang terkait langsung dengan perbankan yang bersinggungan dengan Perppu 1/2017. Yakni UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Asuransi, UU Pasar Modal dan UU Bursa Berjangka.
BACA JUGA: Dua Perppu Antre di DPR, Begini Harapan Istana
Karena itu Misbakhun menegaskan, harus ada hal yang diperinci tentang akses pegawai pajak terhadap informasi perbankan. Apakah deposito, saldo pinjaman, atau rekeningnya.
Jika belum ada jalan keluar bagi persoalan itu, Misbakhun khawatir yang terbebani justru pegawai pajak. Sebab, ketika aparat pajak hendak meminta informasi dari perbankan, maka bisa-bisa berbenturan langsung dengan wajib pajak.
“Saya mengkhawatirkan perppu ini akan berpotensi diuji materi, apakah di tingkat MA (Mahkamah Agung, red) atau di MK (Mahkamah Konstitusi, red) karena ketidakjelasan sejak awal kita meregulasi,” ujarnya.
Misbakhun lantas mencontohkan akses pegawai pajak di sektor asuransi. Jenis informasinya harus diperinci.
“Ini yang mau kita buka apanya? Kalau Perppu-nya tidak bunyi (diperinci, red) yang kita setujui menjadi UU dan di PMK justru mengaturnya, ini yang akan menjadi pertanyaan semua. Saya mengkhawatirkan itu Bu Menteri,” ungkapnya.
Meski demikian Misbakhun menegaskan, dukungan nyata DPR secara politik akan membuat perppu itu menjadi UU. Hanya saja, kata dia, jangan sampai pelaksanaan pembukaan akses informasi perbankan bagi aparat pajak justru lemah lantaran tidak diatur secara rinci dalam peraturan setingkat UU.
Misbakhun pun menyarankan ke Menkeu untuk mencarikan jalan keluar. Selanjutnya, pemerintah dan DPR segera membahas RUU Ketentuan Umum Perpajakan.
“Di dalam RUU KUP ini bisa dimasukkan semua komponen yang ingin menjadi keinginan dan kewenangan pemerintah dalam pembukaan rekening nasabah. Saya cuma takut dan kasihan pegawai yang di lapangan, Bu Menteri,” pungkasnya.(dms/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat: Darmin Nasution dan Sri Mulyani Cukup Sampai di Sini
Redaktur : Tim Redaksi