Perpres Kewenangan Luhut Digugat ke MA

Selasa, 10 Maret 2015 – 00:35 WIB
Luhut Panjaitan. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Polemik mengenai Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 yang memberikan kewenangan besar kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan berujung di Mahkamah Agung (MA).

Empat orang aktivis yang mengaku merupakan mantan relawan Jokowi, mengajukan gugatan judicial review atas Pepres dimaksud, lantaran dinilai bertabrakan dengan  pasal 13 UU 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan pasal 4 ayat 2 UU 39 Tahun 2008 tentang kementerian negara.

BACA JUGA: Sekeluarga yang Berangkat ke Turki Dikenal Ramah, Istri Bercadar

Keemat warga yang mendaftarkan gugatan ke MA kemarin (9/3) adalah Arief Rachman, Erfandi, Victor Santoso, dan Tezar Yudhistira.

"Di dalam UU Kementerian Negara sudah jelas diatur hanya boleh membentuk 34 kementerian.  Tapi, dengan adanya kepala staf kantor kepresidenan berarti ada 35 kementerian. Ini jelas sebuah pelanggaran," ujar Tezar Yudhistira usai mendaftarkan gugatan.

BACA JUGA: 20 Persen Proyek Kemenhub Tidak Bermanfaat

Karena itu, dia menilai perpres dimaksud tidak memiliki landasan hukum bahkan bertentangan dengan dua undang-undang sekaligus.

Tezar menyebut kantor staf kepresidenan tergolong kementerian karena kewenangan Luhut sudah mirip bahkan melampuai seorang menteri. Ini terlihat dari ketentuan di perpres dimaksud, yang antara lain di pasal 9 ayat (1) yang menyatakan “Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Staf Kepresidenan dapat membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian dan/atau lembaga terkait untuk penanganan masalah tertentu.”

BACA JUGA: MenPAN : Polisi Jangan Hanya Ekspos Kasus Kecil

Perpres juga menegaskan, Kepala Staf Kepresidenan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan menteri.

Padahal, lanjut Tezar, tugas pengendalian lintas menteri sudah ditangani menko dan itu sudah punya anggaran tersendiri.

Sebelumnya diberitakan, Wapres Jusuf Kalla juga telah menunjukkan ketidaksenangannya atas pemberian kewenangan yang besar kepada Luhut. JK juga mengaku tidak tahu dan tidak diajak bicara oleh Presiden Jokowi mengenai tugas baru untuk Luhut itu.

Menurut JK, kewenangan Luhut berpotensi menimbulkan koordinasi yang berlebih. Pasalnya, untuk tugas koordinasi sudah dipegang oleh dirinya. Kewenangan terlalu luas bagi Luhut justru malah bisa menimbulkan kesimpangsiuran.

"Ada instansi lagi yang bisa mengkoordinasi pemerintahan, berlebihan nanti. Kalau berlebihan bisa simpang siur,” cetus JK beberapa waktu lalu. (RMOL/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Khawatir Vonis Makin Berat, Ini Saran Kuasa Hukum untuk Wako Palembang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler