Perpres Satgas Kelautan Rawan Digugat

Minggu, 13 Desember 2015 – 23:35 WIB
Presiden Joko Widodo. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar mengatakan, keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal yang ditanda-tangani Presiden Jokowi pada 19 Oktober 2015 berpotensi untuk digugat masyarakat karena bertentangan dengan UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Selain itu, isi Perpres tersebut secara teknis juga bertentangan dengan prosedur tetap pengendalian pasukan yang berlaku di lingkungan TNI karena terkesan ada superioritas sipil terhadap TNI dalam konteks operasional.

BACA JUGA: Pengajar PTIK Minta Publik Bedakan Kasus Pidana dan Etik

“Maksud dan tujuan Perpres diklaim baik bisa memberantas illegal fishing, namun di dalam sistem tata urutan perundang-undangan keberadaan Prepres itu bukan tidak mungkin terkesampingkan dengan sendirinya karena bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi," kata Junisab kepada wartawan, Minggu (13/12).

Menurut Junisab, dalam Perpres itu Presiden Jokowi telah menunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebagai Komandan Satgas.

BACA JUGA: Menaker Terjunkan Tim Selidiki Kecelakaan di Proyek Podomoro dan Gedung Arcadia

Di dalam Pasal 3D Perpres itu ditemukan hal yang menggelitik sebab Satgas berwenang melaksanakan komando dan pengendalian yang meliputi kapal, pesawat udara, dan teknologi lainnya dari TNI AL.

“Itu seperti hendak menumpangi kewenangan TNI oleh sipil yang tidak memahami sistim komando,” katanya.

BACA JUGA: Menteri Luhut Kumpul Bareng Alumni Akabri 1970, Ada Apa Nih

Kewenangan yang sepertinya ideal itu lanjutnya, jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 18 ayat 2 UU No. 3 tahun 2002 yang menyatakan bahwa hanya Panglima TNI yang bisa menyelenggarakan strategi dan operasi militer. Termasuk dalam pembinaan profesi dan kekuatan militer.

“Bahkan, penggunaan kekuatan TNI hanya menjadi kewenangan Panglima TNI atas perintah Presiden. Dalam pasal itu, anak kalimat 'berwenang melaksanakan komando dan pengendalian' sangat identium dengan sebagian tugas pokok dari Panglima TNI," tegas Junisab.

Menurutnya, Perpres itu juga bertentangan dengan UU No. 34 tahun 2004 Pasal 19 Ayat 1 yang menyatakan tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI, serta dalam Ayat 2 berbunyi dalam hal penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud, Panglima TNI bertanggungjawab kepada Presiden. Ini yang berikutnya akan terbentur Perpres itu.

“Tidak ada lembaga yang bisa memerintah kekuatan TNI kecuali oleh Panglima TNI atas perintah dari Presiden," tegas dia.

Berikutnya, kata Junisab, peluang melawan UU oleh Perpres itu terdapat pada Pasal 4 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa pelaksana harian satgas adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal). Dalam tata kelola komando dan pengendalian TNI, sama sekali tidak ada otoritas Wakasal melaksanakan komando dan pengendalian. Karena komando dan pengendalian ada pada level para Panglima Armada.

“Walau Perpres itu dianggap baik dalam upaya pemberantasan illegal fishing, tetapi tidak bisa dibentuk dengan cara-cara melawan UU. Minimal, strukturnya harus diperbaiki agar tidak merusak tata laksana pranata TNI,” ujarnya.

Jika itu tidak diperbaiki kata Junisab, terkesan Perpres tersebut hanya untuk memuaskan keinginan Susi Pudjiastuti.

“Kami memprediksi dalam waktu dekat pihak-pihak yang memiliki kepentingan terkait kelautan dan perikanan akan menempuh upaya hukum. Jangan sampai karena pengaruh Susi kemudian energi Presiden akan tersedot habis baik dari sisi politik dan hukum sehingga bisa merugikan Presiden sendiri,” kata Junisab Akbar.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Hamzah Kok Bicara Air Keruh dan Anti-ribut, Ada Apa?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler