jpnn.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo membeberkan pertimbangannya dalam perpanjangan kebijakan berbagi beban APBN atau burden sharing.
Perry menegaskan tidak akan mengurangi independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral.
BACA JUGA: BI Sebut Aliran Modal Asing Mencapai Rp 3,49 Triliun dalam 3 Hari
“Kerja sama ini tidak akan mengurani kemampuan Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan moneter yang prudent,” kata tegas Perry di Jakarta, Selasa (24/8).
Perry Warjiyo menjelaskan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana serta menanggung bunga dalam kerja sama yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3, tidak akan mempengaruhi kemampuan BI dalam melakukan kebijakan moneter.
BACA JUGA: Gubernur BI Buka Suara Terkait Tapering Off The Fed, Begini...
Menurut dia, SBN yang dibeli bersifat tradable dan marketable, sehingga bisa dimanfaatkan BI sebagai instrumen operasi moneter.
“Jumlahnya terukur, sehingga kami bisa lakukan mandat BI dalam melakukan stabilisasi nilai tukar maupun inflasi,” ujar Perry Warjiyo.
BACA JUGA: Ramalan BI soal Puncak Perekonomian Indonesia, Pakai Studi Bukan Kaleng-kaleng
Tak hanya itu, Perry menyebut sudah mempertimbangkan dampak tapering off bank sentral AS, Federal Reserve (Fed) dan dampak inflasi yang mulai terasa pada 2023.
“Tentu saja tambahan ekspansi moneter akan menambah tekanan inflasi. Bukan pada 2021 dan 2022, BI sudah mengantisipasi kalau 2023 ada kenaikan inflasi,” kata Perry Warjiyo.
Lebih lanjut, Perry menuturkan SKB 3 juga tidak akan mempengaruhi kondisi keuangan Bank Indonesia. Meskipun kerja sama tersebut akan memperlebar defisit, namun dia menyampaikan modal BI masih sangat besar dan cukup untuk menjaga kesinambungan serta kondisi keuangan bank sentral itu.
“Rasio modal kami tahun lalu adalah 8,64 persen, tahun ini kemungkinan kemungkinan 8,9 persen dan kemungkinan akan menurun menjadi sekitar lima atau empat persen, tetapi dari sisi modal itu besar," kata Perry.
Perry menyebutkan juga jumlah modal tersebut masih mampu untuk menjaga kesinambungan fiskal keuangan Bank Indonesia.
Adapun melalui SKB 3, Bank Indonesia akan membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp 215 triliun pada 2021 dan sebanyak Rp 224 triliun pada 2022.
SKB tersebut terdiri dari dua skema, yakni Cluster A di mana BI akan menanggung seluruh biaya bunga sebesar tingkat bunga Reverse Repo BI Tenor 3 bulan untuk pendanaan program sektor kesehatan dan kemanusiaan sebesar Rp 58 triliun untuk 2021 dan Rp 40 triliun untuk 2022.
Sedangkan Cluster B, BI akan berkontribusi sebesar Rp 157 triliun untuk 2021 dan Rp 184 triliun untuk 2022 dengan tingkat bunga sama namun ditanggung pemerintah. (antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Elvi Robia