jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Agama membuat regulasi baru, yakni sarjana non Tarbiyah (kependidikan) diperbolehkan untuk menjadi guru agama.
Kemenag beralasan upaya ini untuk menambal kekurangan guru agama di madrasah maupun sekolah.
BACA JUGA: Siswa Madrasah Pintar Mengaji dan Ukir Prestasi, Nih Buktinya
Dengan regulasi ini, bisa dipastikan persaingan untuk menjadi guru agama Islam tahun depan bakal semakin ketat.
Dirjen Pendidikan Islam (Pedis) Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan kebijakan sarjana non Tarbiyah boleh jadi guru agama itu bukan dilepas begitu saja.
BACA JUGA: Lukman Hakim Tolak Sekolah Lima Hari Diterapkan di Madrasah
Dia mengatakan sarjana non Tarbiyah yang boleh menjadi guru agama itu adalah sarjana lulusan syariah, dakwah, ushuluddin, dan adab.
Dia menuturkan sarjana lulusan syariah, bisa menjadi guru fiqih. Sedangkan sarjana ushuluddin bisa mengisi jabatan sebagai guru Alquran Hadist dan sarjana adab menjadi guru sejarah kebudayaan Islam.
BACA JUGA: Siap Terapkan Program Siswa Berbahasa Inggris dan Arab
’’Untuk bisa menjadi guru agama, lulusan non Tarbiyah itu harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG, red),’’ katanya.
Kamaruddin mengatakan saat ini kebutuhan guru agama cukup tinggi. Untuk di sekolah saja, saat ini kekurangan 20 ribu guru agama. Padahal pelajaran agama di sekolah hanya satu mata pelajaran.
Kebutuhan lain adalah guru agama di madrasah. Kebutuhan guru agama di madrasah cukup komplek, karena terdiri dari beberapa mata pelajaran. Seperti Fiqih, Akidah-Akhlak, Alquran Hadist, dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Menurut guru besar UIN Alauddin Makassar itu, tahun depan baru dibuka program PPG. Dengan asumsi pelaksanaan PPG selama satu tahun, maka guru-guru agama dari sarjana non Tarbiyah baru efektif bisa bekerja pada 2019.
Pengamat pendidikan sekaligus dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jejen Musfah berharap Kemenag tidak melepas begitu saja para sarjana non tarbiyah untuk menjadi guru agama.
’’Kalau caranya seperti itu, bubarkan saja fakultas tarbiyah. Seperti itu kira-kira guyonan di kalangan dosen-dosen tarbiyah,’’ jelasnya.
Menurut Jejen profesi guru itu bukan sebuah profesi sembarang. Harus diisi oleh orang-orang yang memiliki bakat dan minat menjadi guru.
Dia khawatir sarjana non Tarbiyah itu tidak memiliki minat menjadi guru. Buktinya sejak awal mereka tidak kuliah di Tarbiyah.
Namun karena kesulitan mendapatkan pekerjaan, mereka akhirnya banting setir menjadi guru agama di sekolah maupun madrasah. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Pastikan Sekolah Lima Hari tak Gerus Madrasah Diniyah
Redaktur & Reporter : Soetomo