jpnn.com, JAKARTA - Daftar Pemilih Tetap (DPT) merupakan elemen paling dasar dari penyelenggaraan pemilu. Jika tidak ada daftar pemilih, maka tidak ada pemilu sebagai sarana pengejawantahan kedaulatan rakyat.
“Oleh karena itu, persoalan DPT harus segera dituntaskan. Jangan sampai persoalan DPT ini menjadi sebuah pelecehan kedaulatan rakyat dalam bentuk pengabaian hak-hak fundamental pemilih sehingga dapat mengganggu legitimasi dan kualitas Pemilu 2019,” kata Direktur Eksekutif 7 (Seven) Strategic Studies, Girindra Sandino dalam keterangan persnya, Senin (1/4).
BACA JUGA: Oknum Petugas KPU Lalai, Ada 27 WNA Lolos Masuk DPT
Menurut Girindra, hak pilih warga negara dalam Pemilu merupakan hak politik yang dijamin oleh konstitusi, yakni UUD 1945. Hak pilih warga negara adalah sebuah penghormatan yang menjungjung tinggi hak asasi manusia.
BACA JUGA: KPU Bakal Coret Warga Malaysia yang Masuk DPT Pemilu
BACA JUGA: Wah, Ternyata 526 Warga Tak Masuk DPT
Pada praktik penyelenggaraan negara, menurut dia, perlindungan atau penjaminan terhadap HAM dan hak-hak-hak warga Negara (citizen’s rights) atau hak-hak konstitusional warga Negara (the citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana. Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh Negara.
Menurut Girindra, Hak Politik warga Negara mencakup hak untuk memilih dan dipilih, penjamin hak dipilih secara tersurat dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3). Sementara hak memilih juga diatur dalam Pasal 1 ayat (2); Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) UUD 1945.
BACA JUGA: Chusnul: Sudah Gawat Darurat, Presiden Harus Terbitkan Perppu
Indonesia sendiri telah meratifikasi ICCPR pada 28 Oktober 2005 melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) yang disertai dengan Deklarasi terhadap Pasal 1 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Jika dijabarkan hak sipil dan politik itu meliputi Hak Hidup; Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi; Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa; Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi.
Selain itu, Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah; Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum; Hak untuk bebas berpikir, berkeyakinan dan beragama; Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi; Hak untuk berkumpul dan berserikat; serta Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.
Belum lagi Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, menegaskan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. Ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga Negara Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya.
Oleh karena itu, Girindra yang juga Wakil Sekjen KIPP Indonesia ini mengingatkan jangan bermain-main dan menganggap sepele dengan persoalan DPT. Laporan temuan Kubu Capres-Cawapres Nomor urut 02 tentang adanya ketidakberesan sekitar 17,5 juta DPT dalam Pemilu 2019 harus menjadi perhatian semua pihak.
Hal ini bukan saja teriakan kubu 02 menguntungkan mereka sendiri, akan tetapi begitu pun kubu 01, memiliki kepentingan yang sama terhadap masalah temuan belasan juta penyimpangan DPT tersebut. Perlu diketahui dahulu bahwa tulisan ini, tidak berangkat dari keberpihakan ke salah satu kubu, akan tetapi pada persoalan yang jauh lebih besar, yakni kepentingan bangsa dan negara dalam berdemokrasi.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Manja Jadi Anggota KPU dan Bawaslu
Redaktur & Reporter : Friederich