jpnn.com - JAKARTA – Pembebasan lahan menjadi alasan klasik dalam pembangunan infrastruktur.
Akibatnya, penyelesaian proyek pembangkit 35 ribu mw dan transmisi 46 ribu kilometer sirkuit (kms) itu berjalan lambat.
BACA JUGA: Fantastis!Negara Sudah Terima Rp 792,43 Triliun
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Alihuddin Sitompul menyatakan, pembangkit yang sudah beroperasi (commercial on date/COD) baru 164 mw atau belum mencapai satu persen dari total daya yang hendak dibangkitkan.
Ali mengakui, proyek yang telah terikat kontrak pembelian daya (power purchase agreement) jauh lebih besar, yaitu 17.492 mw.
BACA JUGA: September 2016, Kontrak Baru Adhi Karya Capai Rp 11 triliun
Namun, mayoritas masih berada di tahap konstruksi. Diperkirakan, dua tahun lagi, jumlah pembangkit yang COD bisa sesuai rencana.
Dari data Kementerian ESDM, pembangkit listrik yang sudah beroperasi berada di Sulawesi. Untuk area Jawa, kebanyakan masih dalam fase kontrak, meski ada pembangkit yang sudah tahap konstruksi.
BACA JUGA: Kembangkan Sektor Kelautan, Mandiri Optimalkan Skema Program Jaring
Sementara itu, untuk wilayah lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan kawasan timur Indonesia, pembangkit yang ada dalam tahap perencanaan masih mendominasi.
Selain faktor pembebasan lahan, penghambat proyek lainnya adalah alotnya negosiasi harga jual beli listrik antara PLN dan independent power producer (IPP). Selain itu, ada kendala pengurusan izin di level nasional dan daerah. ”Juga koordinasi lintas sektoral dan permasalahan hukum,” terang Ali.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir berharap, Perpres No 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan dapat menjadi tameng untuk mempercepat pelaksanaan proyek.
’’Kami bisa beli (tanah, Red) sesuai harga pasar,’’ terangnya.
Secara terpisah, PLN kemarin menetapkan pemenang proyek PLTGU Jawa 1. Konsorsium Pertamina-Marubeni Corporation-Sojitz Corporation ditetapkan sebagai pemenang berdasar evaluasi teknis, administrasi, dan harga beli listrik dari pembangkit berkapasitas 1.600 mw tersebut.
’’PLN sangat berhati-hati dalam menentukan peringkat pertama,’’ jelas Senior Manager Public Relations PLN Agung Murdifi kemarin.
Semua penawaran telah dikaji mendalam karena risiko kegagalan proyek sangat tinggi.
Karena itu, pemenang tender diyakini kompeten dan memiliki kemampuan keuangan untuk menyelesaikan proyek senilai USD 2 miliar atau sekitar Rp 26 triliun.
VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengakui, pihaknya telah menerima surat pemberitahuan PLN.
Setelah ini, konsorsium siap melanjutkan proses ke tahap berikutnya. ’’Kami mengikuti langkah selanjutnya seperti masa sanggah sebelum melakukan jual beli ketenagalistrikan,’’ jelasnya.
Wianda menambahkan, konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz menggandeng IPP berkompetensi tinggi yang didukung pelaksana EPC Samsung C&T dan menggunakan turbin berteknologi tinggi dari General Electric. (dim/c21/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Expo Potensi Desa Bukan Sekadar Pamerkan Budaya, Tapi Kuliner Juga
Redaktur : Tim Redaksi