jpnn.com - BOGOR - PT Pertamina terus berusaha untuk memiliki 100 persen saham di Blok Mahakam. Padahal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mengindikasikan bakal tetap melibatkan Total E&P setelah masa terminasi kontrak 2017.
Direktur Hulu PT Pertamina Muhamad Husen mengatakan, pihaknya kembali mengirimkan surat resmi permintaan saham Blok Mahakam sekitar dua bulan yang lalu. Surat tersebut merupakan upaya ketiga yang dilakukan perseroan ke pemerintah.
BACA JUGA: Penjualan Tiket 20 KA Tambahan Dibuka
"Soal Mahakam, kami sudah mengirimkan surat ke tiga kalinya ke pemerintah. Masih belum ada jawaban," ujarnya dalam Media Workshop PT Pertamina di Sentul, Bogor, kemarin (15/5).
Saat ini, pemerintah memang sedang mewacanakan pengalihan saham dari kontraktor saat ini, yakni Total E&P ke Pertamina. Namun pemerintah bakal memberikan masa transisi yang masih melibatkan Total. Hal tersebut mempertimbangkan komitmen investasi USD 7,3 miliar. Namun, Pertamina mengaku ingin menguasai sepenuhnya Blok di Kalimantan Timur tersebut.
BACA JUGA: LPS Telisik Latar Belakang Investor Bank Mutiara
"Kami inginnya menguasai 100 persen. Saya yakin Pertamina sanggup. Toh sudah dibuktikan dengan Blok ONWJ (Offshore North West Java) yang diakuisisi 2009. Pertama itu produksinya hanya 23 ribu barel per hari (bph). Sekarang sudah lebih dari 40 ribu bph," ujarnya.
Dia berharap Total E&P bisa legowo menyerahkan sepenuhnya kepemilikan Blok Mahakam. Sebab, perusahaan tersebut sudah memanfaatkan wilayah kerja itu sepanjang 50 tahun. Dengan demikian perusahaan asal Prancis itu seharusnya sudah cukup mendapatkan keuntungan.
BACA JUGA: APBN Surplus Rp 2,2 Triliun
"Kan sudah dua kali perpanjangan. Kami minta bekasnya saja kok susah. Memang ini kan potensinya masih besar. Kalau tidak, kami tidak akan merengek-rengek begini," tuturnya.
Sementara itu Senior Vice President Upstream Business Development PT Pertamina Denie S Tampubolon menegaskan, peran Blok Mahakam cukup penting bagi Pertamina. Sebab, pihaknya sudah memasukkan pengambilalihan blok tersebut untuk rencana jangka panjang. Dengan demikian, terganggunya rencana tersebut bisa mengakibatkan target produksi migas 2,2 juta barel setara minyak per hari (boepd) pada 2025.
"Dari rencana tersebut, tentu ada proyeksi tambahan produksi dari wilayah yang kontraknya terminasi. Jadi, kalau rencana itu terganggu, pilihannya antara menggenjot sektor lain atau menyesuaikan target," katanya.
Mencapai target 2,2 juta boepd memang tak mudah. Saat ini perseroan harus agresif mencari lapangan migas luar negeri untuk diakuisisi. Sebab, komposisi ekspansi internasional dalam rencana 2025 mencapai 600 ribu boepd atau 27,2 persen dari total target. Tahun ini, pihaknya menyiapkan USD 2 miliar untuk proses akuisisi.
"70 persen dari upaya akuisisi akan berasal di luar negeri. Tahun ini kami memprospek peluang akuisisi empat sampai lima blok. Tapi informasi detail masih belum bisa kami sampaikan," ungkapnya. (bil/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... APEC Dukung Pengembangan Mobil Listrik
Redaktur : Tim Redaksi