Pertempuran Jarak 50 Meter, Peluru Berdesingan di Atas Kepala

Jumat, 13 November 2015 – 08:59 WIB
SEJARAH: Wimo Sumanto, saksi mata peristiwa 10 November di Surabaya. Foto: Ahmad Nasuha/Indopos

SOSOK tua Wimo Sumanto, 89, tampak berada di sela-sela upacara peringatan Hari Pahlawan di TMP Kalibata, Jakarta, 10 November 2015, yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia merupakan salah satu pelaku sejarah peretempuran 10 November di Surabaya. Seperti apa sosoknya?
------------
Nasuha, JAKARTA
-----------
MENGENAKAN stelan jas berwarna berwarna biru dan slempang berwarna kuning bertuliskan veteran perintis kemerdekaan RI, Wimo Sumanto tampak berlinang air mata saat menaburkan bunga di selasar makam Ahmad Yani dan beberapa Pahlawan Revolusi lainnya seperti MT Harjono, Sutojo Siswomi Hardjo, dan R.D. Suprapto.

Dengan berkaca-kaca, kepada INDOPOS veteran Brigade 17 Tentara Pelajar Indonesia itu bercerita bagaimana kedahsyatan perang Palagan Ambarawa di Surabaya, Jawa Timur. Kedatangan Belanda usai kemerdekaan Indonesia membonceng tentara sekutu. Belanda mendarat di beberapa wilayah Indonesia seperti Surabaya, Semarang, dan Jakarta.

BACA JUGA: Lihatlah Beda Penampilan Iriana Jokowi dengan Istri PM Australia

”Pasukan Belanda dan sekutunya langsung melancarkan serangan kepada tentara Indonesia. Yang ingin menduduki Indonesia saat itu bukan Belanda, tapi pasukan Amerika,” ujar Wimo, yang juga saksi mata bom Cikini pada 1957 itu.

Laki-laki yang pernah bertugas menjadi Provost Pengawal Presiden RI I Soekarno itu mengatakan, tewasnya Jenderal Malllaby, pemimpin sekutu yang dipimpin Inggris di Surabaya memicu pertempuran hebat di Surabaya yang terkenal perang 10 November.

BACA JUGA: Yuuk...Nyebur ke Kolam Air Soda Alam, tapi Jangan Ngomong Jorok ya

Pasukan sekutu saat itu menduga Soekarno dalang di belakang peritiwa tersebut. Beberapa kali Soekarno mendapat teror akan dibunuh. ”Berkali-kali Presiden Soekarno akan dibunuh, tapi gagal lagi dan gagal lagi,” ungkapnya.

Kian hari dikatakan laki-laki yang tinggal di bilangan Salemba, Jakarta Pusat ini, perang pasca kemerdekaan semakin meluas. Belanda bersama sekutunya terus membumihanguskan kota-kota atau wilayah yang ditemukan ada senjata.

BACA JUGA: Tentang Cintanya kepada Rossa, Rasa Sayangnya kepada Ayu Ting Ting

Mereka menganggap pasukan Indonesia melakukan perlawanan dan tidak menghiraukan ultimatum untuk menyerahkan senjata tanpa syarat.  

”Saat pasukan sekutu menyerang, saya berhadap-hadapan dengan pasukan Belanda yang hanya berjarak 50 meter. Saya pun memilih tiarap. Peluru berdesingan di atas kepala. Kalau kepala saya menengadah sedikit saja, mungkin kepala saya sudah bolong,” tandasnya.

Pada akhir perbincangannya, Wimo berpesan kepada generasi muda untuk terus mengisi kemerdekaan dengan membangun Indonesia agar dapat sejajar dengan negara lain.

Tidak hanya itu, peringatan hari Pahlawan harus dimaknai oleh generasi muda dengan menanamkan jiwa nasionalisme dan menjunjung tinggi cita-cita kemerdekaan.***

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Ivan Gunawan, soal Fashion, Disko, Sabu-sabu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler