jpnn.com - JAKARTA - Saat ini peta koalisi dalam menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli nanti masih didominasi oleh tiga capres yang kemungkinan akan memimpin tiga koalisi besar, yakni blok Jokowi (PDIP), blok Prabowo (Gerindra), dan blok Aburizal Bakrie (ARB). Namun, khusus pencapresan ARB tersebut masih misterius, apakah mendapat pasangan atau tidak.
Karena itu yang terpenting adalah cawapres yang akan mendampingi ketiga capres tersebut, yang idealnya merupakan representasi kawasan. Hal itu disampaikan politisi PAN Laode Ida dalam diskusi ‘Cawapres Ideal 2014’ bersama pengamat politik LIPI Prof Dr Siti Zuhro, dan psikolog politik UI Dr Hamdi Muluk di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (24/4).
BACA JUGA: Jawa Pos Kembali Terbaik Se-Asia-Pasifik
”Ketiga bakal capres itu kalau dibedah pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Karena itu, kekurangan dari masing-masing capres itu harus dilengkapi dan disempurnakan oleh cawapres yang mendampinginya. Jokowi misalnya yang semula hanya pemimpin lokal (Walikota Solo), lalu Gubernur DKI Jakarta, dan akan memimpin Indonesia yang luas, maka cawapresnya harus bisa menyempurnakan kekuarangan Jokowi, dan berdasarkan representasi kawasan,” terang Laode Ida yang juga Wakil Ketua DPD RI ini.
BACA JUGA: Teknologi e-KTP Tak Sesuai Spesifikasi
Menurut Laode, baik Jokowi maupun Prabowo sebagai capres yang digandrungi, disukai masyarakat, dan akan dipilih rakyat, cawapresnya harus mempertimbangkan representasi kawasan. Ia menyontohkan, ada Jusuf Kalla (JK), Hatta Rajasa, dan Ketua DPD RI Irman Gusman.
”JK bagus dan berpengalaman, juga Hatta Rajasa, Irman Gusman, dan Riyamizard. Keempat tokoh tersebut juga representasi dari kalangan hijau-Islam dan militer,” tambahnya.
BACA JUGA: Istri Munir Terus Gelorakan Menolak Lupa
Untuk Prabowo, kata Laode jelas sebagai antitesa dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinilai tidak tegas, pembimbang dan tidak berani, maka capres 2014-2019 ini harus berani dan tegas dalam mengambil keputusan, dan kekuarangan Prabowo bisa dilengkapi oleh cawapresnya.
”Kecuali, ARB cawapresnya harus Jawa, sehingga rasa Indonesia, yaitu Jawa dan luar Jawa, dan mereka itu merupakan perekat bangsa Indonesia, yang diharapkan bisa membangun Indonesia dari daerah,” tandas Laode.
Masih di lokasi yang sama, Hamdi Muluk mengatakan pasangan capres-cawapres ideal sebaiknya berdasarkan ’voting behavior’. Karena itu mestinya berpijak kepada dua hal penting, yakni restrospektif dan prospektif.
”Untuk restrospektif seorang figur harus dilihat dari rekam jejak atau latar belakangnya sejak lahir sampai dewasa sekarang ini. Apakah dia memiliki kemampuan, kompetensi, integritas, moral, jujur, amanah, tenang dan tak mudah emosional dan sebagainya sebagai calom pemimpin bangsa Indonesia,” terang Hamdi.
Sedangkan Siti Zuhro mengetakan untuk membangun Indonesia yang besar ini tak bisa hanya menyerahkan kepada capres dan cawapres yang akan bertarung dalam Pilpres 9 Juli 2014 mendatang itu. Karena itu, selain harus mengetahui dan memahami visi, misi dan program kerjanya, rakyat juga harus memberikan kontribusi sejak sekarang ini dan kalau ada yang salah dan tidak patut dari mereka harus diluruskan, agar kita tidak seperti membeli kucing dalam karung.
”Jadi, kita harus mengawal komitmen dan kontrak politik capres-cawapres tersebut, karena kita tidak bisa hanya manyerahkan pembangunan bangsa ini kepada mereka. Masyarakat harus memahami ini. Buktinya, otonomi daerah atau otonomi khususnya misalnya belum berjalan dengan baik. Padahal, membangun Indonesia itu harus dimulai dari daerah,” urai Siti Zuhro.
Karena itu, Siti berharap rakyat mesti mengetahui capres-cawapres yang diyakini mampu menyelamatkan bangsa ini, sehingga rakyat tak bisa menyerahkannya pada calon pemimpin yang tidak jelas.
”Negara ini harus mempunyai presiden yang hebat, dan tidak membiarkan berbagai konflik yang terjadi di tengah masyarakat seperti belakangan ini. Dan, cawapresnya harus bisa saling melengkapi,” pungkasnya. (ind)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Beralasan Anggap JK Bakal Lebih Dominan
Redaktur : Tim Redaksi