jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menggelar 'Dengar Pendapat Publik' untuk perubahan Rancangan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Kegiatan itu sebagai implementasi Pasal 90 dan 96 Undang Undang nomor 12 Tahun 2011, yang mengamanatkan adanya partisipasi publik dalam setiap pembuatan undang-undang.
BACA JUGA: Sandiaga Uno Dukung Imigrasi Menindak Tegas Wisatawan Nakal
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan, regulasi keimigrasian yang ada saat ini sudah tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan dinamika keimigrasian.
"Penting bagi kita untuk punya regulasi keimigrasian yang baru, yang tidak hanya dapat menjawab tantangan masa kini tetapi juga dapat mempersiapkan kita untuk menghadapi masa depan,” ujar Silmy, dalam keterangannya, Jumat (19/7).
BACA JUGA: RUU Keimigrasian Dianggap Janggal
Pernyataan tersebut diaminkan oleh Fahri Bachmid, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia yang menjadi salah satu narasumber.
Dia menyatakan bahwa sebuah undang-undang dibentuk untuk memiliki daya lenting agar mampu mengakomodasi visi negara setidaknya selama 20 tahun ke depan.
BACA JUGA: Berbisnis di Bali Pakai Visa Kunjungan, Sergei Kosenko Langgar UU Keimigrasian
Fahri juga menjelaskan bahwa pada saat Undang-undang 6/2011 dibentuk masih belum mengantisipasi kompleksitas pelaksanaan tugas-fungsi imigrasi di masa kini.
Dengar Pendapat Publik tersebut membahas muatan perubahan RUU Keimigrasian yang terdiri dari enam pasal perubahan dalam hal pencegahan dan penangkalan, masa berlaku Izin Masuk Kembali dari Izin Tinggal Tetap, serta sumber dana untuk pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyinggung kompleksnya tugas dan fungsi keimigrasian saat ini yang membutuhkan akselerasi baik dalam pengadaan sarana-prasarana penunjang maupun pelaksanaannya.
Narasumber asal Universitas Gadjah, Mada Ardianto menyinggung kasus tewasnya petugas imigrasi di Kantor Imigrasi Jakarta Utara di tangan deteni asal Uzbekistan, yang sempat ramai di media beberapa waktu lalu.
Aspirasi juga hadir dari pelaksana fungsi keimigrasian di perbatasan, Kantor Imigrasi Atambua menyampaikan pendapat terkait urgensi kebutuhan alat keamanan yang diperlukan guna memberikan keamanan di lapangan yang berisiko tinggi dan mengancam keselamatan petugas baik fisik dan psikis dari petugas.
Dengan penggunaan alat keamanan ini nantinya akan memberikan manfaat keamanan dan keselamatan bagi petugas, dengan tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Di samping itu pula, perlu ditambah norma yang dapat mengakomodir kewenangan Penolakan Masuk Orang Asing atas nama Keamanan, ketertiban umum dan Kedaulatan Negara. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh