Perwakilan Warga Sulut Korban Mafia Tanah Menagih Janji Menteri AHY, Presiden Jokowi dan Kapolri

Jumat, 31 Mei 2024 – 08:30 WIB
Sebanyak tujuh orang perwakilan warga Sulawesi Utara (Sulut) yang mengaku jadi korban mafia tanah mendatangi kantor Kementerian BPN-ATR di Jakarta, Rabu (29/5/2024). Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak tujuh orang perwakilan warga Sulawesi Utara (Sulut) yang mengaku jadi korban mafia tanah mendatangi kantor Kementerian BPN-ATR di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Namun, mereka menyatakan kecewa karena gagal bertemu Menteri Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

BACA JUGA: Korban Mafia Tanah, Nirina Zubir Akhirnya Terima Sertifikat Miliknya

Meykel Wureang, satu dari tujuh warga Sulut mengatakan kedatanganya di kantor Kementerian ATR/BPN untuk bertemu Menteri AHY guna mengadukan persoalan yang dihadapinya.

“Kami baru tiba di depan gerbang Kementerian (ATR/BPN, red), tak diizinkan masuk. Kami kecewa,” ujar Meykel Wureang, kemarin.

BACA JUGA: Heboh Ratusan Warga Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Polres Siak Bergerak

Selain Meykel Wureang, warga lain dari Sulut, yaitu Hendra Ekaristi Katoda, Rizky Janto Patuwo, Yetty Tulus, Nilam Savitry Ekung, Rooslyn Pandeiroot dan Miranty Mahadur. 

Meykel menilai BPN di Manado dan Kementerian ATR/BPN kurang lebih sama.

BACA JUGA: Mertua Adly Fairuz Jadi Korban Mafia Tanah, Konon Merugi Rp160 Miliar

“Kami datang dari Manado ke kantor kementerian (BPN-ATR), tetapi baru sampai di sini (gerbang) pintunya langsung cepat-cepat ditutup," ucap Meykel.

Meykel menagih janji Menteri AHY yang menyatakan siap gebuk mafia tanah.

“Kami menagih janji Pak AHY, Presiden Jokowi dan Kapolri yang menyatakan berantas mafia tanah. Sekarang kami sudah di sini. Kami mohon, tolong tanggapi kami," ujar Meykel.

Lebih lanjut, Meykel mengaku dirinya bersama teman-tema datang langsung dari Sulut ke Jakarta hanya untuk mencari keadilan terhadap para mafia tanah yang mereka sudah sangat meresahkan.

Menurut Meykel Wureang, dirinya bersama teman-temannya datang di kantor Kementerian ATR/BPN untuk mengadukan nasib dan haknya yang telah direbut oleh mafia tanah.

“Kami datang langsung ke Jakarta karena merasa sudah bertahun-tahun mengurus permasalahan hak atas tanah atau lahan ke kantor pertanahan di wilayah Sulut, tetapi tidak kunjung terselesaikan,” ujar Meykel Wureang.

Lebih lanjut, Meykel Wureang mengatakan sudah bertahun-tahun meminta pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tetapi hingga saat ini belum juga selesai.

“Jadi, kami mengurus permasalahan tanah langsung mengadukan kepada Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono,” ujar Meykel Wureang.

Meykel menceritakan dirinya bersama teman-teman kesulitan mendapatkan tiket pesawat karena persoalan keuangan. Namun, dirinya berusaha datang ke Jakarta untuk menyampaikan harapan kepada Menteri Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Kami patungan untuk mendapatkan uang tiket. Akhirnya, kami sampai juga di sini (Jakarta-red)," ujar Meykel.

Meykel mengungkapkan pada umumnya permasalahan warga di wilayah Sulut, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) palsu, penyerobotan lahan. Hal lainnya terkait intimidasi dan kekerasan terhadap warga yang mempertahankan hak atas lahannya.

Miranty Mahadur menuturkan dirinya mewakili beberapa warga yang mengalami dan menjadi korban kasus mafia tanah yang tidak pernah diselesaikan.

Menurut Miranty, kasus mafia tanah yang ada di Sulawesi Utara, khususnya di wilayah Manado sudah sangat meresahkan.

"Tidak ada satu aksi yang dilakukan oleh Kanwil Pertanahan Sulawesi Utara ataupun Kantor BPN Manado dan Minahasa. Tidak ada terobosan terkait dengan slogan Pak AHY gebuk-gebuk mafia tanah,” ujar Miranty.

Miranty menyanyangkan masyarakat juga digebuk oleh mafia tanah. “Untuk itu kami datang ke sini untuk mencari keadilan," ujar Miranty.

Dia meminta AHY untuk membubarkan Satgas Gebuk Mafia Tanah” jika tidak ada aksinya nyata dan jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari keberadaan Satgas tersebut.

Para perwakilan warga Sulut belum berkesempatan untuk bertemu Menteri AHY. Meski begitu, mereka meminta Kementerian ATR/BPN mengadakan pertemuan dengan warga yang merasa telah menjadi korban mafia tanah.

“Satu permintaan kepada Bapak Menteri yang terhormat Pak AHY, kalau boleh buatlah rapat bersama dengan para korban mafia tanah. Biar bisa mendengar langsung apa saja yang menjadi keluhan dari para korban mafia tanah," ujar Miranty.

Miranty menduga Pemda atau kantor pertanahan di wilayah Sulawesi Utara sudah berkolusi dengan para mafia tanah.

"Di sana itu (oknum) penguasa bahkan sudah dalam satu lingkaran bersama para mafia tanah," ujar Miranty.

Hendra Ekaristi Tatoda juga mengaku menjadi korban penyerobotan lahan terkait proyek salah satu jalan atau tol di Sulut.

“Ada pihak yang mengeklaim tanahnya dengan dokumen SHM dan hak guna pakai palsu,” ujar Hendra.

Dia pun telah melaporkan ke pihak kepolisian mulai dari tingkat Polres hingga Bareskrim Polri atas dugaan pemalsuan dokumen. Laporannya dihentikan tingkat Polres.

Hendra berharap bisa mendapatkan keadilan setelah dirinya melaporkan ke Bareskrim Polri pada tanggal 3 Maret 2023 lalu. Namun, hingga kini kasunya masih mengambang.

"Suratnya (dari Bareskrim) sudah turun untuk Polda Sulut agar segera ditindaklanjuti, tetapi sampai sekarang masih mengambang," ujar Hendra.

"Oleh karena itu, kami masyarakat yang merasakan sebagai korban mafia tanah ini mencari keadilan di ibu kota (Jakarta) ini," ujar Hendra.

Rizky Janto Patuwo juga menuturkan juga mengalami persoalan yang sama meski sudah mengantongi putusan pengadilan tata usaha tingkat Manado hingga tingkat MA yang memenangkan dirinya atas pihak yang mengeklaim dengan SHM palsu.

Dia berharap kedatangannya ke Kementerian ATR/BPN mendapatkan kejelasan dengan mencabut SHM palsu yang dimiliki pihak lain.

"Ini sudah (putusan) inkrah, tetapi sampai hari ini dari pihak BPN Kota Manado dan Kanwil Sulut tidak ada tindak lanjut mengenai putusan yang kami miliki,” ujar Rizky.

Sedikit berbeda dengan apa yang dialami Nilam Savitry Ekung dari Manado. Meskipun dirinya mengaku bukan korban penyerobotan lahan. Namun ulah mafia tanah telah menyebabkan salah satu keluarganya mengalami kekerasan fisik.

"Gara-gara ulah mafia tanah, anak saya sampai dianiaya oleh Satpol PP Kota Manado. Anak saya sampai mengalami pembengkakan otak dan pembengkakan tulang belakang," ujar Nilam Savitry.

Nilam mengaku sudah sudah melaporkan ke kepolisian perihak penganiyaan kepada anaknya. Namun, peristiwa dari dua tahun lalu sampai hari ini belum jelas penyelesaiannya.

"Sampai detik ini belum ada titik terang karena berkas perkara itu (seperti) masih jadi bola dari Kejaksaan Negeri Manado ke Polresta. Sudah hampir dua tahun ini masih belum ada penyelesaian," ungkap Nilam.(fri/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler