jpnn.com, SLEMAN - Calon Wakil Presiden (Cawapres) Kiai Haji (KH) Ma’ruf Amin bersilaturahmi dengan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif. Pendamping Joko Widodo (Jokowi) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 itu menemui Buya Syafii di kediamannya, Perum Nogotirto Elok II, Gamping, Sleman, Yogyakarta, Senin (15/10) siang
Kiai Ma'ruf merupakan sahabat Buya Syafii sejak lama. Kedua tokoh itu sempat bersama-sama di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
BACA JUGA: Temui Sultan HB X, Kiai Maruf Salat Sunat di Masjid Keraton
“Beliau ini sahabat dekat saya, kebetulan bersama-sama di BPIP. Sama-sama anggota BPIP, cuma karena saya jadi cawapres, maka saya harus mundur dari BPIP. Itu aturannya,” ujar Kiai Ma’ruf usai pertemuan sekitar hampir satu jam dengan Buya Syafii.
Ma'ruf mengatakan, banyak hal yang dibahas dalam pertemuannya dengan Buya Syafii. Tokoh Nahdatul Ulama (NU) itu mengaku meminta masukan dari Buya Syafii.
BACA JUGA: Munajat Cak Nun untuk Ikhtiar Kiai Maruf Amin
“Beliau memberikan kepada saya banyak hal, karena saya memang meminta beliau memberikan saran dan pendapat. Kalau, ini kalau, terpilih menjadi calon wakil presiden, akan saya jadikan bahan pertimbangan di mana saya bersama Pak Jokowi mengelola negara,” kata Ma’ruf.
Selain itu, lanjut dia, Buya Syafii mengingatkan bahwa menjadi wakil presiden berarti berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, Buya Syafii juga berpesan jika nanti terpilih menjadi wapres tetap menjaga kemajemukan.
BACA JUGA: Saran Cak Nun & Sabrang ke Kiai Maruf soal Hoaks Marak
“Walaupun bukan pendukung, katakan misalnya rival politik, tetap berlakukan yang sama. Dan juga harus merawat kemajemukan bangsa ini. Jangan sampai ada kelompok-kelompok yang didiskriminasi, tidak diberikan pelayanan," katanya.
"Itu saya kira sangat penting untuk menjaga dan merawat,” lanjut Kiai Ma’ruf menirukan pesan Buya Syafii.
Kiai Ma’ruf mengaku juga mendapat masukan agar sebagai tokoh NU tidak sekadar membawa jargon Islam Nusantara. Namun, ada juga Muhammadiyah yang menyerukan Islam berkemajuan.
“Beliau (Buya Syafii, red) bilang jangan hanya Islam Nusantara, tetapi juga Islam berkemajuan yang menjadi mottonya Muhammadiyah. Karena itu saya akan selalu membawa bukan hanya Islam Nusantara, tapi Islam Berkemajuan,” ucap mantan rais aam PBNU itu.
Sedangkan Buya Syafii mengatakan, agama memang tidak bisa dipisahkan dari politik. Namun, katanya, semestinya agama menjadi panduan moral dalam berpolitik.
“Jadi agama jangan dijadikan kendaraan. Politik yang harus menjadi kendaraan moral. Idealnya begitu,” tuturnya.
Tokoh kelahiran 31 Mei 1935 asal Sumpur Kudur, Sumatera Barat itu lantas mencontohkan konflik di Jazirah Arab akibat politik agama. Buya Syafii mewanti-wanti agar konflik di Arab tidak dibawa ke Indonesia.
“Itu sangat berbahaya. Dan di sini juga ada pembelinya, kalau mereka enggak paham, mereka beli ide-ide khilafah, ISIS, itu kan enggak sehat. Masa peradaban yang jatuh mau dibawa kesini, bodoh namanya,” katanya.
Oleh karena itu Buya Syafii juga berharap agar Pilpres 2019 bisa berlangsung damai. “Harus damai. Kalau seumpamanya ada yang menghujat sepihak, yang lain lebih-lebih kalem,” pesan Buya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tutup Pameran Kuliner, Kiai Maruf Serukan Halal is My Life
Redaktur : Tim Redaksi