jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar menyatakan, harus dipetakan kewenangan DPR pada saat melakukan seleksi terkait jabatan publik. Sebab, dengan begitu bisa meminimalisir terjadinya potensi transaksional.
"Kita harus bisa memetakan, yang mana seleksi jabatan publik itu yang pertimbangan, pemilihan atau persetujuannya lewat DPR," kata Erwin usai diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (21/9).
BACA JUGA: Titip Calon Hakim Agung, Anggota DPR Tawari KY Rp1,4 Miliar
Ia menjelaskan, jika tidak bisa memetakan maka yang bakal terjadi kekuasaan parlemen membesar. Bila itu terjadi maka berpotensi terjadi penyalahgunaan.
"Jika kita bicara bagaimana meminimalisir praktek-praktek transaksional itu, saya pikir kita harus memetakan lagi sejauh mana kewenangan-kewenangan DPR dalam seleksi jabatan publik," kata Erwin.
BACA JUGA: Marzuki: Jika tak Kuorum Ruhut Tidak Bisa Dilantik
Seperti diketahui, calon Hakim Agung, Sudrajad Dimyati dengan anggota Komisi III DPR, Bachrudin Nasori, kepergok salah satu awak media melakukan pertemuan di toilet DPR. Saat itu, Komisi III tengan melakukan proses seleksi calon hakim agung.
Bukan hanya sekadar buang air kecil di toilet dekat dengan ruang Komisi III, si awak media juga melihat Sudrajad memberikan sesuatu menyerupai sebuah amplop pada Bachrudin.
BACA JUGA: Hakim Ngaku Tak Pernah Ditawari Sesuatu, Bohong 100 Persen
Bachrudin di ruang Komisi III memberikan klarifikasi kepada wartawan. Dia mengaku hanya mengambil secarik kertas bukan amplop, yang berisi daftar calon hakim agung yang mengikuti seleksi pada hari ini. Ia pun berdalih tidak mengetahui mana saja hakim karier dan nonkarier.
Sudrajad pun menampik tudingan tersebut. Menurutnya dalam pertemuan yang tidak sengaja itu dilakukan bukan untuk melakukan ‘lobi senyap’ agar terpilih menjadi hakim agung. Dia mengaku ke kamar mandi karena ingin buang air kecil. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Pertahankan Ruhut
Redaktur : Tim Redaksi