Petani Cengkeh Tolak PP 28/2024 dan RPMK Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Minggu, 20 Oktober 2024 – 16:23 WIB
Rokok polos (ilustrasi). Foto: Dok. HBC

jpnn.com - JAKARTA - Sekretaris Jendral Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budhyman mengatakan para petani cengkeh menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 serta aturan turunannya, yakni Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).

Menurut Budhyman PP tersebut memuat aturan zonasi larangan penjualan dan pembatasan iklan produk tembakau hingga kemasan rokok polos tanpa merek.

BACA JUGA: Kebijakan Kemenkes Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dipertanyakan, RPMK Dikritik

Dia menyebut aturan-aturan tersebut akan berdampak terhadap keberlangsungan berbagai pihak, termasuk petani, retail, buruh tembakau dan juga konsumen itu sendiri.

"Jika produksi rokok menurun, hal ini juga akan berdampak pada sektor hulu, termasuk tenaga kerja dan serapan bahan baku. Jika serapan bahan baku menurun, terutama cengkeh, bisa terjadi oversupply karena produksi cengkeh sudah mencukupi kebutuhan," ujarnya.

BACA JUGA: Polemik Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, APTI: Petani Tembakau Kena Dampak Negatif

Dia juga mengkhawatirkan menjamurnya penyebaran rokok ilegal jika aturan kemasan rokok polos tanpa merek dijalankan oleh pemerintah.

"Dengan kondisi saat ini saja yang cukainya sudah tinggi, rokok ilegal sudah tersebar luas di tengah masyarakat," kata Budhyman.

BACA JUGA: APTI Desak Kemenkes Cabut Rancangan Permenkes Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

"Ini bisa menjadi peluang bagi peredaran rokok ilegal. Jadi, intinya, apa pun yang menyebabkan turunnya produksi pasti akan berdampak, terutama dalam serapan bahan baku. Tentu saja, kami tidak setuju dengan aturan ini dan menolak pemberlakuannya," imbuhnya.

Budhyman mengingatkan pemerintah bahwa rokok bukanlah barang terlarang atau ilegal.

Menurutnya, hingga saat ini industri rokok telah memberikan sumbangan besar terhadap pendapatan negara.

Oleh karena itu, dia menekankan pemerintah agar bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan yang mencakup kehidupan banyak orang.

Dia mengatakan kebijakan harus mempertimbangkan dampaknya pada berbagai pihak, bukan malah merugikan masyarakat luas.

Menurutnya, pemerintah belum memiliki solusi atas dampak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam RPMK maupun zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau pada PP 28/2024 khususnya kepada buruh, petani tembakau dan cengkeh, hingga penerimaan negara.

"Bagaimana dengan tenaga kerja yang akan kehilangan mata pencaharian? Apakah sudah ada mitigasinya? Bagaimana dengan penerimaan negara? Apakah sudah ada jalan keluarnya di desa-desa? Pemerintah berusaha menciptakan lapangan kerja, tetapi aturan ini justru bisa menghilangkan banyak pekerjaan," tutur Budhyman. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler