Petani Sulit Dapat Pupuk, Harus Antre Tiga Hari

Rabu, 15 November 2017 – 22:29 WIB
Petani di sawah. Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

jpnn.com, NGANJUK - Sejumlah petani di Nganjuk, mengeluh sulit mendapatkan pupuk saat memasuki musim tanam November ini.

Petani di Desa Kedung Malang, Kecamatan Prambon, harus mengantre selama tiga hari untuk mendapatkan pupuk.

BACA JUGA: Dana Bantuan Pilkades Masih Ngadat

Itu pun mereka harus membeli pupuk dengan sistem paket.

Misalnya, yang dikeluhkan Samadi, 58. Dia harus membiarkan tanaman padinya yang baru ditanam belum dipupuk selama seminggu.

BACA JUGA: Guru Bawa Siswa Nakal Ditatar Koramil

"Mencari pupuk susah sekarang," keluhnya.

Sebenarnya, kata Samadi, di pasaran tersedia pupuk organik yang melimpah.

BACA JUGA: Kontak Senjata di Tembagapura, 1 Anggota Brimob Tewas

Tetapi, dia tidak terbiasa menggunakan pupuk organik pada tanamannya. "Dulu pernah pakai pupuk organik, hasilnya tak sebaik kalau pakai pupuk kimia," ujarnya.

Karena itu, pria yang rambutnya sudah memutih tersebut tetap menunggu pupuk kimia.

Rupanya, Samadi tak bisa langsung membeli pupuk kimia yang diinginkan, yaitu jenis urea dan ZA.

Dia harus membeli satu paket pupuk berisi urea, ZA, phonska, dan pupuk organik.

"Harga pupuk paketnya Rp 500 ribu. Saya juga harus memesan dulu. Tiga hari baru bisa diambil," terangnya sembari menyebut paket pupuk itu harus dibeli melalui kelompok tani.

Bagaimana jika tidak membeli paket? Samadi menuturkan, dirinya bisa membeli pupuk eceran.

Namun, harganya lebih tinggi. Satu sak pupuk urea harus dibeli Rp 110 ribu-Rp 115 ribu. Sedangkan phonska mencapai Rp 120 ribu.

Walaupun harga eceran jauh lebih tinggi daripada harga normal, Samadi tidak keberatan membeli.

Sebab, dia hanya membutuhkan beberapa jenis pupuk.

Dikonfirmasi tentang sulitnya pupuk bersubsidi saat musim panen November ini, Kabid Bina Usaha dan Penyuluhan Dinas Pertanian (Dispertan) Nganjuk Abdul Ghofur menyatakan akan menindaklanjuti.

"Akan kami lakukan pengecekan lapangan," ucapnya.

Dinas pertanian, terang Ghofur, akan mengecek harga pupuk bersubsidi yang ecerannya dijual lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi (HET).

Seharusnya, harga satu sak pupuk urea hanya Rp 90 ribu. Kemudian, satu sak phonska Rp 115 ribu dan SP36 Rp 100 ribu per sak.

"Kalau urea sampai Rp 110 ribu dan Rp 115 ribu itu terlalu mahal," ungkapnya.

Menurut Ghofur, tahun ini Kabupaten Nganjuk mendapat pasokan pupuk bersubsidi dalam jumlah yang cukup.

Perinciannya, jenis urea 36 ribu ton, phonska 32 ribu ton, dan pupuk SP36 sekitar 7 ribu ton.

Jumlah tersebut, kata Ghofur, sudah memperhitungkan rencana dasar kebutuhan kelompok (RDKK).

Dengan demikian, seharusnya stok pupuk di Nganjuk cukup dan tidak terjadi kelangkaan.

Berbagai jenis pupuk bersubsidi itu, lanjut Ghofur, sangat dibutuhkan petani. Terutama petani bawang merah dan padi.

"Tapi, seharusnya jumlahnya mencukupi. Makanya, kalau sampai langka, akan kami cek dan cari penyebabnya," ucapnya.

Sebelumnya, saat para petani sulit mendapatkan pupuk bersubsidi, pada Sabtu (11/11) Satreskrim Polres Nganjuk berhasil menggagalkan upaya penyelewengan pupuk bersubsidi 27 sak.

Pupuk untuk petani di Nganjuk itu akan dijual ke Bojonegoro.

Praktik penyelewengan itulah yang diduga membuat pasokan pupuk bersubsidi untuk petani tidak mencukupi.

Apalagi, penyelewengan tersebut bukan kali pertama. Akhir 2016 lalu, Polres Nganjuk juga membongkar penyelewengan pupuk bersubsidi yang hendak dijual ke Trenggalek. (rq/ut/c21/diq/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lupa Bawa STNK, Pak Polisi pun Kena Tilang


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler