jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan menjawab keresahan petani karena Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.10 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi.
Menurut Daniel, lahirnya aturan itu bukan agenda untuk menghapus pupuk bersubsidi.
BACA JUGA: Panglima TNI Dukung Program Community Forest Pupuk Kaltim
Dia menjelaskan peraturan tersebut justru untuk melindungi petani dengan adanya poin Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Tidak sama dengan pencabutan subsidi. Subsisinya tetap ada. Sebab, penjualan pupuk subsidi di luar harga HET tentu akan memberatkan petani," kata Daniel Johan seprti dikutip di Jakarta, Sabtu (27/8).
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Utilitas Rumuskan 9 Rencana Strategis
Daniel juga menilai aturan itu memberikan dasar hukum untuk pengawasan pupuk subsidi agar lebih ketat, jika ada pelanggaran bisa langsung ditindak tegas.
"Oknum yang menjual pupuk subsidi di luar HET harus diberi sanksi berat. Pemerintah harus tegas dan melakukan pengawasan ketat," sambungnya.
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Siapkan Stok 113.856 ton untuk Penuhi Kebutuhan Petani di Jabar, Banten & DKI
Penetapan Permentan 10/2022 berniat untuk melindungi kepentingan petani. Paling penting, adalah menjamin agar pupuk subsidi tidak langka di pasaran.
"Kepentingan petani harus diutamakan dalam penetapan HET ini, yang paling penting penetapan HET harus menjadi jaminan pupuk bersubsidi tidak langka," tegas anggota dewan dari Partai Kebangkita Bangsa (PKB) itu.
Permentan No.10 Tahun 2022 diketahui mengatur jenis pupuk bersubsidi yang diberikan kepada petani, yakni Urea dan NPK. Dua jenis pupuk itu dipilih karena merupakan unsur hara makro esensial yang dibutuhkan oleh lahan pertanian di Indonesia.
"Terkait dengan pembatasan jenis pupuk, tentu ada alasan teknis mengapa hanya dua jenis itu. Asalkan petani bisa menerima dua jenis pupuk ini dan produksi tidak terganggu, (tidak masalah)," jelas Daniel Johan.
Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan ada evaluasi ke depan, terutama jika itu menyangkut dengan dampaknya pada produksi pangan di tanah air.
"Dalam satu tahun ke depan harus ada evaluasi. Jika produksi pangan drop, maka harus dikembalikan pada porsi menu pupuk subsidi awal," tegas Daniel. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul