jpnn.com - JAKARTA - Konflik petani tebu dengan Menteri Perdagangan (Mendag) akhirnya berujung ke pengadilan. Merasa tak digubris, kalangan petani meminta pengadilan dan Mahkamah Agung (MA) membatalkan pemberian izin impor gula kristal putih (GKP) 328 ribu ton serta penetapan harga pokok penjualan (HPP) oleh Mendag.
Wasekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M. Nurkhabsyin mengatakan kalangan petani tebu mempersoalkan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.
BACA JUGA: Newmont Gugat Pemerintah Lewat Arbitrase
"Para petani menempuh jalur hukum untuk membatalkan surat persetujuan pemerintah tentang impor gula kristal putih (GKP) dan surat penetapan harga patokan petani (HPP) gula kristal putih," ujarnya kemarin (2/7).
Sedikitnya 10 petani tebu dari Pati dan Kudus, Jawa Tengah, mengajukan dua upaya hukum. Pertama, ke PTUN Jakarta dengan objek perkara surat persetujuan impor GKP Menteri Perdagangan RI No 04. PI-13.14.0002.
BACA JUGA: Antam Tutup Gerbang Utama
Kedua, uji materi ke Mahkamah Agung (MA) dengan obyek perkara Permendag RI No 25/M-DAG/PER/5/2004 tentang penetapan harga patokan petani (HPP) GKP.
"Uji materi didaftarkan ke MA Senin (30/6). Sementara sidang perdana PTUN digelar Rabu (2/7)," tuturnya.
BACA JUGA: Dahlah Dorong Hutama Karya Jadi Investor
Nurkhabsyin, sebagai salah seorang penggugat, mengatakan kebijakan impor gula mengakibatkan hancurnya harga gula petani di pasaran. Dia mengatakan, stok gula saat ini melimpah hingga sekitar satu juta ton.
Stok gula dipastikan akan over supply dengan masuknya 328 ribu ton impor gula putih. "Harga gula petani saat terjun bebas di kisaran Rp 8.600 per kilogram," katanya.
Menurutnya, kondisi pasar gula dalam negeri saat ini tengah lesu. Selain transaksi penjualan menurun, harga juga ikut anjlok. Nurkhabsin mengatakan, fungsi Bulog sebetulnya tak lebih untuk mengamankan pasokan melalui penyangga stok (buffer stock).
Pengacara petani, Tri Harso Utomo SH menegaskan bahwa beleid Mendag bertentangan dengan SK Menteri Pertanian (Mentan) tentang penetapan awal musim giling.
"Mentan menetapkan pada 15 Mei 2014 sebagai awal masa giling, dimana seharusnya satu bulan sebelum masa giling tebu rakyat tidak diperkenankan lagi untuk melakukan impor gula," tegasnya.
Para petani juga mempersoalkan penetapan harga pokok penjualan (HPP) oleh Mendag sebesar Rp 8.250 perkilogram.
Angka itu jauh dibawah usulan HPP GKP musim giling 2014 Dewan Gula Nasional (DGN) sebesar Rp 9.500 per kilogram. Di DGN, Mentan menjabat sebagai Ketua, sementara Mendag adalah Wakil Ketua.
"Pemerintah lebih berorientasi membuka kran impor dibandingkan menguatkan harga gula tebu rakyat," tandasnya.
Menteri Perdaganhan M Lutfi menegaskan bahwa langkah pemerintah yang menugasi Bulog melakukan importasi bukan untuk menghancurkan harga petani gula di dalam negeri, melainkan lebih sebagai langkah antisipasi agar tidak dipermainkan dengan para spekulan.
"Jadi saya mau ingatkan, impor ini bukan untuk menghancurkan harga petani, tapi agar kita tidak dipermainkan oleh spekulan," tukasnya.
Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, mengatakan kebijakan impor gula oleh Kemendag sangat merugikan petani tebu sekaligus merusak iklim usaha gula dalam negeri. Menurut Noorsy, Kemendag sejatinya mengetahui jumlah konsumsi dan produksi gula dalam negeri.
"Pemerintah punya data itu, 95 persen datanya akurat. Kebijakan impor gula melalui Bulog itu tidak perlu, Sebab petani kita sudah bisa mencukupi kebutuhan gula dalam negeri," jelasnya. (wir/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Harapkan Dua Hal dari Panja Merpati
Redaktur : Tim Redaksi