jpnn.com - SLAWI - Ribuan petani tebu mulai gusar terkait tidak realistisnya rendemen tanaman tebu yang dipanennya. Kegusaran ribuan petani itu disampaikan perwakilan petani yang menjadi mitra PG Pangkah, PG Jatinegara, dan PG Sumber Harjo pada Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) H Fatchudin Rosissi SH dikantor KADIN, Jumat ( 6/9).
Petani tebu itu bakal melayangkan protes pada mitranya dalam hal ini Pabrik Gula ( PG) terkait perolehan rendeman yang tidak adil.
BACA JUGA: 60 persen Warga tak Punya Akta Kelahiran
Perwakiklan petani tebu Jatibarang Haji Mukhidin misalnya. Dia menyampaikan adanya kejanggalan dalam penghitungan rendemen tebu mengingat saat ini cuaca kian baik, yang seharusnya diikuti dengan tingginya rendemen tebu.
"Diperiode pertama saat cuaca hujan rendemen bisa mencapai 6. Semakin naik periode dengan diikuti cuaca baik, rendemen malah turun hingga rata- rata 4,9. Dan hingga bulan Agustus terakhir baru mencapai 5,33," terangnya.
BACA JUGA: Krisis Air Bersih Terus Meluas
Dia merasa janggal dengan penentuan rendemen oleh pihak PG dengan kondisi tebu yang tua dan cuaca yang baik malah rendemen tebu cenderung turun. Turunnya rendemen ini menyebabkan petani tebu terus merugi.
Masuknya musim kemarau basah menyebabkan ongkos tebang dan angkut menjadi naik sebagai dampak kenaikan BBM. "Sementara harga jual gula dari periode pertama hingga sekarang cenderung turun, seiring merebaknya gula rafinasi dipasaran. Kami dalam waktu dekat akan menyampaikan aspirasi ini ke PG," cetusnya. Sementara ketua APTRI Jatibarang Baskoro menilai rendahnya rendemen tebu petani banyak disebabkan pihak PG melakukan penggilingan 'raw sugar' atau gula mentah menjadi white sugar atau gula untuk konsumsi. Hal ini jelas menjadi kerugian besar bagi petani tebu.
BACA JUGA: Tahu dan Tempe Mulai Langka
Terpisah Haji Sunarto mewakili petani tebu Pangkah berharap pihak PG bisa menghentikan penggilingan raw sugar dimasa musim giling tebu petani, serta menghentikan masuknya tebu dari luar daerah. "Seyogyanya PG lebih mengedepankan tebu hasil panen petani binaannya. Dengan adanya rendeman yang rendah sampai 5 persen yang dibarengi dengan turunnya harga gula seharusnya PG harus menggambil sikap," tegasnya.
Diakuinya dalam Forum Musyawarah Produksi Gula ( FMPG) telah disepakati PG harus mengentikan giling raw sugar dimasa proses giling tebu petani. Dalam forum itu pihaknya juga meminta menghentikan peredaran gula rafinasi dipasaran umum dan hanya diperbolehkan dijual untuk industri makanan dan minumam. PG juga diminta mengutamakan menggiling tebu petani diwilayah binaan.
"Jika hasil FMPG itu diabaikan pihak PG, petani tebu akan mengalihkan tanamannya dimusim tanam, agar PG tidak bisa melakukan aktifitas giling sesuai dengan kapasitas gilingnya," tegasnya.
Sekjen APTRI Haji Fatchudin Rosiddi SH mengaku paham betul apa yang dirasakan petani tebu ditiga daerah tersebut. Dia juga merasa pesimis program swasembada gula ditahun 2014 bisa diwujudkan. Dari kalkulasinya terkuak bahwa produksi gula nasional ditahun 2013 sebanyak 2,47juta ton.
Sedangkan kebutuhan gula konsumsi dalam negeri sebanyak 3 juta ton. Seharusnya dari jumlah keseluruhan ditahun 2013 butuh gula sebanyak 5,7 ton, yang teridiri 3 juta ton untuk konsumsi masyarakat, dan 2,7 ton untuk keperluan industri.
Kenyataan dilapangan dari tahun ketahun cenderung turun. Mustahil bisa menuju swasembada gula tahun depan. Penurunan gula produksi dalam negeri banyak disebabkan produksi gula nasional adalah dari masyarakat petani yang bermitra dengan PG.
"Banyak faktor sepanjang tahun 2013 petani mengalami kerugian yang sangat besar akibat kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada petani. Sebut saja kenaikan BBM yang tidak dibarengi dengan kenaikan HPP atau Harga Pokok Produksi gula yang cenderung sama dengan tahun 2012 yakni Rp 8.100," tegasnya. ( her)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kawasan Perbatasan di Riau Bermasalah
Redaktur : Tim Redaksi