jpnn.com - BANDARLAMPUNG – Kendati perajin tahu-tempe baru melakukan mogok produksi selama tiga hari pada pekan depan, keberadaan makanan kegemaran masyarakat Indonesia itu di Provinsi Lampung mulai langka.
Pantauan Radar Lampung (Grup JPNN) pada beberapa pasar tradisional di Bandarlampung kemarin, keberadaan makanan berbahan baku kedelai itu sulit ditemukan. Jika ada, ukurannya lebih kecil dibandingkan biasanya.
BACA JUGA: Kawasan Perbatasan di Riau Bermasalah
Reni, pedagang tempe di Pasar Pasirgintung, mengatakan, jumlah tempe yang didapatnya dari produsen sedikit berkurang. ’’Ya mau bagaimana Mas, kita juga harus maklum dengan perajin. Kami juga bingung, sudah ukuran diperkecil, jumlahnya juga berkurang. Tetapi, harganya sama,” keluhnya.
BACA JUGA: BLSM 1.103 RTS Belum Terbayar
Meski demikian, ia mengaku maklum karena harga kedelai memang sudah tidak dapat dikendalikan. ’’Saya juga mendukung jika mereka mogok produksi. Saya rela tidak berjualan asal ukuran tempe kembali normal. Sebab, saya juga sering dikomplain sama pelanggan, karena tempe yang saya jual ukurannya tambah kecil,” tuturnya.
Dia mengaku dalam sehari biasanya mendapatkan pasokan tempe sekitar 50 lonjor. Namun beberapa hari belakangan ini, ia hanya dikirim 38 lonjor. ’’Itu juga pakai plastik semua. Tidak ada lagi yang dibungkus pakai daun,” kata Reni.
Terkait harga, kata dia, masih normal. Yakni Rp2 ribu per lonjor untuk ukuran kecil dan Rp3 ribu per lonjor untuk ukuran besar.
BACA JUGA: Ribuan Warga Belum Dapat BLSM
Senada disampaikan Udin, pedagang tempe di Pasar Tugu. Dia juga mengaku jumlah tempe yang diterimanya dari produsen berkurang. ’’Karena itu, saya dukung-dukung saja Mas kalau mereka mogok produksi agar pemerintah bisa menstabilkan harga kedelai. Sebab, saya bingung, kalau kita terus jual dengan harga biasa, sementara ukurannya diperkecil, konsumen pasti lebih memilih membeli ikan,” ucapnya.
Sebab, lanjut dia, sudah banyak pelanggannya yang komplain lantaran ukuran tempe yang dijualnya berkurang sekitar 5 sentimeter dari biasanya. Sementara, harganya sama seperti sebelumnya.
Diketahui, keberlangsungan usaha para perajin tahu-tempe terancam. Ini imbas dari tidak terkendalinya harga kedelai yang menembus Rp10-12 ribu per kilogram.
Bahkan, perajin tahu-tempe se-Indonesia akan mogok produksi selama tiga hari mulai pekan depan. Dampaknya jelas, peredaran tahu-tempe akan menghilang di pasar.
Perihal mogok produksi ini dibenarkan Ketua Umum Gabungan Asosiasi Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin. Dia beralasan, para perajin sudah tidak kuat membeli kedelai. Mogok produksi ini, kata dia, sebagai bentuk protes terkait harga kedelai yang melonjak hingga menembus Rp10.000–Rp12.000/kg dari harga normal Rp7.700–Rp8.000/kg.
’’Kami akan melakukan mogok produksi mulai Senin depan selama tiga hari dari 9–11 September 2013. Kini harga kedelai Rp8.000–Rp10.000/kg itu tertinggi dalam sejarah,” kata Aip, Kamis (5/9).
Bagaimana di Bandarlampung? Menurut Soekemih, perajin tempe di Jl. Sasono Loyo, Gunungsulah, langkah ini (mogok produksi, Red) terpaksa dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas makin mahalnya harga kedelai sebagai bahan baku utama tempe dan tahu.
’’Di Lampung, setiap hari selalu ada lonjakan harga. Untuk hari ini saja sudah Rp9.300/kg. Selalu ada kenaikan setiap minggunya,” bebernya.
Diungkapkannya, perajin tempe dan tahu di Bandarlampung yang berpusat di Kampung Sawah, Telukbetung, Mekarsari, dan Gunungsulah, siap mengikuti instruksi Gakoptindo.
’’Hari ini merupakan hari terakhir para perajin mengolah kedelai menjadi tempe. Silakan lihat saja nanti pas Senin depan. Kami meminta maaf kepada konsumen dan pencinta tahu-tempe atas tindakan mogok massal ini,” bilangnya.
Soekemih menceritakan, mogok massal ini merupakan hasil rapat koordinasi dan evaluasi harga kedelai yang dilakukan Gakoptindo di kantor Bulog Jakarta. Hasil pertemuan itu mengeluarkan surat edaran yang menginstruksikan para pedagang tahu-tempe se-Indonesia untuk mogok berjualan dan perajin menghentikan produksinya.
’’Tentunya, kita di Bandarlampung juga harus mengikuti surat edaran yang sudah dibagikan itu agar harga tahu dan tempe bisa dinaikkan,” ungkapnya.
Selain akan mogok produksi, perajin tahu-tempe juga mendesak dikembalikannya peran Bulog soal penyaluran dan pengamanan harga kedelai sesuai Perpres No. 32/2013. Tuntutan lain yang akan disampaikan Gakoptindo adalah segera realisasikan swasembada kedelai dengan menyerap sebanyak-banyaknya kedelai dari petani lokal. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 2, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Maka pemerintah wajib melaksanakan tata niaga kedelai dengan benar dan konsekuen. (hyt/p4/c1/whk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemarau, Produksi Listrik Mrica Turun
Redaktur : Tim Redaksi